"Ini Bos," ucap seorang lelaki bertato dengan penampilannya yang seperti preman. Dia menyodorkan beberapa gambar hasil jepretan kamera ponsel yang dia ambil beberapa hari yang lalu di sebuah pasar tradisional."Jadi benar Kenari masih hidup?" Tanya lelaki lain yang mengenakan seragam narapidana."Benar Bos, bukan hanya Kenari saja tapi anaknya yang bernama Vanilla juga masih hidup," ucap lelaki bertato itu.Lelaki yang dipanggil Bos itu terlihat menghela napas berat. Dia menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi di taman sebuah rumah sakit jiwa yang khusus menampung para narapidana dengan gangguan mental. Dia mengusap wajahnya gusar."Syukurlah kalau memang Vanilla masih hidup. Setidaknya, perasaan bersalahku pada Malik bisa sedikit berkurang. Kirimkan foto-foto ini ke kediaman Malik dengan sebuah catatan kecil namaku di dalamnya, aku ingin Malik datang menemuiku di sini. Ada sesuatu yang harus Malik ketahui tentang Kenari...""Baik Bos,"*****Wildan sedang duduk termenung di taman bel
"To-tolong... Wil... Dan... To-tolong..."Wildan masih di sana, berdiri di balik kaca besar kamar yang menghadap langsung ke arah kolam renang di belakang rumahnya, menyaksikan dengan jelas bagaimana Vanilla berteriak meminta pertolongan.Awalnya, lelaki itu tak menghiraukan teriakan Vanilla karena Wildan berpikir Vanilla hanya akting saja seperti yang tadi perempuan itu lakukan.Meski setelahnya, semakin Wildan perhatikan, semakin jelas terlihat bahwa saat itu Vanilla benar-benar membutuhkan pertolongan betulan.Sial!Tak ingin membuang waktu, Wildan langsung bergegas keluar kamar, menuruni tangga dengan setengah berlari. Lelaki itu melepas kausnya dan melemparnya begitu saja sebelum dia menceburkan diri ke kolam renang untuk menyelamatkan Vanilla.Vanilla yang saat itu sudah hampir pingsan dan tak lagi berteriak. Bahkan tubuh gadis itu sudah hampir setengah tenggelam.Setelah susah payah berusaha membawa tubuh Vanilla yang ternyata sangat berat itu, akhirnya Wildan pun berhasil samp
Hari ini pengunjung resto ramai.Malik selaku cheff sekaligus pemilik resto baru saja bisa mengecek ke sana seusai dirinya syuting seharian.Malam hari Malik masih harus wara-wiri di resto mengurus beberapa hal yang memang biasa dia tangani tanpa bantuan karyawannya.Sekitar pukul delapan malam, Malik baru saja selesai dengan pekerjaannya di dapur. Dia melepas apronnya dan masuk ke dalam ruangan kantor pribadinya.Dia hendak menelepon sang istri di rumah sekadar bertanya apakah Isna sudah makan atau belum, sebab biasanya Isna sering meminta dibawakan makanan jika Malik bekerja lembur seperti hari ini."Halo sayang, kamu lagi apa?" Tanya Malik sumringah. Lelaki itu menjatuhkan dirinya ke sofa empuk seraya merebahkan tubuhnya yang letih."Baru aja habis nemenin Jhio tidur," jawab suara Isna di seberang. "Kamu kapan pulang? Tumben malem banget?" Tambah sang bumil."Iya, tadi syuting kelarnya ngaret terus aku mampir ke resto dulu. Nih baru kelar, aku istirahat sebentar nanti habis itu bar
"Papa sudah bicarakan dengan Om Aji tentang rencana kita?" Tanya seorang lelaki berpakaian kantor lengkap dan terlihat rapi.Dia duduk di sebuah sofa empuk di dalam ruang direktur utama Perusahaan Adijaya Grup.Ruangan yang sebelumnya dihuni oleh Wildan dan kini berpindah tangan kepada Haris Adijaya yang merupakan anak angkat di keluarga Adijaya, terhitung sejak Wildan mengalami kecelakaan."Belum, biarkan mereka bersenang-senang dulu. Papa tidak ingin mengganggu Wildan dan Vanessa setidaknya sampai Wildan bisa kembali masuk ke kantor," jawab Haris seraya menyesap kopi hangatnya."Lalu sampai kapan kita akan terus hidup jadi kacungnya Wildan Pa? Padahal selama ini, tanpa bantuan Papa dan aku, Wildan nggak mungkin bisa mengurus perusahaan ini hingga sebesar dan sesukses sekarang sendirian! Ini sudah lewat lima tahun sejak Om Haidar meninggal, tapi hidup kita tetap saja begini-begini terus," keluh Argan, lelaki berusia 28 Tahun yang merupakan anak kandung Haris."Yasudah, kalau kamu mem
Kejadian masa lalu itu seakan kembali merasuk ke dalam benak Malik dan mengganggu pikirannya.Bahkan setelah sekian lama Malik tidak lagi memikirkan hal ini.Sayangnya, kenapa sekarang dia harus kembali dihadapkan dengan sesuatu yang bersangkutan dengan masa lalu itu?Perselingkuhan Kinara dengan Linggar.Kinara yang meminta Kenari bertukar posisi untuk mengelabui Malik sementara Kinara pergi dengan selingkuhannya padahal saat itu posisi Kinara dengan Malik sudah menikah.Hingga pada insiden mengerikan yang terjadi menimpa Kinara.Kematian Kinara yang tragis hingga membawa nama Kenari sebagai tersangka atas semua kejadian itu, padahal sebenarnya Kenari tidak bersalah.Kenari hanya menjadi korban kekejaman Linggar di bawah ancaman lelaki itu yang akan membunuh orang-orang yang dicintainya jika tidak mau mengikuti apa yang Linggar katakan.Kenari yang lemah, yang pada akhirnya menjadi korban atas kejahatan Linggar.Bahkan tidak sampai disitu, karena Linggar pula, kini Malik harus rela k
"Vanessa?" Sapa Argan seraya menghampiri Vanessa yang terduduk di trotoar jalanan dengan tubuhnya yang lecet dan terluka.Saat itu perempuan yang dipanggil Vanessa oleh Argan itu terlihat bingung. Menatap sosok Argan dengan tatapan aneh."Tumben kamu bawa motor? Kamu mau kemana?" Tanya Argan lagi."A-aku mau pulang," jawabnya terbata."Maaf Pak-Bu, dia saudara saya. Terima kasih sudah membantu ya," ucap Argan dengan ramah pada beberapa warga yang saat itu baru saja membantu Vanessa.Kerumunan itu bubar seiring kepergian Vanessa yang diajak Argan menaiki mobil sementara Argan sudah menelepon pihak bengkel langganannya untuk mengurus motor yang dibawa Vanessa.Selama diperjalanan, Vanessa terus diam. Entah karena dia menahan sakit atau apa, Argan sendiri tidak tahu. Bahkan wajah perempuan itu terus saja menunduk."Kamu baik-baik aja Nessa? Aku antar kamu ke klinik ya? Lukamu banyak," ucap Argan dengan penuh perhatian."Eh nggak usah. Antar aku pulang aja,""Nggak, kita harus ke klinik,
Vanilla baru saja mendapat kabar dari Asih bahwa kini Kenari dilarikan ke Rumah Sakit karena mengalami pendarahan di area kepalanya yang terluka.Malam itu, Vanilla baru saja dimarahi Wildan karena aksinya yang mengunci pintu tadi.Alhasil, kini kunci pintu kamar di pegang Wildan dan kamar itu di kunci oleh Wildan dari luar.Vanilla tidak bisa berkutik.Dia kebingungan di dalam kamar karena tak bisa keluar."Wildan! Buka pintunya!" Teriak Vanilla seraya menggedor-gedor pintu. Sayangnya hal itu percuma dia lakukan, hanya menghabiskan energi karena Wildan pasti tidak akan perduli."Dasar suami brengsek! Nggak punya akhlak! Nggak punya hati! Awas kamu ya! Ihk!" Lagi, Vanilla hanya bisa mencaci maki Wildan hingga melampiaskan amarahnya pada pintu dengan menendangnya.Meski setelah itu jari kakinya yang malah kesakitan.Vanilla kembali berpikir, dia harus keluar untuk segera pergi ke rumah sakit, pokoknya Vanilla tidak akan memaafkan Wildan kalau sampai terjadi apa-apa dengan ibunya.Modal
"Kamu baik-baik saja Nessa?" Tanya Argan ketika Vanilla keluar dari ruangan rawat sang Ibu. Saat itu Argan tidak ikut masuk karena Vanilla yang melarangnya."Aku nggak apa-apa. Sekarang, aku harus pulang. Wildan pasti mencariku," kata Vanilla seraya menyeka air matanya.Seharian ini dia berada di rumah sakit dan Argan dengan sabar menemaninya. Bahkan saat Vanilla meminta Argan untuk pulang saja, lelaki itu tidak mau. Katanya, dia mengkhawatirkan keadaan Vanilla yang dia pikir adalah Vanessa.Meski sebenarnya, Argan sudah mulai menaruh curiga. Hanya saja, melihat kesedihan di wajah Vanilla, Argan tidak mau terlalu banyak bertanya soal apapun, mungkin untuk saat ini."Apa kamu nggak berniat untuk melaporkan kasus pembegalan yang kamu alami semalam ke kantor polisi?" Tanyanya lagi.Vanilla menggeleng. "Nggak perlu. Biarkan saja. Aku nggak mau Wildan tau tentang hal itu. Aku pulang sekarang ya,""Aku antar kamu pulang ya?"Vanilla kembali menggeleng. Bisa bahaya jika sampai Argan menganta