Mak Nik terlihat risau melihat Dayu berdiri dengan tatapan menguji kesabaran di ruang tamu kediamannya. Gadis bertubuh semampai itu bersikap sebaliknya. Dayu memberi tatapan menyelidik sekaligus sorot mata tajam menghakimi lawan bicaranya.Dayu tak merasa punya alasan untuk takut apda Mak Nik, toh dukun itu pantas menerima tatapan penuh kemarahan darinya.Aroma busuk dari kontrak yang dukun itu ikat dengan Danyang, tak lebih baik dari kejahatan apapun yang bisa dihukum. Dia lebih buruk, karena membantu seseorang menumbalkan tujuh nyawa hanya untuk mendapat imbalan tak seberapa. Dayu tak segan dan terus memberikan tatapan penuh intimidasinya.Dia adalah Dayu, bungsu yang dibesarkan dengan segala kemewahan dan juga dipuja sebagai anak kesayangan. Kehadiran Dimas saja tak meluluhkannya apa lagi hanya seorang dukun perempuan yang sudah mendorongnya masuk ke lembah penumbalan."Dayu ... apakah ada sesuatu?" Anto bertanya dengan was-was. Cowok satu ini sangat mempercayai kekuatan ghaib kare
Dayu mencoba untuk menggerakkan tubuhnya. Dia yakin bahwa ada sesuatu yang terjadi sehingga dia tiba-tiba berada di dalam sebuah lorong yang asing, tanpa Nala dan mata teduh cowok itu di sampingnya. Dalam detik yang sama, sangat tak masuk akan rasanya jika dia bisa berpindah tempat bahkan tanpa mengedipkan mata.Sosok dirinya sendiri yang terlihat tergantung di ujung lorong itu sedang memejamkan mata, tak terlihat seperti mayat sama sekali. Dayu benar-benar mengenali sosok itu sebawai wujudnya sendiri. Sama seperti saat dia bercermin.Lorong itu menjadi pengap dengan cara yang aneh. Lantai putih lorong rumah sakit berubah menjadi gelap, sampai saat menunduk Dayu tak bisa melihat kakinya sendiri."Nala!" Dayu yang hanya bisa bersuara akhirnya memanggil nama dokter koas yang seharusnya sedang bersama dengannya itu.Tak ada jawaban. Dayu hanya mendengar suaranya sendiri sebagai jawaban, mengulang apa yang dia katakan."Nala!!" Dayu kembali memanggil nama Nala, kali ini dia berteriak.Kak
"Danyang?!" Dayu bereaksi sedikit berlebihan, tapi sangat wajar mengingat nama dari raja makhluk ghaib yang nenguasai wilayah keramat tempat kecelakaannya disebut."Ya, ayo cepatlah pergi. Hati-hati dengan tapal batas, jangan sembarang memasuki gerbang antara!" Sosok itu nenjawab, lalu menarik tangan Dayu dan membawa Dayu berjari.Sosok yang terlihat buram dalam pandangan Dayu itu, menggenggam tangan Dayu erat-erat. Dayu bisa merasakan permukaan telapak tangannya, jari-jarinya, tapi Dayu tak bisa merasakan adanya kesan hidup pada sosok itu.Setelah berlari beberapa meter ke depan, dia melepaskan tangan Dayu. Kehilangan genggaman tangan membuat Dayu menoleh ke belakang, dan dia melihat bagaimana kegelapan seolah mengejarnya dari sana. Sosok itu menghilang dilindas gelap yang semakin dekat. Sampai pada titik dimana Dayu nyaris ditangkap oleh kegelapan itu, sesuatu seperti menariknya ke depan.Dayu pikir dia akan jatuh tersungkur ke atas aspal, tapi nyatanya dia tak merasakan apa pun. Da
Dayu tersenyum dan melambaikan tangannya saat Nala menyambaikan bahwa dokter koas itu akan pergi untuk menemui ketiga adiknya lagi, tentu saja setelah mengantar Dayu mengunjungi Dimas. Nala mengatakan bahwa Dimas sudah dipindahkan ke ruang rawat karena perkembangan kondisinya yang meroket naik satu jam yang lalu, saat Dayu masih berada di tapal batas bersama Nala.Hal yang Dayu belum bisa pahami adalah waktu yang terlewat begitu cepat. Saat dia mengalami kecelakaan bersama Anto dan dibawa ke rumah sakit, hari masih terang. Baru jam tiga sore kalau dia tak salah ingat. Tapi, setelah berada di tapal batas, waktu seperti berlari jauh lebih cepat dari apa yang bisa Dayu sadari. Sekarang, saat dia meneriksa jam tangan di pergelangan kirinya, sudah menunjukkan lewat pukul sepuluh malam. Padahal, Dayu ingat benar dia hanya bercakap sebentar saja dengan Nala di sana.Gadis itu belum mengetuk pintu saat seseorang sudah terlebih dahulu membuka papan sewarna dinding itu dari dalam."Oh, Dayu. Ap
"Dayu!"Panggilan dari Bambang membuat Dayu tersentak. Sulur-sulur hitam yang menjulur dari celah pintu itu akhirnya menghilang, tapi Dayu sudah terlanjur ketakutan dan tak bisa menhembunyikan raut terkejutnya.Dayu tak yakin apakah ketakutannya telah menciptakan ilusi sampai sejauh itu, ataukah efek dari bantuan yang diberikan oleh Naya telah menghilang sehingga dia bisa kembali melihat hal-hal yang tak seharusnya bisa dilihat oleh matanya."Oh, maaf. Saya baru saya terpikirkan kembali mengenai kecelakaan yang saya alami." Dayu beralasan, lantas memperhatikan kembali kertas foto-foto yang disodorkan oleh polisi muda itu."Sapu tangan ini, dan juga ini ... saya mengenali benda ini tapi saya tidak yakin dimana saya pernah melihatnya!" Dayu menunjuk sebuah benda lusuh dan bernoda lumpur.Bambang memperhatikan benda yang Dsyu tunjuk, lantas mengangguk-angguk. Dia lalu menjelaskan bahwa benda yang Dayu tunjuk adalah gantungan kunci. Akan tetapi, gantungan kunci itu dipasang pada semacam k
Dayu mencoba untuk mengatur pernapasannya. Petang akan semakin dekat dan hari ke sebelas akan terlewati begitu hari berganti. Waktunya untuk bisa melepaskan diri dari jerat Danyang akan berkurang sehari lagi, dan Dayu tak bisa memungkiri dia sangat khawatir mengenai hal itu.Oh, siapa yang tak ketakutan saat menghitung hari-hari menuju kematiannya. Dayu seperti dipaksa bersiap untuk menyerah, tapi di saat yang sama, dia tak bisa menenangkan dirinya untuk membayangkan apa yang akan terjadi setelah hari ke seratus. Dayu tak sudi mati dengan cara seburuk itu, menjadi tumbal untuk kontrak antara Danyang dengan manusia laknat yang bersekutu dengan makhluk ghaib itu."Sialan!" Dayu menggerutu tanpa sadar.Gadis itu mengacak rambutnya kasar lalu membasuh wajahnya. Dia tak bisa mencuci bersih kepalanya agar semua bayangan buruk dan pikiran negatif meluncur turun dan terbawa air. Setidaknya, dia masih ingin membuka matanya dan menikmati beberapa hari yang indah sebelum mati.Oh, itu terdengar
"Kamu hanya harus sadar bahwa kamu punya kekuatan untuk melawan. Semakin besar rasa percayamu bahwa dia tidak bisa membunuhmu, maka dia tidak akan bisa membunuhmu. Masalahnya, makhluk ghaib semacam ini tidak akan begitu saja menunjukkan rupa aslinya, maksud dia yang sesungguhnya. Dia akan memanipulasi dirimu, pikiranmu, dia akan membuat kamu menyerah. Begitulah cara kerjanya!" Naya menjelaskan.Gadis itu lalu menjelaskan pada Dayu, bahwa pada dasarnya, dia mempercayai bahwa jalur arwah diciptakan oleh pikiran kita sendiri. Danyang bisa mengintip ke dalam ingatan, dia akan menggunakan hal-hal yang paling korbannya benci untuk membuat sang korban marah tak terkendali. Alasannya sederhana, kemarahan akan membakar kewarasan seseorang dan mendorongnya untuk melakukan sesuatu secara spontan.Membuat seseorang mengambil keputusan yang salah, lalu meniupkan rasa sesal tak terperi sampai dia putus asa adalah bagaimana Danyang merancang sebuah jalur arwah. Karena itulah, sosok yang akan diliha
Dayu merasakan sesuatu bergejolak di dalam dadanya. Seperti angin yang menyusup masuk dan memaksanya untuk merasakan kesedihan yang tak terperi. Dayu bahkan mulai mencekik lehernya sendiri.Dia tahu itu semua salah. Dayu tahu bahwa dia harus melawan semua yang dia rasakan dan dia saksikan di jalur arwah, tapi dia tak bisa melakukannya. Tangannya mencekik makin kuat hingga udara sulit mengalir ke dalam paru-parunya. Lehernya seperti akan dipatahkan oleh tangannya sendiri.Mata Dayu membulat karena tekanan yang terjadi pada tubuhnya, air matanya mengalir sampai mata dan hidungnya memerah.Sosok dengan wujudu ayah, tante Sekara, bahkan Dimas dan makhluk-makhluk aneh berkeliling di sekitarnya. Mereka bergerak terus mendekat dengan cara yang sangat kaku, seolah setiap sendi yang mereka punya tidak lagi bekerja dengan baik. Setiap kali mereka menyeret kaki atau menggerakkan tangan, Dayu akan mendengar suara gemeretak yang mengganggu. Tapi tentu saja semua suara itu tak sebanding dengan keta