***Setelah menempuh perjalanan hampir satu jam karena macetnya kota jakarta, kami tiba juga di rumah kedua orang tuaku."Aku deg-degan. Takut sama Mama kamu," ucap Luna sedikit sewot."Kamu gak kaya Indah ya, bisa ambil hati keluargaku." Mata Luna membulat mendengar ucapan yang keluar dari mulutku."Kok kamu jadi banding-bandingin aku sama Indah, Mas?" tanyanya dengan nada penuh emosi. "Aku malas ribut. Sekarang turun," kataku sedikit kesal. "Cepat! Malah bengong!" sentakku. Dengan kesal Luna pun membuka sabuk pengaman. Kemudian kami turun secara bersamaaan.Ting … Nong ….! Kutekan bel beberapa kali.
POV Reyhan"Masuk!" Aku menarik kasar tangan Luna ke dalam mobil."Biasa aja, Mas! Gak usah kasar!" Luna tak kalah membentakku. Tangan wanita itu ia hempaskan hingga membuat tanganku terhempas mengenai pintu mobil. Kutatap tajam mata wanita itu penuh emosi."Tak habis pikir aku bisa terpikat dengan wanita sepertimu!" kesalku kemudian menutup pintu mobil dengan sangat kencang. Luna hanya diam sambil memejamkan mata.Setelah aku berada di dalam mobil, kembali aku menegaskan padanya. "Jangan banyak bicara atau aku turunkan kamu di sini!" tekanku sembari memakai sabuk pengaman. Setelah itu, aku pun menginjak pedal gas lalu mengemudikan mobil dengan kecepatan di luar batas normal. Kulirik mata Luna meme
Lemas! Wanita itu belum menerimaku."Mas, mandi terus sarapan," ucap Luna. Aku mengangguk dan langsung beranjak ke kamar mandi.Lima belas menit kemudian aku selesai mandi dan sudah rapi dengan pakaian kantor. Yah, hari ini aku berniat untuk melamar pekerjaan."Kamu kenapa?" tanyaku mendekati Luna. Wajah wanita itu terlihat pucat sambil memijat kening. "Kepalaku pusing, Mas," lirihnya. Tak tega aku pun mendekati. Kupijat keningnya karena merasa kasihan."Mual?" tanyaku. Luna mengangguk. "Mungkin efek ngidam," katanya."Lagi hamil jangan banyak pikiran. Gak bagus buat janin kamu.""Aku juga maunya
Pov Reyhan"Mas kenapa pulang-pulang mukanya ditekuk?" tanya Luna. Aku langsung menuju sofa dan duduk di sana. Tak lama kemudian, ibu mertua super cerewet, comel dan paling suka ikut campur urusan rumah tangga anaknya itu pun menghambur. "Mas, kenapa mukanya ditekuk?" ulang Luna bertanya dengan manis. Tidak seperti biasanya. Tumben lembut cara ber tanyanya. "Sayang, Papa mau memberiku pekerjaan.""Bagus dong, Mas," sambar Luna memotong ucapanku. "Tapi….""Tapi apa lagi sih Reyhan?!" Kali ini mertua bawel menyambar seperti petir menggelegar di atas langit."Tapi aku harus jadi OB di kantor, Papa. Atau gak kepala gudang di perusahaan Edwan. Dan pilihan terakhir…." Aku tidak melanjutkan ucapanku. "Pilihan terakhir apa?" tanya Luna dengan mata melotot seperti bom atom."Meminta pekerjaan sama Indah," lirihku terdengar lemas. "Yang benar saja, Mas! Masa iya mantan istriku bosku?" protes Luna. Pun wajah ibu mertua memperlihatkan wajah tidak suka. Persis nenek lampir di misteri gunung me
Dibalik kecelakaan"Mama!" Luna berteriak histeris setelah mengangkat panggilan dari mertuanya. Dengkulnya terasa lemas. Hatinya remuk mendengar berita yang disampaikan oleh mertuanya. Ana pun langsung bergegas menghampiri putri semata wayangnya."Ada apa, Sayang? Kenapa?" tanya Ana panik. Karena Luna hanya menangis. "Ma.. Mas Reyhan." Tangis wanita itu pecah kali ini membuat Papanya turut menghampiri anaknya yang menangis histeris. "Ada apa sama Reyhan, Luna?" tanya Mamanya. "Mas Reyhan kecelakaan, Ma. Sekarang kondisinya kritis!" ucap Luna berteriak. Ketakutan akan kehilangan laki-laki yang teramat dicintainya pun begitu terasa di hatinya. "Tenang, Luna. Sekarang Reyhan di mana?" tanya Papanya. "Di rumah sakit bhakti kasih, Ma. Di sana sudah ada keluarga Mas Reyhan," jawab Luna. Kedua orang tuanya pun langsung memapah putrinya ke mobil untuk menyusul Reyhan di rumah sakit.Sampai di rumah sakit, nampak keluarga Reyhan sangat cemas. Terutama Papanya yang merasa sangat bersalah.
POV INDAH"Bagaimana kondisi anak saya, Dokter?" Mama dan Papa begitupun Luna bertanya serempak. Aku pun langsung fokus pada Dokter."Alhamdulillah operasi berjalan lancar. Tapi kondisi pasien masih kritis. Jangan lupa banyak-banyak berdoa karena kami hanya manusia biasa yang hanya bisa berusaha menyelamatkan nyawa pasien. Tapi yang bisa mengubah keadaan sepenuhnya milik Tuhan sang maha kuasa," ujar Dokter kemudian berlalu. Tak lama kemudian, beberapa dokter lain beberapa perawat keluar dari ruangan operasi. Pada suster terakhir aku bertanya,"Apa kami boleh melihat keadaan pasien?" ucapku tanpa sadar. "Belum bisa, Ibu mohon maaf," jawab suster kemudian berlalu. Mama dan Papa tampak sangat khawatir. Mereka yang terlihat tak peduli dengan Mas Reyhan kini terlihat seperti orang-orang yang takut kehilangan. "Mama, sabar ya. Mas Reyhan pasti sembuh," ujarku coba menenangkan mantan mama mertua yang sudah kuanggap mama sendiri dengan memeluk dan mengusap punggungnya. Memberikan ketenangan
POV Indah[Edwan aku mau balik ke rumah sakit lagi!] Kukirim pesan pada Edwan. Tak perlu menunggu lama, centang biru langsung terlihat. [Mau ngapain? Udah malam.] balasan dalam setengah menit. [Aku khawatir. Ponsel Mama dihubungi tidak diangkat padahal berdering. Aku takut terjadi sesuatu pada Mas Reyhan] [Oh, oke] Hanya itu balasan dari Edwan. Bukannya menawarkan diri untuk mengantarku. Menyebalkan. Tak banyak pikir panjang aku pun langsung gegas ke rumah sakit. Mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Tidak perlu waktu lama, aku pun tiba di rumah sakit. Segera setelah memarkir mobil aku berlari menyusul Mama. Tempat utama yang aku tuju adalah ruang tunggu depan ICU. "Mama," lirihku kala melihat Mama sedang bersandar di bahu Papa. Aku mendekat ke arah mereka. Sembari hati berucap alhamdulillah tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. "Loh, Indah kenapa kesini lagi?" ucap Papa saat melihat kehadiranku. Membuat Luna dan Mama yang tengah memejamkan mata membuka matanya seca
POV IndahPria itu terus mengetuk kaca mobil. Kali ini lebih keras dan sangat keras. Membuatku takut. Jujur aku sangat takut. Jangan-jangan pria itu begal. Kalau aku sampai dibegal, bagaimana nasib Nadira dan Rashi. "Edwan, selamatkan aku tolong. Aku dalam bahaya. Edwan!" Dalam kepanikanku, selain memohon pertolongan pada yang maha kuasa juga memanggil-manggil nama Edwan. Aku berharap Edwand datang menolongku seperti filem-film yang sering aku tonton. Meskipun itu sangat mustahil untukku. "Buka! Cepat!" pinta pria itu. Namun, dari suaranya seperti tidak asing. Dengan hati-hati dan penuh ketakutan, akhirnya pun kubuka juga kaca mobil itu. "Buka pintunya!" pinta pria itu lagi. Aku pun menurut dan membuka pintu mobil itu. Tak lama kemudian, pria itu menyerahkan payung untukku. Lalu pria itu masuk ke mobilku dan membuka jas hujannya. Aku penasaran sembari bingung siapa dia. Betapa kesalnya aku saat pria itu sudah membuka jas hujannya, ternyata dia Edwan!"Edwan! Aku pun merajuk sembari m