“Ini terakhir?” tanya Alaric saat memberikan berkas yang baru saja ditandanganinya.“Iya, Pak. Ini sudah semua,” jawab Niko.Alaric hanya mengangguk mendengar jawaban Niko. Dia menutup laptopnya, lantas mengambil ponsel di meja.“Anda mau pulang cepat?” tanya Niko karena Alaric sudah membereskan meja.“Hm ….” Alaric hanya membalas dengan sebuah dehaman, lantas menatap Niko yang masih berdiri di depan mejanya.“Aku ada janji dengan Emi,” jawab Alaric lantas berjalan meninggalkan ruangan itu.Alaric pergi dari perusahaan lebih awal, bahkan dia mampir ke kafe yang disukai Emily untuk membeli es coklat.Siang tadi mereka tak bertemu karena Alaric datang ke acara lelang.Mobil Alaric sudah sampai di depan lobi perusahaan Emily. Dia melihat istrinya berjalan agak lesu menuju mobil.“Coklat.” Alaric memberikan es coklat itu ketika Emily baru saja masuk.Emily terkejut karena mendapat es coklat. Dia menatap Alaric dengan rasa tak percaya, lantas menerima cup es coklat itu.“Kamu mampir ke kaf
“Aku manis sejak kecil, kan?”Pertanyaan itu terlontar saat melihat Alaric yang sedang memandang fotonya saat kecil.Alaric menoleh Emily yang berjalan mendekat, hingga wanita itu duduk di sampingnya.“Luka di keningmu, apa memang sejak kecil?” tanya Alaric tiba-tiba penasaran dengan luka di dahi Emily.“Oh, ini. Masih terlihat jelas kalau dilihat dari jarak dekat, ya?” Emily langsung menyentuh dahi.“Ini karena aku jatuh saat masih TK. Terkena batu tajam, jadi harus mendapat beberapa jahitan. Lukanya memang tidak bisa hilang sempurna, hanya tersamarkan saja. Kalau pakai make up, tidak terlihat,” ujar Emily menjelaskan.Alaric memperhatikan luka itu, hingga kemudian tersenyum.“Kenapa kamu senyum-senyum?” tanya Emily keheranan.“Aku diam salah, senyum pun sekarang salah?” tanya balik Alaric.Emily memanyunkan bibir mendengar pertanyaan balik suaminya itu.“Ya, tidak begitu juga,” balas Emily.Alaric menarik tangan Emily, meminta istrinya berbaring bersamanya. Dia memeluk erat, tatapan
Emily bekerja seperti biasa setelah lega karena bisa menginap di rumah orang tuanya.Dia ada di ruangannya mengecek berkas seperti biasa, hingga terdengar suara ketukan pintu.“Bu, ada kiriman makanan,” kata sekretaris Emily.Emily mengerutkan alis, hingg melihat kurir masuk membawa kiriman yang dimaksud.“Dari siapa?” tanya Emily sambil memandang kurir.“Dari Pak Alaric,” jawab kurir itu membaca nama pemesan yang ada di nota pembelian.Emily terkejut karena Alaric mengirim makanan tanpa memberinya kabar. Dia pun berterima kasih ke kurir, lantas membuka makanan apa yang dipesan suaminya.Emily tersenyum karena ternyata itu makanan kesukaannya. Dia pun mengambil ponsel lantas menghubungi Alaric.“Halo.” Suara Alaric terdengar dari seberang panggilan.“Al, kamu kirim makan siang?” tanya Emily sambil memperhatikan makanan itu.“Ah … ya, aku lupa memberitahumu. Sudah sampai?” tanya Alaric dari seberang panggilan.Emily mengangguk-angguk sambil menjawab, “Iya, baru saja.”“Aku ada rapat di
Alaric membanting stir ke kiri saat melihat truk yang melaju kencang dari kanan. Dia bahkan menggunakan satu tangan untuk menahan tubuh Emily agar tidak terhuyung ke depan.Emily sangat terkejut melihat apa yang terjadi. Dia memejamkan mata sambil berpegangan saat Alaric menahan tubuhnya.Mobil Alaric bisa menghindari truk meski bagian depan tersenggol hingga membuat mobil itu terdorong ke sisi kiri sampai akhirnya bisa dikendalikan dan berhenti sebelum menabrak mobil lain.Emily sangat syok, dadanya naik-turun tak beraturan karena jantungnya berdegup dengan sangat cepat.Alaric menyentuh kening yang membentur kabin mobil tapi untungnya tak sampai terluka dan hanya memar.“Emi, kamu baik-baik saja?” tanya Alaric saat melihat Emily diam dengan tatapan lurus ke depan.“Emi.” Alaric menangkup kedua pipi Emily agar memandang ke arahnya.Emily langsung menangis karena benar-benar syok dengan yang terjadi barusan. Dia ketakutan sampai membuatnya tak bisa bicara.Alaric melepas sabuk pengama
“Kali ini tindakannya sudah keterlaluan!”Alaric menemui Bobby di ruang kerja setelah bisa menenangkan Emily.Dia langsung meluapkan amarahnya ke sang kakek karena perbuatan sepupu yang keterlaluan.“Aku tak pernah membalas apa yang dilakukannya kepadaku, tapi bagaimana bisa dia berniat mencelakaiku saat bersama Emi!” Alaric geram sampai mengepalkan telapak tangan, hampir saja dia memukul meja jika tak ingat kalau pria yang didepannya adalah kakeknya.Alaric melihat sang kakek menghela napas, lantas menegakkan badan sambil menatapnya.“Kakek tidak pernah melarangmu membalas, tapi kakek selalu menekankan. Jangan jadi seperti dia. Kamu sudah dewasa, seharusnya kamu tahu apa yang harus dan yang tidak harus kamu lakukan,” jawab Bobby.Alaric menatap sang kakek bicara. Dia bicara ke sang kakek karena benar-benar sudah tak bisa membiarkan Gio berbuat seenaknya.“Apa kamu punya bukti kalau dia yang melakukannya?” tanya Bobby memastikan.Alaric menghela napas kasar, lantas duduk sambil mengus
Alaric kembali ke kamar setelah bicara dengan Bobby. Dia melihat Emily yang tidur meringkuk.Alaric mendekat lantas naik ranjang untuk melihat kondisi Emily.“Emi, kamu tidak lapar?” tanya Alaric karena Emily melewatkan makan malam sebab tertidur setelah agak tenang.Alaric melontarkan pertanyaan karena melihat Emily mengucek mata.Emily menggeser posisi berbaring hingga terlentang dan menghadap ke Alaric.“Kamu masih takut?” tanya pria itu penuh perhatian sambil mengusap rambut Emily.“Aku mau mie buatan Papi, tapi ini sudah malam. Papi pasti sudah tidur,” ucap Emily terlihat manja dan menggemaskan.Alaric diam sejenak mendengar keinginan Emily. Hingga dia menatap Emily yang terlihat sedih.“Bagaimana kalau aku yang membuatkan?” tanya Alaric menawari.Emily terkejut sampai mengerjap-ngerjapkan kelopak mata mendengar tawaran Alaric.“Memangnya kamu bisa?” tanya Emily tidak yakin.Alaric pun tak yakin, dia tak pernah memasak.“Hanya mie, kan?” tanya Alaric memastikan.“Iya, Mie. Tapi p
“Bagaimana? Enak?” tanya Alaric sambil memperhatikan Emily makan. Emily masih menyeruput kuah mie, lantas memandang Alaric yang menunggu jawabannya. “Enak,” jawab Emily sambil melebarkan senyum. Alaric memperhatikan Emily dengan lahap. Dia benar-benar penasaran, kenapa Emily bisa sangat bahagia dengan hal-hal sederhana seperti ini. “Kamu bisa makan apa pun yang kamu inginkan, tapi kenapa malah makan mie instan?” tanya Alaric penasaran. Emily mengunyah makanan sambil menatap Alaric, hingga kemudian berkata, “Karena aku bisa memakan apa pun yang kumau, jadi aku memilih mie instan yang sangat jarang aku makan.” Emily mengunyah lagi, lalu kembali berkata, “Mami dan Papi sering bikin mie tengah malam lalu berbincang berdua seperti curhat dan yang lainnya. Aku kalau waktu bangun sering melihat bahkan ikut minta ketika aku masih kecil dulu. Melihat cara Mami dan Papi berinteraksi, aku sangat suka karena keduanya seperti melepas beban masing-masing. Mereka mesra sejak belum menikah.” Al
“Cari informasi lebih banyak lagi. Kali ini aku benar-benar tak bisa membiarkannya begitu saja,” ucap Alaric saat bicara di telepon dengan seseorang. Emily baru saja keluar dari kamar mandi. Dia melihat Alaric yang sedang menerima panggilan telepon. “Kamu bicara dengan siapa?” tanya Emily saat melihat Alaric sudah selesai bicara. Alaric menoleh Emily, lantas berjalan mendekat ke istrinya itu. “Billy, aku memintanya mencari siapa sopir truk yang menabrak kita,” jawab Alaric. Emily menatap Alaric yang terlihat kesal, hingga kemudian kembali bertanya, “Apa ini ada hubungannya dengan sepupumu?” Alaric terlihat terkejut mendengar pertanyaan Emily, hingga kemudian menjawab, “Hanya dugaan saja, karena itu aku meminta Billy mencari bukti lebih banyak.” Emily diam berpikir saat mendengar jawaban Alaric. “Jika kamu bertemu Gio saat tidak bersamaku, jauhi dia dan abaikan saja. Paham?” Alaric bicara sambil menatap kedua bola mata Emily. Emily menganggukkan kepala menjawab pertany