“Apa kalian sedang mencurigai istriku?” ucapku terkejut.“Sebenarnya ada banyak hal aneh dalam kasus ini, ada seseorang yang melapor, bahwa dia melihat kamu menaruh racun ke dalam anggur, tapi hasil penyelidikkan menunjukkan tak ada racun di dalamnya.”Aku bergeming sesaat, mencerna ucapan detektif Toni.“Chef Bastian, kenapa kau membuang anggur di botol itu?”“Hah?” aku terkesiap dan salah tingkah.“Karena kau mengira ada racun di dalamnya..” tatapan detektif Toni semakin membuatku gugup.Aku menarik napas dalam, berharap supaya lebih tenang.“Bukannya sudah kubilang, aku tak tau soal racun itu!” aku menyanggah tuduhan detektif Toni.“Jadi, kenapa kau begitu senang saat di rumah sakit? Sampai kau seperti ini..” detektif Toni memperagakan selebrasiku saat itu.“Ah, sebenarnya aku melepaskan kepenatan dalam hatiku, setidaknya aku senang karena sudah hilang satu hal yang mungkin bisa membuatku disalahpahami.” Akhirnya aku mendapat jawaban cemerlang untuk kuutarakan.“Masih terlalu dini
“Apa kita perlu memulainya dengan pelan-pelan?” aku menjatuhkan tubuhnya ke ranjang sambil menggelitikinya, membuat tawa renyah keluar dari mulut Elena. Aku sengaja melakukan itu agar Denis mendengar kemesraan kami.***Setelah bersenda gurau, Elena tertidur. Aku turun ke dapur untuk sekedar membuat kopi kemudian kembali ke kamar.Kuperhatikan Elena yang sedang tidur, apa saat ini pun dia sedang berpura-pura? Segala perbuatannya hanya sandiwara dimataku sekarang. Sandiwara versi baru sudah di mulai dalam hidupku.Botol anggur yang sudah ditaruh racun itu, bisa menutupi bukti yang mutlak, mungkin karena masih ada informasi lain. Itu artinya, kasus ini masih berlanjut. Penjahatnya masih mengamati semua ini.Awalnya aku mencurigai Jessica, tapi alibinya sangat meyakinkan. Denis dan Jessica juga tidak ada hubungan apapun. Orang yang harus menyembunyikan botol anggur itu… aku harus menemukannya.Setelah memastikan Elena benar-benar terlelap, aku mematikan semua lampu dan mulai menjelajahi
Pov ElenaSuamiku tampak percaya bahwa aku hanya menemukan alat penyadap itu dari dalam stop kontak. Aku ingin dia mempercayaiku, hanya itu. Setelahnya kami akan hidup rukun kembali.Makan malam ini, Mas Bastian memasak makanan spesial untukku. Dia juga menyuguhkan anggur merah merek Cinta Abadi.“Suamiku memang chef yang hebat,” pujiku saat melihat makanan yang terhidang diatas meja.Dia tersenyum, lalu menuangkan anggur ke dalam gelas.“Mas, mereka bilang kamu menaruh racun ke dalam anggur, itu tidak mungkin, kan?”Aku melihat air mukanya berubah tegang. Aku tersenyum menyambut ketakutannya itu. Mas Bastian bertanya padaku apakah aku mempercayainya, dia juga menyuruhku memastikan apakah dia patut untuk dipercayai.“Tentu saja, kamu kan suamiku, apapun pemberianmu, walaupun itu racun sekalipun, aku akan tetap memakan dan meminumnya.”Kami mengobrol banyak hal malam itu, sampai akhirnya kami memutuskan untuk tidur karena rasa lelah seharian. Besok akan memulai hari kembali, mengawalin
POV Bastian“Sampai maut memisahkan… kontrak ini sama saja dengan omong kosong. Menurutmu bagaimana? Kamu juga sudah bersumpah dengan anggur ini. Apa kamu tau, balas dendam aadalah mengharapkan lawan mati bersamaan dengan kita minum racun ini. Dan sekarang.. kita sudah meminum racunnya. Sampai maut memisahkan, kita akan terus menjalaninya… jangan kamu lupakan sumpah kita diatas anggur Cinta Abadi ini..”Elena terus mengoceh dengan ekspresinya yang begitu menyeramkan, sambil menyerahkan gelas berisi anggur yang membuat kami saling berseteru tadi.Aku sama sekali tidak bisa berkutik, istriku mempunyai bukti penting untuk mengancamku, apakah aku harus menyetujuinya untuk saling menjaga rahasia masing-masing?Beberapa menit yang lalu Bang Rozi menelpon, dia mengabarkan bahwa Denis sudah tertangkap dan studionya terbakar. Dia menyebut bahwa ada kaki tangan dibalik ini.Detektif Toni juga menegaskan sebelumnya bahwa kasus ini baru permulaan. Semuanya belum selesai.“Minum dong!” pintanya.A
“Oh, aku akan menyeka wajahku sekali lagi,” jawabku.Ting tong… Ting tong…!Bunyi bel rumah menyelamatkanku dari tatapan tajam Elena.Kami berdua bergerak menuju pintu melihat dari balik layar monitor siapa yang datang pagi-pagi.“Detektif itu lagi, apa rencanamu kali ini?” tanyaku pada Elena.“Mau bagaimana lagi, kita harus menghadapinya bersama, kita kan suami istri,” jawabnya.Setelah membukakan pintu, aku, Elena dan kedua detektif itu duduk melingkar di sofa ruang tamu.Elena masih dengan wajah lugunya, dia benar-benar tenang dan berakting dengan baik seolah tidak tahu apa-apa. Sementara aku sedikit gemetar dan mungkin sangat kelihatan tegang.“Anda mengenal Denis, bukan?” Detektif Toni membuka pembicaraan sambil memperlihatkan foto Denis.“Iya,” jawab Elena singkat.“Studionya sudah terbakar,” kata detektif Toni.“Aku sudah melihat beritanya,” jawab Elena sambil menggenggam tanganku, kepalanya menunduk, suaranya lemah lembut. Membuat aku ingin menjerit bahwa dia-lah dalang dibali
“Alergiku sembuh karena takut..” gumamku.Elena benar-benar seorang istri yang menakutkan. Apakah dia membunuh Denis dan melenyapkan mayatnya tanpa meninggalkan jejak? Kenapa aku hidup bersama monster ini. Tunggu, 10 milliar… uang itu masih ada di tangan istriku. Uang yang disembunyikan itu, aku akan mencarinya dan melarikan diri. Sekarang tujuanku hanya itu.Kulajukan mobil setelah beberapa saat melamun, Elena masih menungguku di depan pagar. Tak menyapanya, aku menginjak pedal gas dengan kencang.Selang sepuluh menit setelah aku bergerak dari rumah, kuputar kembali mobil kembali ke komplek perumahanku, kuparkirkan agak jauh dari blok rumahku dan bergegas keluar dengan berjalan kaki. Tak lupa kupakai masker dan kacamata hitam. Hari ini aku akan mengikuti kemana pun Elena pergi.Saat tengah bersembunyi, Elena keluar dengan pakaian rapi, dia berlari seperti terburu-buru. Kuperjelas penglihatanku, Elena membawa sebuah tas besar, tas yang tak pernah sekalipun dia pakai.“Jangan-jangan t
“Aku tadi sudah pergi ke grosir kopi, kamu tak perlu kesana lagi, aku senang bisa ketemu kamu disini..” dia menggandeng tanganku berjalan menuju keluar pasar. Sial!***Sepanjang perjalanan, Elena terus bergelayut manja di lenganku, padahal aku sedang menyetir, tapi aku tidak berani protes, aku benar-benar dibuat takut olehnya. Dia terus tersenyum, entah apa yang membuatnya begitu bahagia, atau karena sudah bertemu Denis, atau karena uang? Ah.. uang itu.. bagaimana aku bisa merampasnya dari Denis.“Kita sudah lama tidak seperti ini ya, aku merasa kembali seperti dulu, kita berjalan berdua berpacaran,” Elena terkekeh.“Kamu lebih baik pulang ke rumah, aku akan mengantarmu,” ucapku.“Bersama denganmu sama dengan istirahat untukku..” jawabnya manja, membuat bibirku meringis.Sepanjang jalan Elena terus mengoceh, dia memintaku untuk mengajarinya mengolah kopi, padahal bisa dipelajari di pusat budaya. Aku memandang malas ke luar jendela. Dengan berat hati aku akhirnya menyetujuinya ikut ke
“Akhirnya kamu kembali Bastian-ku sayang..” Jessica tersenyum senang sambil membingkai wajahku.“Berkatmu aku bisa bernapas,” ucapku sambil tersenyum.“Bernapaslah sayang, kita harus mendapatkan uang 10 milliar itu untuk membalas dendam pada istrimu,” sahut Jessica.“Tapi.. aku kehilangan jejak Denis, aku gak tau kemana dia membawa uang itu,” ucapku.“Tenang sayang, aku sudah memikirkannya..” jawab Jessica dengan seringai licik di bibirnya.Setelah selesai mengatur rencana, Jessica bergegas menjalankan misinya, dia pergi ke ruang ganti karyawan. Sementara aku kembali ke dapur untuk meracik kopi.“Kopi sudah siap..” teriakku agar Elena datang mengambilnya.Elena kemudian menyuguhkan kopi itu untuk para karyawan yang sedang beristirahat, sementara Jessica mengirim pesan ke aplikasi chat, [misi selesai, semuanya akan berjalan sesuai rencana, segera hapus pesan ini] tulisnya. Entah apa yang dia lakukan aku belum tahu.Segera kuhapus pesan dari Jessica, bersamaan dengan itu Elena kembali k