"Silakan masuk!" Terdengar suara seorang wanita dari dalam. "Itu pasti adek Pak Toyib,"jelas Pras. "Anak istrinya?"tanya Salimah penasaran. "Meninggal dalam kecelakaan kereta api saat pulang kampung,"balas Pras. "Dia orang baik. Gak usah dimintain tolong, sudah peka sendiri. Orang yang ringan tangan dan taat dalam beribadah. Coba gak sakit, dia yang akan memimpin doa ruqyah." Bertiga pun masuk kamar. Namun alangkah terkejutnya mereka, dalam kamar hanya ada Pak Toyib yang sedang terbaring dengan alat bantu pernapasan. "Yang tadi suara siapa?"tanya Salimah. "Baca doa saja! Moga saja gak ada gangguan lagi,"ucap Eko sambil mendekat ke ranjang. Tampak Pak Toyib sedang tidur pulas. Pria berbadan kekar ini memegang tangannya sambil membaca Ayat Kursi. Pras pun ikut berdoa. Salimah hanya menunduk karena dia tidak mengenal doa seperti itu. "Aku mau cari perawat. Bisa-bisanya pasien dibiarkan sendiri tanpa penjagaan,"kata Pras seusai berdoa. Pria ini beranjak keluar kamar. "Bi
"Ya, Pak. Rumah dalam keadaan kosong. Hanya ada sekuriti untuk menjaga rumah,"balas Pak Atmo dengan percaya diri. "Baik. Saya minta izin untuk mengambil foto bagian dalam dan luar rumah,"ucap polisi sengaja ingin mengecek keberadaan orang yang sedang dicari. "Silakan, Pak!" Dengan yakin Pak Atmo berdiri dan bersiap mendampingi polisi untuk melakukan aktivitas tersebut. Pria tua ini merasa, polisi ini tidak akan bisa melihat keberadaan Esti karena telah ditutup oleh selubung gaib. Mereka berjalan ke ruang tengah lalu oleh Pak Atmo diarahkan naik anak tangga. Pada saat di lantai dua iniz polisi mengambil foto semua bagian kamar-kamar, ruang keluarga dan balkon. Pria berseragam serba cokelat tersebut tersenyum penuh arti. "Saya rasa sudah cukup lantai sini. Di lantai bawah ada berapa ruangan, Pak?"tanya polisi. "Ada empat kamar, dapur, ruang makan dan ruang tamu. Kamar mandi ada di setiap kamar dan satu di luar,"jelas Pak Atmo seraya mengamati sosok di depannya. Pria tua ini pen
Din! Diiiinn! Dia tekan klakson begitu mobil telah berhasil melaju di samping taksi. Pengemudi taksi langsung ciut nyalinya melihat ada mobil polisi yang mengarahkan dirinya untuk menepi. Pengemudi taksi menepi dan mematikan mesin. "Pak, ada apa dikejar polisi?"tanya Esti yang merasa takut. Wanita ini khawatir kalau polisi mengejar gara-gara dia melarikan diri. Keringat dingin mengucur dari dahi. Mobil polisi berhenti tepat di depan taksi. Tak lama, seorang pria berseragam cokelat keluar dari mobil lalu menghampiri taksi. Esti langsung bisa mengenali pria tersebut. Itu bukankah polisi yang bersama bapak tua tadi? Pengemudi taksi membuka kaca lalu tersenyum ke arah polisi. Pria ini berucap,"Selamat sore, Pak." Polisi tersebut memberi hormat lalu berkata,"Selamat sore. Saya hanya ingin berbicara dengan penumpang Anda, Pak." Tak berapa lama, pria berseragam cokelat itu berjalan menuju pintu penumpang. Esti yang sedari tadi mengawasi kedatangan petugas tersebut merasa deg-degan
"Bismillahirrahmanirrahim,"ucap Eko yang pelan-pelan mengambil barang terbungkus kain putih dari dalam kantong plastik. Dia membuka kain pembungkusnya dengan hati-hati. Saat kain sudah terbuka separuh .... "Allahu Akbar! Ini patung yang Mas minta bakar tukang kebun. Kok masih utuh?" Eko berpikir sejenak dan akhirnya ketemu jawabannya. "Polisi itu dirasuki ruh tukang ojek yang mati kemarin. Dia telah tepati janji membantu kita. Esti bisa kembali dengan selamat sambil membawa patung ini." Sementara itu Pak Atmo yang berada di rumah besar sedang kelimpungan. Wanita yang dibawa oleh Nikita berhasil melarikan diri. Angin berembus kencang beraroma melati sekilas menerpa tubuh pria tua tersebut yang sedang berdiri di teras. "Nduk, maafkan Bapak,"ucap Pak Atmo lirih mengikuti arah angin yang berembus. Dia paham putrinya marah karena tawanan kabur. Pria tua ini menelepon sekuriti. "Selamat sore, Pak,"balasan dari seberang telepon. "Selamat sore. Kamu kesini cepat!"perintah Pak Atmo de
"Teman Mas Eko sudah tahu, kalau rumah kosong?" "Tahu, Pak. Sudah saya kasih alamat sini. Gak ada datang,"ucap Eko. Dalam hati, pria ini merasakan ada sesuatu yang terjadi pada temannya. "Maaf, Mas. Ini ada warga yang mendengar bunyi dering telepon dari dalam. Apa ada hape yang tertinggal?" Pertanyaan dari Pak RT barusan membuat Eko terkejut. Dia pun buru-buru membalas,"Saya hanya punya satu hape, Pak. Ini yang sedang saya pake. Gak salah dengar itu, Pak?" "Gak, Mas. Saya sekarang telah berada di teras dan mendengar dengan jelas suara dering telepon dari dalam. Apa teman Mas Eko dikasih kunci serep?" "Gak, Pak. Dia tadi tiba-tiba kasih tahu sudah ada depan rumah. Saya juga gak menyangka kalau motor dia masih di sana." "Bisa jadi, teman Mas Eko berada dalam rumah. Keadaan rumah gelap-gelapan ini." "Pak, saya segera pulang. Tolong lapor polisi saja! Saya khawatir dengan dia,"ucap Eko dengan perasaan cemas. "Ada apa, Mas?"tanya Salimah yang ikut khawatir mendengar pembica
Praaakk!Pintu terbuka dan salah satu engselnya sampai copot. Pak RT dan pria pendobrak pintu masuk bersama kedua polisi. Seketika dua orang keamanan desa cekatan menghalangi akses masuk demi keamanan.Warga yang kecewa tidak bisa ikut masuk dengan terpaksa berdiri di halaman rumah dengan suara hirup pikuk. "Gak seru! Gak bisa jadi saksi!"teriak warga yang kecewa.R"Betul! Harusnya ada saksi dari kita buat laporan polisi!"teriak yang lain.Saat mereka telah berada dalam ruang tamu, tidak ada apa pun yang mencurigakan. Bahkan suara dering telepon yang sedari tadi menarik perhatian para warga, tidak terdengar lagi. Sunyi dan senyap.Pak Atmo yang masih duduk dalam mobil, akhirnya merasa pusing juga terhadap kelakuan putrinya. Nikita telah menargetkan darah Adit sebagai stok energi. Namun, dirinya tidak mau membawa pergi pria tersebut. Pak Atmo pun segera memutar otak untuk menyembunyikan si target.Pria tua ini berniat memohon bantuan kepada penguasa Bukit Bajul untuk memberikan selubu
Nikita ingin pulang ke desa dan berkumpul lagi dengan bapaknya. Dia tidak mau jadi bulan-bulanan Pak Kades buat memuaskan nafsu binatang pria tersebut dan juga para pria hidung belang. Dia ingin kerja di desa dengan hati tenang, apalagi dalam perutnya telah berdiam calon bayi.Yang dia tidak tahu pasti adalah benih yang ditanam oleh Pak Kades atau pria yang telah berhasil merenggut mahkotanya sebelum sampai ke rumah besar. Nikita hanya tidak mau berbuat dosa dengan menggugurkan kandungannya. Dia akan pelihara janin tanpa bapak.Namun malapetaka datang. Dia telah dilecehkan Salim di warung tak bertuan tak jauh dari rumah besar. Pria itu pun menyerahkan Nikita kembali ke Eko setelah perbuatan kejinya.Akhirnya, Nikita tidak jadi pulang kampung dan Salim dapat bonus karena telah menggagalkan pelarian si primadona dari Pak Kades. Setelah itu, pria ini tidak pernah menampakkan mukanya kembali.Sekarang wanita yang pernah dilecehkan telah datang dalam penampilan mengerikan. Namun sampai har
"Meski kau telah jahat padaku, tapi aku tak ingin meninggalkanmu, Salim. Yang pasti jika kau bersamaku, maka kematianmu gak akan terlampau menyakitkan."Salim tidak bisa mengontrol tubuh lagi. Keringat dingin mengucur deras dari dahi, dan leher. Sekujur tubuh gemetar semakin kencang."Aku hanya ingin mendampingimu saat menemui ajal. Itu adalah sebuah kehormatan bagiku," bisik Nikita ke telinga Salim."To-Tolong am-puni aku!"pinta Salim dengan air mata bercucuran."Hi hi hi hi!" Tawa melengking panjang tersebut bergema hingga ke tebing yang mengelilingi gudang tua.Salim berdiri dengan kedua kaki gemetar. Pria ini merasa takut dan ngeri dengan pandangan menunduk. Di sekelilingnya tulang belulang berserakan bahkan ada sebagian masuk terbungkus dengan kain belepotan darah kering. Tempat ini bagai pemakaman massal tanpa kuburan.Pria ini diserang ketakutan dan ingin berteriak meminta tolong. Namun kedua mulut terkatup rapat. Dia ingin meminta tolong kepada, tetapi sudah lama pria tersebut