Share

Fitnah keji

šŸŒ¹Allah tidak akan menguji melebihi batas kemampuanmu.

***********

Mataku terbelalak melihatnya. Bagaimana bisa ada fotoku yang sedang duduk di gazebo taman dengan kang Faiq yang memegang payung di belakangnya? tapi untungnya muka kang Faiz tidak terlihat jelas.

Siapapun yang melihatnya pasti akan langsung salah paham. Aku buru buru menghubungi ummi untuk meluruskan kejadian yang sebenarnya. Namun sayangnya, nomor ummi tidak aktif. Saat aku kirim pesan pun hanya centang satu.

Air mataku kembali tumpah. Membayangkan bagaimana keadaan abah dan ummi saat ini. Bagaimana jika foto itu tersebar sampai di tangan para wali santri. Menjelaskan pun percuma, mereka akan lebih mempercayai apa yang di lihatnya.

Siapa sebenarnya yang mengambil gambar itu, dan bahkan mengirimnya kepada ummi.

Tiba tiba fikiranku melayang kepada kejadian tadi.

Bagaimana jika semua ini hanya akal akalan kang Faiq saja?

Aku buru buru menepis pikiran buruk itu, kang Faiq tidak sepicik itu. Lagian untuk apa juga ia melakukannya?

Foto kiriman ummi itu masih saja menjadi pertanyaan dibenakku. Aku takut mas Arya melihatnya dan menuduhku macam macam.

Sepanjang malam, aku sulit untuk memejamkan mata. Bahkan ketika jam sudah menunjukkan waktu batas dini hari.

Akhirnya ku putuskan untuk mengambil wudhu, menghadap sang pencipta. Menceritakan semua gelisah yang ku rasa. Tentang suamiku yang berzina dengan kekasihnya, begitu pula tentang fitnah keji yang tengah menerpaku.

Entah jam berapa aku tertidur. Yang ku tahu adalah saat aku bangun masih menggunakan mukena dan beralas sajadah. Adzan subuh juga sudah berkumandang.

Setelah selesai membersihkan diri dan menunaikan kewajiban 2 rakaat, aku keluar dari kamar untuk membuat sarapan. Perutku rasanya lapar sekali gara gara tidak makan semalam.

Ku lihat setumpuk peralatan makan kotor menumpuk di wastafel. Kapan mas Arya menggunakannya?

Apa Alea juga juga bermalam di sini?

Harga diriku kembali terkoyak saat melihat mas Arya dan Alea menuruni tangga bersama. Ku diamkan saja pura pura tidak melihat. Aku terlalu risih melihat mereka yang layaknya pasangan suami istri saja.

Alea berjalan menuju kulkas yang berada di dapur.

"Sok alim gini eh, ternyata juga main di belakang suami," ucap Alea yang ku tahu pasti ditujukan untukku.

Atau jangan jangan mereka sudah melihat foto itu?

"Siapa yang kamu maksud?" tanyaku memastikan.

"Yang sadar aja sih, tapi seharusnya kamu itu sadar secara di sini kan tidak ada orang lain selain kamu," tunjuk Alea kepadaku.

"Itu tidak seperti yang kamu pikirkan."

"Emang kamu tahu apa yang ada dalam pikiranku sekarang?" ucapnya sambil berlalu pergi begitu saja.

Ya Allah. Aku mengehela nafas berusaha menenangkan gemuruh di dada.

Ingin rasanya ku jelaskan yang sebenarnya kepada mas Arya, namun melihatnya yang sedang tiduran di paha Alea, aku merasa jika itu tidak penting bagi dirinya.

Sebuah ketukan pintu menghentikan langkahku, siapa yang bertamu sepagi ini?

Melihat mas Arya dan Alea tidak ada yang berisiniatif membuka pintu, aku yang ingin kembali ke dapur pun putar balik menuju pintu utama. Tidak ku hiraukan pemandangan menyakitkan itu, aku melewatinya begitu saja.

Aku kaget setelah pintu terbuka. Abah dan Ummi, bagaimana bisa sampai di sini sepagi ini? padahal ini adalah pertama kalinya beliau datang setelah aku menikah.

"Nduk kok malah bengong, gak kangen sama kami?" pertanyaan ummi membuyarkan lamunanku.

Aku gelagapan, ku cium tangan beliau dengan takdzim. Ditambah dengan kecupan di pipi oleh ummi.

"Silahkan masuk abah, ummi !"

Pikiranku buntu. Aku bahkan menyesali ucapanku yang menyuruh beliau masuk, teringat jika di ruang tamu ada mas Arya dan Alea.

Bagaimana tanggapan Abah dan ummi ketika melihat mas Arya di ruang tamu ?

Dan benar saja, tapi untunglah posisi mereka sedang duduk bersebelahan, bukan seperti tadi.

Ku lihat abah memicingkan matanya melihat sang menantu yang duduk dengan wanita dengan pakaian kurang bahan menurbangkitut adat kami.

Mas Arya menyalami tangan abah dan ummi.

"Datang kok gak ngabarin kan bisa Arya jemput," ucap mas Arya dengan tutur kata yang halus. Bukan seperti yang biasa ia gunakan saat berbicara kepadaku.

"Iya, ini juga mendadak kok nak Arya, mau memastikan sesuatu sama Mona, " jawab ummi. Sedangkan abah masih saja terdiam.

Jantungku kembali berdegub, aku sangat paham apa maksud ummi. Bahkan beliau sampai datang ke sini untuk memastikan kebenaran foto itu.

"Oh ya, memastikan apa kalau saya boleh tahu ummi?" tanya mas Arya.

Apa dia pura pura tidak tahu? pintar sekali berakting kalau begitu.

"Dia siapa nak Arya?" tanya abah sambil melihat ke arah Alea.

Ah, aku sampai melupakan jika masih ada perempuan itu di sini. Aku menunggu jawaban apa yang akan mas Arya berikan kepada abah.

"Oh ini, perkenalkan namanya Alea, rekan kerja Arya bah,"

Aku yang sedang berjalan ke dapur untuk mengambil minum pun tersenyum geli. Bisa bisanya rekan kerja sudah bertamu sepagi ini. Apa mas Arya kira abah akan begitu mudah untuk dibohongi?

"Saya Alea om, tante," Alea memperkenalkan diri.

Abah dan ummi hanya mengangguk.

"Minumnya abah, ummi. Jam berapa dari rumah?" tanyaku sambil duduk di sebelah ummi.

"Sehabis solat subuh tadi nduk, sekitaran jam setengah lima. Ummi udah gak bisa tenang sejak semalam. Abahmu juga meminta ummi untuk mematikan ponsel agar bisa mendengar penjelasanmu langsung pagi ini,"

Aku merasa begitu bersalah mendengar perkataan ummi. Aku merasa tatapan Abah jadi lebih tajam ke arahku.

"Untung kang Sobri bisa dibangunkan pagi ya ummi, biasanya juga bangun kesiangan mulu," ucapku sambil terkekeh berusaha mencairkan suasana.

Kang Sobri adalah seorang santri yang mengabdi menjadi sopir pribadi Abah. Kebiasaannya yang selalu bangun kesiangan membuat abah selalu kebingungan ketika ingin bepergian pagi hari.

"Sobri mah masih tidur atuh nduk, masuk angin katanya. Kebetulan tadi ada yang bilang jika Faiq bisa menyetir. Jadi kami sama Faiq tadi kesini. Sekarang dia nunggu di mobil.

Mulai, jantungku yang semula berdetak tertib kini ugal ugalan lagi gara gara mendengar nama Faiq. Jadi mereka kesini bersama kang Faiq.

Kebetulan macam apa ini ya Allah?

"Bagaimana penjelasan foto itu Mona? siapa pria yang bersamamu? karena si pengirim bilang jika yang di foto itu bukan Arya suamimu, apakah benar jika itu bukan kamu nak Arya?" tanya Abah kepadaku dan mas Arya.

"Iya Abah benar, yang di foto itu bukan saya." Jawab mas Arya.

"Lalu bagaimana penjelasanmu Mona?"

Jari jariku saling meremas berusaha menghilangkan kegugupan. Apakah aku harus jujur? jika iya bagaimana nasib kang Faiq setelah ini. Bahkan sekarang dia berada di dalam mobil yang terparkir di depan rumah.

Aku menghela nafas pelan.

"Sebenarnya itu....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status