Rupanya hasil kerjaaan makhluk mengerikan yang jadi peliharaan. Makhluk berapi itu berusaha menempel ke arah tubuh Faisal. Namun pria ini tidak mau lengah. Dia buru-buru melafalkan doa. "A‘udzu biwajhillahil karim, wabikalimatillahit-tammatil-lati la yujawizuhunna barrun wa fajirun, min syarri ma yanzilu minas-sama’i, wa min syarri ma ya‘ruju fîha, wa min syarri ma dzara’a fil-ardhi, wamin syarri ma yakhruju minha, wa min syarri fitanil-laili wan-nahsri, wamin syarri thawariqil-laili, wamin syarri kulli thariqin illâ thariqan yathruqu bi khairin, ya rahman." [HR. Malik, an-Nasa’i, ath-Thabrani, dan yang lain] Setelah Faisal selesai membaca doa tersebut, makhluk menyeramkan itu langsung tersungkur dan apinya pun padam. Makhluk mengerikan tersebut langsung berubah jadi abu. Dari gumpalan abu yang berserak itu tiba-tiba muncul sosok Pak Atmo. Meski berupa bayangan, tetapi Faisal sangat yakin bahwa itu punya kekuatan layaknya wujud aslinya. Pria ini melihat ke arah tempat terjadiny
Salim menelepon Faisal setelah sampai di tempat yang dikatakan oleh Eko. Pria ini tidak mendapati temannya. Hanya tertinggal motor yang diparkir di bahu jalan. Pagi ini lalu lintas sudah mulai ramai."Tolong tetap di sana! Saya akan segera menyusul," ucap Faisal dari ujung telepon."Saya tunggu, Mas. Terima kasih." Salim langsung mengakhiri hubungan telepon.Tak berapa lama Faisal telah datang dengan langkah kaki terseok-seok. Salah satu kaki terluka cukup parah dan darah menetes deras dari kain celana yang terkoyak. Sementara lengan dan wajah ada bekas terbakar yang melepuh.Apa mungkin Eko bersedia jadi pengganti tumbal? Sengaja menyelamatkan Faisal agar bisa keluar dari jeratan hitam itu, batin Salim yang diliputi perasaan cemas.Faisal dengan sisa-sisa tenaga, akhirnya duduk terkulai di atas tanah. Salim berjongkok lalu merobek sebagian baju yang dipakai untuk membalut luka pada kaki kanan Faisal.Beruntung dirinya selalu membawa minyak kayu putih. Dengan gerakan pelan dan berhati
Salim menelepon Faisal setelah sampai di tempat yang dikatakan oleh Eko. Pria ini tidak mendapati temannya. Hanya tertinggal motor yang diparkir di bahu jalan. Pagi ini lalu lintas sudah mulai ramai."Tolong tetap di sana! Saya akan segera menyusul," ucap Faisal dari ujung telepon."Saya tunggu, Mas. Terima kasih." Salim langsung mengakhiri hubungan telepon.Tak berapa lama Faisal telah datang dengan langkah kaki terseok-seok. Salah satu kaki terluka cukup parah dan darah menetes deras dari kain celana yang terkoyak. Sementara lengan dan wajah ada bekas terbakar yang melepuh.Apa mungkin Eko bersedia jadi pengganti tumbal? Sengaja menyelamatkan Faisal agar bisa keluar dari jeratan hitam itu, batin Salim yang diliputi perasaan cemas.Faisal dengan sisa-sisa tenaga, akhirnya duduk terkulai di atas tanah. Salim berjongkok lalu merobek sebagian baju yang dipakai untuk membalut luka pada kaki kanan Faisal.Beruntung dirinya selalu membawa minyak kayu putih. Dengan gerakan pelan dan berhati
“Uang memang manis, Jenderal! Namun, aku lebih tertarik dengan tetesan darah dari daging tubuhmu yang tersayat.”“Siapa kamu? Apa yang kau inginkan? Di mana gadis itu?”Pria berjubah hitam dengan balaclava full wajah yang hanya menyisakan lubang di kedua mata tertawa terbahak-bahak.Langkah kaki bersepatu boots penuh lumpur mendekat ke arah tubuh pria tergantung dengan kedua kaki terikat tali ke plafon. Dalam posisi terbalik, beberapa kali ia meludah dengan emosi.Sang pria meronta sekuat tenaga dengan kedua tangan terikat menjuntai hampir menggapai lantai. Ia bisa pastikan, tubuhnya akan jadi sasaran cambuk dan torehan belati si jubah hitam kembali.Namun, apa daya perwira polisi bertubuh tegap bertelanjang dada tersebut, kini tergantung lemah mulai kehabisan darah.Beberapa bagian tubuh tampak penuh bekas sabetan dan luka sayatan yang menganga. Dari urat nadi kedua tangan yang sengaja dilubangi, tetesan darah sudah mulai tersendat-sendat.“Ha ha ha ... darahmu hanya segini doang, Je
Pak Atmo kini mulai membersihkan sisa ritual dan menutup kembali lubang di gundukan tanah. Ia beranjak ke kotak penyimpanan barang ritual. Jubah dilepas lalu menyimpannya dalam kotak bersama alat-alat ritual.Sesajen sengaja ia tinggalkan di atas gundukan agar jadi makanan hewan liar. Atmo Sukiman kini merapikan baju dan celana serta kembali memakai topi caping. Ia telah siap kembali bertugas sebagai penggali kubur tempat pemakaman umum. Senyum semringah mengiringi setiap langkahnya menuju tempat kerja dengan melewati gudang tua.“Ah, rupanya gagak-gagak Sang Ratu tengah berpesta. Tubuh perwira ini sangat berisi, mereka pasti puas menyantap dagingnya,”ujarnya sembari melihat puluhan burung pemakan bangkai tersebut beterbangan lewat genting yang pecah serta pintu dan jendela yang sengaja ia buka lebar.“Nduk, kalo udah dapat mangsa. Ketuk pintu kamar Bapak,”ucap Atmo Sukiman saat semilir angin dingin beraroma bunga melati lewat di sampingnya.Atmo Sukiman—sang penggali kubur—kepercayaa
Pak Kades mengaku hanya dua teman Nik saja yang datang ke toko untuk bekerja. Hal itu dibenarkan oleh kedua teman putrinya. Padahal mereka berangkat bertiga ke kota. Lebih mengherankan lagi, kedua teman Nikita sekarang sukses bekerja di luar negeri karena jasa Pak Kades.Tunggu saatnya, semua belangmu akan terungkap, batin Pak Atmo sembari meremas jemari.“Bapak lapor di mana, Pak?” tanya Bu Silvia ikut prihatin dengan kejadian yang menimpa Nikita, anak buah kesayangannya.“Polisi sini, Bu.”“Kita lapor ke polisi kota. Nikita hilang di sana soalnya,” ucap Bu Silvia yang seketika membuat Pak Kades terlihat panik.“Eh, gak perlu, Bu. Polisi sini aja, bisa nangani. Mereka bisa saling telepon. zaman canggih, Bu,” sahut Pak Kades cepat.Pak Atmo hanya memperhatikan saja tingkah Pak Kades. Tiba-tiba dari arah jalan, tampak dua orang warga berlari ke arah rumah Pak Kades.“Pak Kades, toloooong! A-Ada mayat ... tinggal tulang!” teriak salah satu warga.Kedua pria tersebut tampak terengah-enga
“Sayang? Siapa dia?”Sayangnya, pertanyaan Pak Kades tak dapat jawaban karena tubuh Tasya telah dibopong Rasmy lalu menghilang bersama lengkingan tawa mengerikan.•••¤•°•¤•••Gudang kosongPara petugas sedang sibuk olah TKP yang sudah terpasang garis polisi. Sementara mayat tinggal tulang belulang diduga sebagai jasad AKBP Siswo Laksono telah berada dalam ambulans akan segera ditangani tim forensik.Hati Pak Kades gelisah sejak tak mendapat jawaban dari telepon Tasya—wanita dua puluhan tahun—lebih pantas jadi anaknya daripada kekasih gelap. Pria berusia setengah abad lebih ini telah berkirim pesan, tiap kali dilihat belum dibaca juga.Setelah para petugas selesai dengan tugasnya, mereka mengajak serta Pak Kades dan juga dua orang pencari rumput untuk diminta keterangan ke kantor polisi.Sepeninggal mereka, warga yang lain masih berkerumun di sekitar garis polisi. Tak terkecuali Pak Atmo, Pak Tikno dan Bu Silvia. Mereka sedang berdiskusi tentang kejadian tragis yang dialami jasad tak w
Deg!Bisikan wanita cantik membuat khayalan sang perwira melambung. Sang pria segera memacu cepat motor tanpa memperhatikan kanan kiri lagi. Dalam otak nakalnya kini hanya terpikir untuk segera sampai rumah sang wanita.Setelah berpikir sejenak, pria ini segera bertanya, “Emang di rumah tak ada orang tuamu, Neng?”“Tenang, Sayang! Aku tinggal di rumah warisan Benek. Orang tua pergi merantau jauh,” jawab Rasmy sembari menjilati leher sang perwira.Serangan Rasmy yang tak disangka-sangka membuat napas pria berambut cepak memburu. Ia pun semakin mengencangkan laju motor hingga sampai di atas bukit. Hanya ada jalan sepi dan gelap di hadapan mereka.“Sayang, rumahmu masih jauh?” tanya sang perwira tak sabaran lagi sembari menahan gejolak darahnya.“Tinggal beberapa meter lagi, Sayang. Udah gak tahan, ya?”Rasmy balik bertanya sembari menyeringai di balik punggung sang perwira. Mata wanita cantik ini berubah membara bagai pijar api.“Tunggu bentar lagi, Sayang. Aku akan membuatmu merasakan