Share

satu bulan

šŸŒ¹Kelak kamu akan mengerti, jika memilih pasangan itu bukan hanya tentang cinta. Tapi tentang siapa yang akan menemani ibadahmu sampai menutup mata.

*************"

"Maaf tuan....,"

"Ssssttttt,"

Aku baru sadar jika di belakang kang Faiq ada dua orang berpakaian serba hitam layaknya bodyguard yang sering aku lihat di film film.

"Mereka siapa kang?"

Aku merutuki kekepoanku sehingga lancang bertanya seperti itu.

"Oh mereka hanya orang orang yang tidak jelas, ngikutin aja dari tadi. Oh iya, aku pergi dulu ya, kalau terjadi apa2 sama kamu langsung hubungi aku saja!"

Ucapnya sambil terburu buru, namun ia masih sempat meninggalkan sebuah kartu nama kepadaku. Sebenarnya aku sedikit bingung dengan ucapannya tadi, terjadi apa2 seperti apa yang dia maksud? Jika terjadi apa2 pun aku pasti akan langsung menghubungi mas Arya selaku suamiku.

Ku pandangi kartu nama itu sejenak. Tertera nama Faiq Ahmad Al Hanan beserta nomor telefonnya. Aku baru tahu namanya seindah itu.

Ku lanjutkan kegiatan belanjaku setelah memasukkan kartu nama pemberian kang Faiq itu ke dalam tas.

********

"Mas Arya sudah pulang? sama siapa?" gumanku saat pulang belanja melihat sepatunya di depan teras. Bahkan ada high hels berwarna hitam di sebelahnya.

"Assalamualaikum,"

Ku ucapkan salam, meski tidak ada yang menjawabnya. Aku mencoba mencari keberadaan mas Arya dimana mana, namun tidak juga kutemukan. Tujuan terakhirku adalah lantai dua, tapi aku teringat peringatannya kemarin jika aku tidak boleh menganggu privasinya.

Ku urungkan niatku untuk menaiki anak tangga. Aku berlalu menuju dapur untuk menata belanjaan. Namun langkahku berhenti saat mendengar suara langkah seseorang.

Astagfirullah

Alea kekasih suamiku menuruni tangga dengan dress tipis yang bahkan hampir memperlihatkan seluruh lekuk tubuhnya. Aku sebagai perempuan pun malu melihatnya. Tapi fokusku teralih kepada rambutnya yang basah.

Apa ia mandi di kamar mandi milik mas Arya? lantas kenapa mandi siang siang begini?

Aku berusaha berhusnudzon dan menepis pikiran pikiran buruk yang berterbangan di kepalaku.

Tapi setelah itu ku lihat mas Arya mengekor di belakangnya dengan rambut yang juga basah.

"Apa yang baru saja kalian lakukan ha?"

Alea tersenyum tipis, lalu ia mendekat kearahku.

"Coba kamu pikir baik baik, jika seorang pria dan wanita dewasa keluar dari kamar dengan rambut basah berarti? ku rasa tanpa dijelaskan pun kamu sudah paham,"

Jadi mereka benar berzina? tidak, bisa saja mereka hanya sedang memanasiku saja.

Ku lanjutkan langkahku tanpa berniat menanggapi ucapannya.

Setelah itu aku bergegas ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Waktu sudah hampir masuk waktu dzuhur, lebih baik aku mengurung diri di kamar dari pada terus terusan melihat kelakuan mereka.

Ku gelar sajadahku, kedua tanganku menutup mulut meredam tangis. Aku selalu berusaha untuk tegar di hadapan mereka. Tapi nyatanya aku memang tidak sekuat itu.

Aku tetaplah seorang istri yang begitu hancur melihat kemesraan suaminya dengan wanita lain.

Kenapa dulu mas Arya menerima perjodohan ini? mungkin dulu pernikahan ini tidak akan terjadi jika mas Arya menolak. Aku juga tidak harus menerimanya dengan dalih balas budi kepada juragan Harja.

Berbicara tentang juragan Harja, aku jadi teringat jika belum bertemu dengannya lagi. Bahkan aku belum mengetahui rumah mertuaku itu. Mungkin aku akan menanyakannya kepada mas Arya nanti.

********

Waktu terus berlalu.

Sudah satu bulan aku menjadi istri Arya Parwira, namun tidak ada yang berubah. Aku hanyalah istri di atas kertas seperti yang dulu mas Arya katakan. Kehadiranku selalu tak dianggap olehnya.

Selama itu pula aku pernah sekali di ajak berkunjung ke rumah mertua, itupun karena aku yang terus mendesaknya.

Lalu apa yang aku dapatkan?

Tatapan sinis dari ibu mertua tidak pernah terlewat. Juragan Harja pun sama, ia sama sekali tidak peduli denganku. Berbeda dengan ketika ia meminangku di depan abah. Entah janji apa yang diucapkan hingga abah melepasku begitu saja.

Pernah suatu hari, aku menanyakan hal yang selalu menjadi pertanyaan di benakku. Saat itu mas Arya sedang asyik memainkan ponsel di ruang tamu. Aku mendekat dan mendudukan diri di sofa tunggal.

"Mas," panggilku.

Mas Arya masih diam dengan ponselnya.

"Mas, ada yang ingin aku tanyakan kepadamu,"

"Hem," ia menoleh, memandangku sekilas lalu kembali ke ponselnya.

"Kenapa dulu kamu menerima perjodohan ini mas?"

"Menurutmu?" jawabnya balik bertanya.

"Mungkin karena kamu takut sama ayah." Jawabku mengira ngira.

Mas Arya terkekeh lantas memandangku tajam.

"Aku bukanlah orang yang mudah diatur atur meskipun itu dengan ayah sendiri. Kamu yakin ingin mendengar alasanku menerima perjodohan itu ? dan kenapa ayah bersikekeuh menjodohkanku denganmu?"

Aku mengangguk.

Yang pertama....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status