Share

Lamaran Dadakan

“Kamu ingat pulang!”

Suara melengking itu terdengar nyaring saat Emily dan Alaric baru saja menginjakkan kaki di rumah.

Emily melihat sang Mami yang menatapnya tajam penuh emosi.

“Maaf kalau saya terlambat membawanya pulang.”

Emily langsung menoleh pada Alaric yang seakan melindungi dirinya, hingga berpikir mungkinkah ini bagian dari akting?

“Siapa kamu?” tanya sang Mami.

Alaric tiba-tiba menggandeng tangan Emily, membuat wanita itu syok sambil menatap pria di sampingnya itu.

Emily menatap Alaric dengan rasa tak percaya, tetapi sejurus kemudian dia sadar itu hanya sandiwara. Akan tetapi, tiba-tiba saja Emily tetap merasa gugup.

“Dia pacarmu? Bukan, bukan dia.” Sang Mami menatap Alaric dengan teliti.

Emily ingin menjelaskan saat adik dan ayahnya keluar melihatnya datang bersama pria, hingga Alaric tiba-tiba bicara lebih dulu.

“Perkenalkan, saya Alaric Byantara. Saya pacar Emi, ada yang ingin saya sampaikan sehingga mengantarnya pulang,” ucap Alaric.

Emily melihat ibu dan keluarganya terkejut, membuat Emily was-was dan takut kalau sang Mami mengamuk.

“Pacar? Tunggu!”

Emily menatap sang Mami yang tak mempercayai pengakuan Alaric, membuatnya menggigit bibir bawah karena cemas.

“Duduklah dulu,” ucap ayah Emily karena merasa atmosfir ruangan itu berubah dingin dan menegangkan.

Semua orang duduk di ruang tamu. Alaric masih menggenggam telapak tangan Emily, membuat orang tua wanita itu menatap tajam.

“Apa maksudnya kalian terus bergandengan tangan?” tanya ibu Emily sinis.

Emily menunduk menatap genggaman tangannya, langsung buru-buru melepas.

“Saya ke sini untuk menyampaikan sesuatu,” ucap Alaric.

Emily terlihat gugup, bukan karena sejak tadi digenggam Alaric, tapi takut kedua orang tuanya tidak percaya.

“Kenapa Emi bisa bersamamu?” tanya ayah Emily.

“Karena dia memang bersama saya selama beberapa hari ini,” jawab Alaric.

Emily malah syok sampai jantungnya berdegup cepat mendengar jawaban Alaric, kenapa pria itu tidak berbohong saja biar orang tuanya tak semakin murka.

“Apa?” Ibu Emily terkejut, “apa itu benar? Emi!” Wanita itu melotot ke Emily.

Emily tak menjawab, saat melihat sang Mami, dia merasa bersalah karena pernah membantah.

“Jangan salahkan Emi. Saya yang beberapa hari menjaganya, kedatangan saya ke sini ingin memberitahukan kalau kami sepakat akan menikah.”

Emily melihat kedua orang tua dan adiknya terkejut mendengar ucapan Alaric, bahkan sang Mami langsung memegangi dada.

“Apa-apaan ini? Emi!” teriak ibu Emily yang syok.

“Emi, apa ini benar?” tanya sang Papi.

“Iya, aku ingin menikahinya,” jawab Emily tanpa keraguan sama sekali.

Ibu Emily semakin kaget masih memegangi dada.

“Emi, kamu pikir menikah itu sebuah permainan? Kemarin bilangnya mau nikah sama si Farrel itu, sekarang sama si Alaric ini, apa maksudmu?”

Emily melihat sang Mami begitu murka mendengar pengakuannya.

“Soal Farrel, sepertinya ada kesalahpahaman di sini. Sebenarnya yang mencintai Emi lebih dulu saya, kami sepakat menikah tanpa paksaan. Saya harap kalian mau merestui kami,” ujar Alaric menjelaskan.

Emily melihat kedua orang tuanya masih sangat syok, sedangkan sang adik tampak terus menatapnya seolah tak percaya.

“Tidak, tidak ada Farrel, tidak ada kamu. Kalian membuat kami pusing!”

“Kalau Mami ga mau merestui hubungan kami, aku akan milih kawin lari!” ancam Emily agar rencana mereka berjalan mulus.

“Emi!” teriak sang Mami syok.

“Makanya. Alaric ini pria yang baik dan sangat mencintaiku. Kenapa Mami masih menolak? Ini salah, itu salah, semua saja salah, sekalian biar aku jadi perawan tua!” Emily terus bicara untuk menekan kedua orang tuanya.

“Emi!” Sang Mami tak habis pikir dengannya.

Alaric mencoba menenangkan Emily yang emosi, lantas menatap kedua orang tua wanita itu.

“Saya janji akan membahagiakannya. Saya serius ingin menikahinya karena memang mencintainya.”

Emily terkejut sampai melongo mendengar ucapan Alaric yang terdengar serius, apalagi mimik wajah pria itu tak mencurigakan sama sekali, sampai Emily berpikir kalau pria itu seperti aktor yang pandai bersandiwara.

“Masalah pernikahan bukanlah hal yang bisa dibuat mainan. Sekarang aku tanya, sejak kapan kalian kenal? Di mana kalian kenal? Lalu, kenapa tiba-tiba mau menikah?” tanya ibu Emily bertubi.

“Emi, kamu ingin buru-buru menikah bukan karena hamilkan?”

Emily sangat terkejut mendengar pertanyaan sang Papi.

“Enak saja, aku masih perawan. Minta saja Bibi cek, aku masih tersegel,” jawab Emily frontal karena terkejut.

Alaric sampai mengulum bibir mendengar jawaban Emily. Wanita di sampingnya itu memang bar-bar.

Emily melihat sang Papi melirik Alaric, memberi isyarat agar dirinya menjaga ucapan. Dia pun menoleh pada Alaric yang diam hingga terdengar berdeham membuatnya mengatupkan bibir.

“Saya suka Emi dari dia masih kuliah. Dia sering nongkrong di kafe yang ada di depan kampus dan saya memperhatikannya. Alasan saya ingin menikahinya karena memang saya sudah siap dan tak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk bisa menikahinya,” jawab Alaric.

Emily mengerutkan alis mendengar jawaban Alaric. Dari mana pria itu tahu kalau dirinya suka nongkrong di kafe depan kampus saat masih kuliah?

“Kamu serius ingin menikah, Emi?” tanya sang Papi yang tampak tak menaruh curiga.

Emily mengangguk-angguk menjawab pertanyaan sang Papi. Hingga dia melihat sang Mami yang terkejut, sampai wanita itu tiba-tiba menarik tangan sang Papi, lantas mengajaknya pergi dari sana.

“Bagaimana kalau mereka tidak setuju?” Emily membatin dengan perasaan was-was karena kedua orang tuanya malah pergi.

Comments (13)
goodnovel comment avatar
Siti Nur janah
si runa senam jantung gara" emi
goodnovel comment avatar
Adeena
Emi bener2 bar bar kamu sampai Alaric shock....
goodnovel comment avatar
wardah
ko q curiga ya klo alaric ini sebenarnya memang udah suka sama emi ya ,,tapi pura " aja ngajak nikah kontrak ya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status