“Iya, tapi diajak minum. Setelah mabuk dimasukin kamar. Mereka telah dijual ke hidung belang atau dikerjain oleh dua pria yang ajak mereka kerja.”“Gimana caranya selamatkan mereka, Kak?”“Lapor polisi saja.”Sekarang Nikita telah siap akan mengajak kedua temannya untuk pergi ke kantor polisi. Namun, ternyata saat dirinya datang, kamar kedua temannya dalam keadaan kosong. Nikita bertanya ke sesama penghuni kos. Mereka bercerita bahwa Tasya dan Hani telah pergi bersama dua pria dengan mobil. Kunci kamar telah diserahkan kepada tuan rumah.“Mereka ada bilang ke mana, Kak?”tanya Nikita kepada seorang tetangga kamar kedua temannya. Kebetulan kamar Tasya dan Hani berdampingan.“Gak ada pamit sama kita. Mereka ngeloyor pergi habis kasih kunci. Tasya dan Hani macam orang mabuk. Jalan sempoyongan. Yang cowok dua itu pacar mereka?”tanya seorang wanita separuh baya yang masih sederet dengan kamar Tasya dan Hani. Biasa khas ibu-ibu yang serba ingin tahu.“Enggak tahu, Bu. Terima kasih. Saya ke k
“Oh, ya, San. Emang kayak apa Om-om itu?”tanya Nikita yang tak urung penasaran juga.“Rambutnya agak botak, pake kaca mata dan bawa mobil hitam,” jelas Santi. “Tasya sempat panggil Pak Kades pada Om-om itu.”“Oh, itu, Pak Kades di kampung kami, San. Tasya dan Hani sudah pindah kerja ke toko Pak Kades.”“Ish, ish! Masa sama bos bisa semesra itu, Nik?”“Maksud kamu?”“Mereka berciuman di dalam mobil,”balas Santi dengan ekspresi seperti orang jijik.”Pakaian dia seronok. Macem cewek B.O di pinggir jalan. Aku jadi malu sendiri liatnya. Mana lagi, aku tadi sama Bu Silvia dan Mr. Abraham.”Nikita yang mendapat cerita dari Santi sangat kaget. Setahunya, Tasya tidak pernah berpakaian terbuka. Mana mungkin Tasya dalam beberapa jam bisa berubah luar. “Kamu salah orang itu.”“Beneran Tasya, Nik. Bu Silvia sampe melongo liat tampilan dia.” Santi selama ini selalu jujur. Apalagi, gadis ini telah dipercaya sebagai asisten bendahara divisi pemasaran. Tidak mungkin dirinya berbohong soal Tasya.“Astag
“Ada apa, San?”“Kita pergi makan di dekat alun-alun saja.”“Kita naik apaan?”“Kita naik taksi online. Aku tunggu dekat gerbang kos.”Hubungan telepon diputus lalu Santi berdiri menunggu sambil mengamati lalu lintas di jalan raya. Wanita tomboy ini melihat Bu Lodi sedang berjalan ke arah gerbang dan ia buru-buru bersembunyi di balik pohon. Tampak olehnya, Bu Lodi dihampiri sebuah mobil.Kaca diturunkan lalu muncul seraut wajah yang diketahuinya pernah bersama dengan Tasya. Pria ini yang dibilang oleh Nikita sebagai Pak Kades memberikan sebuah bungkusan ke Bu Lodi. Wanita ini menyodorkan sebuah sebuah amplop berwarna cokelat.“Tumben Bapak turun langsung?”tanya Bu Lodi sambil segera memasukkan bungkusan bercampur sayuran yang dibawanya.“Saya sengaja ingin pantau sendiri, merpati yang di foto Ibu,”balas pria berkaca mata seraya memandang lurus ke deretan kamar indekos.“Sebentar lagi juga keluar merpatinya, Pak. Ia barusan mandi, biasanya setelah itu cari makan.”“Oh, ya? Oke. Saya in
“Gak usah jauh-jauh, deh, mimpinya. Masih banyak pilihan selain aku yang lebih pantas buat kelola butik milik Mr. Abraham. Mereka pasti sedang bercanda. Kamu tuh gak bisa bedain candaan atau enggak, Santi.”“Ini beneran, Nik. Mr. Abraham sampe minta aku cerita keseharian kamu di kos. Bu Silvia sudah cerita banyak ke dia soal cara kerja kamu di pabrik. Kamu tahu tidak, aku diajak mereka survei itu karena Mr. Abraham mau korek info dari aku. Dia itu tertarik sama kamu, saat serahkan sample bordiran. Katanya, kamu itu cerdas dalam berkreasi. Betewe, makasih, ya, gara-gara kamu, aku naik jabatan. Masih bulan depan, sih. Tapi, udah deal.”“Wah, selamat, Santi. Kamu memang pantas mendapatkannya,”balas Nikita sambil memeluk teman beda pabrik tersebut.Setelah mereka menempuh perjalanan selama dua puluh menit, akhirnya sampai juga di mess khusus staf. Nikita terbelalak melihat penampakan hunian khusus staf pabrik sepatu di depannya. Begitu elite dilihat dari depan dalam pandangan Nikita.Gadi
"Dia telepon aku. Gimana?”tanya Nikita sambil sodorkan layar ponsel.“Gak usah diangkat. Dia itu cek keberadaan kamu itu.”“Baiklah!” Nikita lalu menekan tombol silent. Tampak di layar ponsel nomor Bu Lodi menghubungi beberapa kali, akhirnya berhenti. Sekarang giliran ponsel Santi berbunyi dan saat dilihat ternyata dari Bu Lodi juga.“Benar-benar gigih dia,” ucap Santi diiringi tawa lirih.“Gimana dong, San?”tanya Nikita dengan wajah gugup.“Gak usah bingung. Bu Lodi gak mungkin bisa ke sini, Nik,”balas Santi berusaha menenangkan gadis sebelahnya.“Bisa jadi gak tahu mess ini. Tapi, dia tahu letak garmen. Masa aku gak kerja?”“Hari ini kamu gak usah kerja dulu. Minta izin sama Bu Silvia dan aku mau cerita masalah kamu ke Mr Abraham. Siapa tahu ada solusi buat kamu.”“Kerjaan bordir lagi rame, San. Tugas aku sebagai ketua kelompok untuk mengkoordinir. Gimana kalo aku gak kerja?”“Kamu naik taksi saja sampe gerbang garmen. Begitu pun pulang ke sini. Itu paling aman, Nik.”“Aku bukan kar
Jacky segera menatap pasangan suami istri di depannya. “Mana nomor rekeningnya?”“Sebentar saya ambil catatan dulu, Bang,” ucap si pria kurus. Dia mengambil dompet lalu memilah-milah isinya. Semua lipatan kertas diambil di antara nota-nota dalam lipatan dompet.“Ini noreknya, Bang,” ucap pria kurus sambil membentangkan sobekan kertas di depan Jacky.“Baik, saya transfer,”ucap Jacky lalu menekan beberapa tombol di keyboard. Akhirnya transaksi berhasil, Jacky pun menyodorkan layar ponsel. “Udah aku transfer, Pak.”Pasangan suami istri ini pun tampak berseri-seri melihat nilai nominal yang tertera. “Alhamdulillah, Pak. Bisa beli rombong buat jualan gorengan,” ucap si istri dengan senyum lebar.“Ya, Bu. Kamu bisa jualan gorengan. Biar Bapak angkut sampah sendirian,” balas suaminya. Pria ini pun langsung menyalami tangan Jacky. “Terima kasih banyak, Bang.”“Iya, sama-sama,” balas Jacky. “Aku pamit dulu, Pak, Bu. Terima kasih.”Jacky langsung masuk mobil lalu beranjak meninggalkan mereka. S
Akhirnya, AKBP Siswo Laksono menelepon Jacky dan dia berpikir bisa jadi preman satu ini telah dapat tugas khusus. Berteman dengan Pak Kades sejak beberapa tahun, secara tidak langsung membuatnya jadi paham bahkan tahu pasti, dengan siapa saja, pria berkaca mata tersebut berhubungan dalam urusan pasar gelap. Tak perlu menunggu lama, panggilan telepon AKBP Laksono telah diangkat oleh Jacky.“Tumben, Pak Pol telepon?"“Lu ada tugas dari Pak Kades?”tanya AKBP SiswoLaksono to the poin.“Memang. Kata Pak Kades ada pesanan dari Pak Pol.”“Kaga. Itu akal-akalan Pak Kades doang. Dibawa ke mana barangnya?”tanya pria berambut cepak ini sambil mencebik. Dia jelas tahu akal bulus Pak Kades.“Ke rumah besar.”“Entar kalo sempet gue tengok,” ucap AKBP Siswo Laksono mengakhiri hubungan telepon dan langsung mengatur strategi.Selepas dari tempat parkir hotel, pria berambut cepak ini sekarang sedang mengendarai motor sport dengan tersenyum lebar. Aku telah dapat madunya. Semakin mudah bagiku untuk amb
Nikita masih merintih kesakitan dan hal tersebut membuat kedua temannya bingung sekaligus heran. Hani merapikan anak rambut yang menutupi muka Nikita.“Nik, ada apa?”tanya Hani pelan.Nikita pelan-pelan membuka mata lalu mengusap lelehan air mata. Betapa kaget dirinya, di saat melihat keberadaan Tasya dan Hani serta situasi kamar yang tidak dikenalnya.“Tasya? Hani?”Keduanya langsung tersenyum menatap Nikita. Tasya duduk di pinggir ranjang lalu berkata,”Ayo mandi dulu. Habis itu kamu harus ganti gaun yang indah.”“Kita mau ngapain? Kenapa aku bisa sama kalian? Ini rumah siapa?”tanya Nikita bingung. Gadis yang telah dirusak mahkotanya oleh AKBP Siswo Laksono ini berusaha duduk, tetapi bagian sensitifnya terasa nyeri dan perih. Tasya memandang ke arah Hani. Dia langsung berdiri lalu berbisik ke Hani. “Apa Nikita sudah dirusak Bang Jacky?”“Aku curiga gitu. Gerak-gerik Nikita kayak sudah gak bersegel lagi. Untung aku sudah gak butuh dia. Cari-cari kesempatan. Dia belum tahu kalo Pak Ka