“Sayang sekali kau tak memiliki kemampuan itu, ya! Lalu, kemampuan apa yang kau punya?” tanya Daphne, lagi.
Awalnya aku kagum akan paras wanita ini. Akan tetapi, semakin lama aku semakin tidak suka. Dia terlalu banyak bertanya dan terkesan cerewet. Kalau saja aku bisa, ingin sekali membungkam mulutnya yang tidak berhenti berbicara itu. Namun, aku masih menyadari, bahwa kehadirannya masih kubutuhkan.
“Tidak ... tahu,” balasku. Sengaja kuketuskan nada bicaraku agar dia mengerti, jika aku tidak begitu suka kecerewetannya.
“Andai tak ada kalung itu bersamamu, sudah pasti aku akan meragukan kau itu saudaraku, Dav. Kau begitu menjengkelkan! Entah dari siapa kau mengambil sifat ini!”
Masa bodo aku mengambil sikap ini dari siapa. Aku tak mau peduli. Akan lebih baik jika dia memang bukan saudaraku, karena aku mulai muak dengan ocehannya. Kalau saja bisa, aku sudah pergi sen
Nah, kan. Firasatku tak akan salah soal ini. Dasar wanita iblis!Begitu aku menyetujui permintaannya, dia langsung menyeretku begitu saja. Seperti binatang ternak yang harus bekerja tanpa kenal lelah. Sebagai seorang werewolf, harga diriku dihancurkannya. Dia berlari begitu cepat, hingga aku harus beberapa kali menegurnya. Aku memang werewolf, tetapi untuk mencapai kecepatan ini, aku tak sanggup.“Ber ... ber ... henti!” pekikku. Saking cepatnya, mataku sampai berair. Rasanya panas, dan tubuhku sampai terasa remuk karenanya. Sial! Kalau bisa, aku ingin menjitak kepalanya itu.“Ini menyenangkan, Dav! Kita harus melakukannya lagi kapan-kapan, ya?”Gila! Wanita ini ingin membunuhku secara perlahan, ya? Tanganku yang ditarik mungkin bisa saja putus, jika aku melakukan apa yang dikatakannya. Apa dia tidak tahu jika tubuhku tidak sekuat dia? Dasar! Awas saja nanti. Aku akan melakuka
“Kau mau berjanji padaku, kan?” desaknya. Kudengar dari nada bicaranya, sepertinya dia benar-benar dalam kesulitan jika aku melakukan apa yang dilarang. Kalau begini, aku jadi penasaran dengan bagaimana sosok ibu yang sebenarnya.“Ibu ... bagai ... mana?” tanyaku. Dengan masih memejamkan mata, aku ingin mendapat jawaban. Biar saja. Aku ingin mengumpulkan tenaga dulu.“Selama aku bersamanya, beliau tidak pernah terlihat berbahaya. Rupanya tak lebih cantik dariku, tentunya karena beliau sudah tua. Tapi, jangan remehkan kekuatannya saat marah. Kursi yang tak bersalah bisa saja hancur dalam sekejap mata. Ah, satu lagi! Jika aku mirip Mom, maka kau adalah duplikat Dad. Hanya saja, mata Dad berwarna merah, sedangkan kau hitam,” jawabnya.Senang rasanya, begitu mendengar sebagian dari diriku mirip orang tuaku. Apalagi, selama ini paman hanya menceritakan bagaimana perlakuan ibu dan ayah
Selama ini, aku sama sekali tak tahu jika ada yang mendoakanku. Aku juga tak pernah berharap lebih banyak. Aku takut, jika harapanku itu hanya harap semu semata. Aku tak pernah ingin berharap terlalu tinggi, jika pada akhirnya hanya kekecewaan yang kudapat. Berharap seadanya saja. Seperti selalu bersama paman, yang berakhir terpisah karena beliau bertemu pasangannya. Atau seperti aku yang ingin lolos ujian kala itu, yang berakhir dengan kekacauan yang buruk. Terkadang, aku meragukan keberuntunganku. Jangan-jangan, ibuku membuangku karena aku ini pembawa sial? Akan tetapi, aku membuang kembali pikiran itu. Daphne pasti tidak tahu jika aku memikirkan hal itu. Tidak mungkin, kan, dia mengatakan jika ibu membicarakanku terus, sedangkan aku di-cap sebagai pembawa sial? Seharusnya jika kenyataan memang begitu, ibuku akan senang aku menghilang dari hidupnya. Pun dengan Daphne yang mencariku, dan senang karena kita telah bertemu.
“Kau yakin untuk mengusirku?” tanya Daphne. Sepertinya dia ingin memastikan apa yang kuucapkan. Bagiku, lebih baik berjalan sendiri ketimbang dengannya—wanita bermulut pedas yang selalu merendahkanku. Bukankah dia sendiri yang mengatakan jika aku ini kakaknya? Kenapa tidak ada sedikit pun rasa hormat padaku?“Ya!” jawabku mantap. Tak peduli lagi dengan apa yang akan kualami, jika dia benar-benar meninggalkanku di tempat ini. Kalaupun aku harus sendiri, tak apa. Mungkin sudah nasibku.“Kau ini bodoh atau bagaimana, Dav!? Wilayah ini bukan wilayah yang kau kenal. Jika kau tetap kerasa kepala, aku tak tahu dengan apa yang akan terjadi nanti. Ingat, Dav! Kau bukan orang yang harus meninggikan harga dirimu di depan adikmu sendiri. Aku bukan orang asing. Aku orang yang telah berbagi kehidupan denganmu, bahkan sejak kita masih belum melihat dunia. Kalaupun aku berkata yang menyakitimu, itu adalah fakta.”
“Tak ... tahu.” Aku berucap lirih. Untuk bagian aku yang bisa mengkonsumsi darah, tak kuragukan. Hanya saja, yang tak kuketahui itu bagaimana menghisap darah langsung? Ah, wanita ini!“Huh!” Daphne mendegus keras. Apa dia sudah mulai bosan menghadapiku?“Dengar, Dav. Kau memiliki gen vampire di dalam darahmu. Jadi, jangan lagi merisaukan apa pun. Kau hanya perlu mengikuti instingmu untuk menyantap mangsamu ini. Juga, aku yakin ini bukan pertama kalinya kau meminum darah, kan?”Aku mengangguk pasrah. Kau benar, Daph! Secara sadar aku mengingat jika ini bukan pertama kali. Akan tetapi, tetap saja untuk pertama kali untuk menghisap langsung itu, terasa sangat menganggu. Apa aku bisa?“Dav. Kau hanya perlu memegangnya, biarkan nalurimu yang mengambil alih dan kau hanya menikmati. Setelah itu, kau bisa merasakannya mengalir di tenggorokanmu. Jangan khawatir!
Ini terasa begtiu aneh untukku. Sejak kecil, aku sama sekali tak meragukan bahwa diriku seorang werewolf. Dengan adanya wolf yang keluar dari tubuhku, hal itu semakin menguatkan keyakinan ini. Hanya saja aku sedikit kecewa dengan kondisi kami yang sama. Aku cacat dengan bicaraku, sedangkan wolf-ku cacat dengan penglihatannya. Aku ingin egois dengan mengatakan aku ingin yang sempurna. Namun, jika sudah telanjur seperti ini, aku bisa apa selain menerima?Akan tetapi, kejadian barusan dan beberapa waktu lalu menyadarkanku. Di dalam diriku, entah seberapa banyak itu, menginginkan darah untuk kuhisap. Aneh. Padahal tidak ada tanda-tanda sedikit pun bahwa aku vampire. Apa yang dikatakan Daphne memang benar adanya, bahwa gen ayah mengalir di nadiku?Dalam separuh perjalanan, genggaman tangan kami terlepas. Namun, aku dengan mudah bisa mengimbangi lari Daphne tanpa masalah. Aku bahagia mendapat fakta ini. Itu berarti, aku bisa meninggi
Aku menatap tajam pada vampire pria itu. Wajah tanpa ekspresi dengan warna kulit pucat, sangat mampu membuatku merinding. Selama aku hidup dengan paman, belum pernah aku melihat vampire dari dekat. Yah ... setelah Daphne ini, tentunya. Wanita yang mengaku kembaranku tentu tidak masuk hitungan, kan? Apa karena keturunan ibu yang seorang werewolf, hingga auranya tidak sekental Alex.“Kau mau ikut, atau tinggal di sini saja?” tanya Daphne. Wanita ini benar-benar! Aku tak bisa mengatakan seberapa jengkel hatiku padanya.“I ... kut!” jawabku lantang. Sebagai pria, aku tak ingin dianggap lemah lagi, apalagi di depan Alex. Jika tadi hanya ada kami berdua aku tak terlalu sungkan, kini keadaan berbeda. Aku tak akan pernah tahu kapan Alex menikamku dari belakang. Bagaimanapun juga, Alex seorang vampire dan aku tidak bisa percaya begitu saja. Ada banyak orang di pack yang mengatakan bahwa mereka tak bisa dipercaya.
Telinga yang seolah tuli ini, tak dapat menangkap suara apa pun. Tubuhku juga terasa lemas seperti tanpa tulang. Di sekitarku, ada Daphne yang tersenyum. Tak jauh, ada pria yang menatapku datar sejak tadi. Aku tak tahu apa yang dipikirkannya, apa menjadi pelayan diharuskan tanpa ekspresi? Atau memang vampire harus bersikap begitu?Sebagai saudara, Daphne sudah keterlaluan. Dia bukannya membantuku, malah berucap yang tak bisa kudengar. Tak hanya itu, senyumannya juga membuatku muak. Hanya leher yang bisa kugerakkan, dan itu sama sekali tak bisa membantu.Benda bergerak yang kutupangi ini, membuatku semakin merasa pengap saja. Ruangnya tak luas, masih bergerak dan menjadi sandaran tubuh emasku. Aku penasaran, setelah ini aku akan berakhir di mana.“D Daph,” ucapku lirih. Entah dia mendengarnya atau tidak, aku sudah berusaha yang terbaik untuk mengatakannya. Beruntungnya, napasku sudah menjadi lebih stabil. Hanya