Dibalik kecelakaan"Mama!" Luna berteriak histeris setelah mengangkat panggilan dari mertuanya. Dengkulnya terasa lemas. Hatinya remuk mendengar berita yang disampaikan oleh mertuanya. Ana pun langsung bergegas menghampiri putri semata wayangnya."Ada apa, Sayang? Kenapa?" tanya Ana panik. Karena Luna hanya menangis. "Ma.. Mas Reyhan." Tangis wanita itu pecah kali ini membuat Papanya turut menghampiri anaknya yang menangis histeris. "Ada apa sama Reyhan, Luna?" tanya Mamanya. "Mas Reyhan kecelakaan, Ma. Sekarang kondisinya kritis!" ucap Luna berteriak. Ketakutan akan kehilangan laki-laki yang teramat dicintainya pun begitu terasa di hatinya. "Tenang, Luna. Sekarang Reyhan di mana?" tanya Papanya. "Di rumah sakit bhakti kasih, Ma. Di sana sudah ada keluarga Mas Reyhan," jawab Luna. Kedua orang tuanya pun langsung memapah putrinya ke mobil untuk menyusul Reyhan di rumah sakit.Sampai di rumah sakit, nampak keluarga Reyhan sangat cemas. Terutama Papanya yang merasa sangat bersalah.
POV INDAH"Bagaimana kondisi anak saya, Dokter?" Mama dan Papa begitupun Luna bertanya serempak. Aku pun langsung fokus pada Dokter."Alhamdulillah operasi berjalan lancar. Tapi kondisi pasien masih kritis. Jangan lupa banyak-banyak berdoa karena kami hanya manusia biasa yang hanya bisa berusaha menyelamatkan nyawa pasien. Tapi yang bisa mengubah keadaan sepenuhnya milik Tuhan sang maha kuasa," ujar Dokter kemudian berlalu. Tak lama kemudian, beberapa dokter lain beberapa perawat keluar dari ruangan operasi. Pada suster terakhir aku bertanya,"Apa kami boleh melihat keadaan pasien?" ucapku tanpa sadar. "Belum bisa, Ibu mohon maaf," jawab suster kemudian berlalu. Mama dan Papa tampak sangat khawatir. Mereka yang terlihat tak peduli dengan Mas Reyhan kini terlihat seperti orang-orang yang takut kehilangan. "Mama, sabar ya. Mas Reyhan pasti sembuh," ujarku coba menenangkan mantan mama mertua yang sudah kuanggap mama sendiri dengan memeluk dan mengusap punggungnya. Memberikan ketenangan
POV Indah[Edwan aku mau balik ke rumah sakit lagi!] Kukirim pesan pada Edwan. Tak perlu menunggu lama, centang biru langsung terlihat. [Mau ngapain? Udah malam.] balasan dalam setengah menit. [Aku khawatir. Ponsel Mama dihubungi tidak diangkat padahal berdering. Aku takut terjadi sesuatu pada Mas Reyhan] [Oh, oke] Hanya itu balasan dari Edwan. Bukannya menawarkan diri untuk mengantarku. Menyebalkan. Tak banyak pikir panjang aku pun langsung gegas ke rumah sakit. Mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Tidak perlu waktu lama, aku pun tiba di rumah sakit. Segera setelah memarkir mobil aku berlari menyusul Mama. Tempat utama yang aku tuju adalah ruang tunggu depan ICU. "Mama," lirihku kala melihat Mama sedang bersandar di bahu Papa. Aku mendekat ke arah mereka. Sembari hati berucap alhamdulillah tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. "Loh, Indah kenapa kesini lagi?" ucap Papa saat melihat kehadiranku. Membuat Luna dan Mama yang tengah memejamkan mata membuka matanya seca
POV IndahPria itu terus mengetuk kaca mobil. Kali ini lebih keras dan sangat keras. Membuatku takut. Jujur aku sangat takut. Jangan-jangan pria itu begal. Kalau aku sampai dibegal, bagaimana nasib Nadira dan Rashi. "Edwan, selamatkan aku tolong. Aku dalam bahaya. Edwan!" Dalam kepanikanku, selain memohon pertolongan pada yang maha kuasa juga memanggil-manggil nama Edwan. Aku berharap Edwand datang menolongku seperti filem-film yang sering aku tonton. Meskipun itu sangat mustahil untukku. "Buka! Cepat!" pinta pria itu. Namun, dari suaranya seperti tidak asing. Dengan hati-hati dan penuh ketakutan, akhirnya pun kubuka juga kaca mobil itu. "Buka pintunya!" pinta pria itu lagi. Aku pun menurut dan membuka pintu mobil itu. Tak lama kemudian, pria itu menyerahkan payung untukku. Lalu pria itu masuk ke mobilku dan membuka jas hujannya. Aku penasaran sembari bingung siapa dia. Betapa kesalnya aku saat pria itu sudah membuka jas hujannya, ternyata dia Edwan!"Edwan! Aku pun merajuk sembari m
BAB 103POV Indah"Mbak! Ih kenapa pulang-pulang kok bibirnya ditekuk gitu? Ada apa?" tanya Rumi saat aku baru saja masuk. Wanita itu memang sengaja menunggu kepulanganku sambil bermain game di ponselnya. "Anak-anak udah tidur, Rum?" tanyaku lagi, Rumi mengangguk. "Mba kenapa sih? Gak ada semangat hidup banget?" ulangnya lagi bertanya. Aku menarik nafas dalam dan menghembuskannya. "Kesel, Rum. Aku kesel banget," jawabku singkat sembari pikiran menerawang pada "Kesel kenapa? Cerita," ucap Rumi lagi. Mataku mulai berkaca-kaca. "Kesel sama Edwan, Rum.""Loh kenapa?" Rumi terlihat kaget. Kuceritakan saja semuanya. "Ya Allah, Mbak. Mas Edwan cemburu. Mbak saja yang gak peka. Kan udah dari lama Mas Edwan naksir Mbak Indah," kata Rumi lagi. Masa ia sih Edwan cemburu. Tapi kenapa aku gak yakin kalau Edwan itu benar-benar cinta sama aku. "Rum," lirihku kemudian. "Iya, Mbak. Gimana?" Rumi meletakkan ponselnya dan mulai fokus padaku. "Menurut kamu, Edwan itu beneran sayang, cinta, tulus
"Itu hanya masa lalu. Setiap orang memiliki masa lalu. Dulu aku memang mencintai Indah. Berharap Indah menjadi istriku. Tapi, sekarang cinta yang aku miliki, hanya milikmu. Indah hanyalah bagian dalam masa laluku," ucap Adit seraya mengusap rambut istrinya. Beruntung sekali Citra. Andai saja aku seberuntung itu. "Ih mikir apa sih aku ini," ucapku membatin. "Iya betul apa yang dikatakan, Adit Citra." Aku menimpali dengan senyum yang merekah. Karena memang aku hanya menganggap laki-laki itu tidak lebih dari seorang sahabat. Urusan cinta kan tidak bisa dipaksakan. "Iya, aku percaya. Karena saat ini pun aku sedang mengandung buah hatinya," ucap Citra sambil merangkul Adit. Romantis sekali mereka. Seketika aku membayangkan diriku bersama Edwan. Sungguh gila! Ini memang gila. Kok bisa-bisanya aku membayangkan kulkas empat pintu itu. Kacau."Ndah, kamu baik-baik saja?" tanya Adit. Aku mengangguk cepat. Teringat sesuatu aku pun langsung berpamitan pada Adit bahwa aku harus pergi. "Dit aku ma
"Dokter bagaimana keadaan kandungan Luna?" tanyaku gugup."Ibu siapanya, Bu Luna?" tanya Dokter. "Saya Kakaknya." Reflek aku katakan itu. "Kandungan Ibu Luna masih bisa diselamatkan. Ibu Luna hanya terlalu stres banyak pikiran. Sedang butuh istirahat dan ketenangan," ucap Dokter. Aku mengangguk. "Sudah bisa ditengok, Dok?""Sudah, Bu. Silahkan," balas Dokter. Aku pun nyelonong masuk ke ruang IGD setelah mengucapkan terima kasih. ..Sampai di ruangan Luna, wanita itu tengah melamun. Pikirannya terlihat kosong. Pasti dia sedang memikirkan Reyhan. Dia sangat mencintai Reyhan. "Lun," sapaku membuyarkan lamunannya. Lalu aku mendekat menarik kursi dan duduk di sampingnya. Perlahan ku genggam jemari tangannya. Wanita itu melirik ke arahku sembari meneteskan air mata. "Ndah, makasih," ucapnya. Aku mengangguk dan tersenyum padanya. "Lun, kata dokter kamu gak boleh banyak pikiran. Kamu harus tenang karena ini mempengaruhi kandunganmu.""Gimana aku gak banyak pikiran, Ndah. Suamiku sedang t
"Rahasia apa, Lun? Apa maksud kamu?" Mama mengernyitkan kening dengan ekspresi wajah penuh tanda tanya. "Ma, aku pakai bantuan dukun buat bisa sama Reyhan. Rasa cintaku padanya membuatku gila. Aku tidak bisa tanpa Reyhan, Ma. Aku minta bantuan seseorang untuk membuat Reyhan terus-terusan membenci Indah.""Maksud kamu, kamu pakai pelet begitu?" tanya Mama. "Aku hanya minta orang itu, untuk membuat Reyhan bertarung dengan pikirannya, dan membenci Indah, lalu berbalik untuk mencintaiku. Mungkin bisa dikatakan aku memakai pengasihan. Mungkin ini di luar nalar, Ma. Tapi itu kenyataannya. Aku meminta orang itu supaya membuat rumah tangga Reyhan dan Indah berantakan. Tapi aku mulai menyesali perbuatanku, Ma. Rasanya percuma juga aku hidup dengan Reyhan kalau sebenarnya cintanya dia hanya untuk Indah kalau tidak menggunakan bantuan orang itu." Aku menghentikan bicaraku sejenak kemudian kembali melanjutkannya."Ma, orang itu meminta uang cukup banyak sekali pertemuan. Karena tidak cukup sek