hayuk.... bagaimana kisah Davian selanjutnya? stay tune, ya.
Setelah Dad mengatakan akan melatihku, beliau tak main-main. Aku dibawa ke kastil, dikenalkan pada para penghuni di sana yang kebanyakan memandangku dengan tatapan sinis. Banyak dari mereka adalah vampire kelahiran baru. Mereka direkrut Dad karena tak ingin mereka dimusnahkan.Bagi keluarga keturunan murni, vampire kelahiran baru adalah bencana. Mereka tidak bisa dikendalikan dan bisa menyebabkan pembantaian masal. Mereka cenderung tidak memiliki pengendalian diri dan berakhir dengan menghabisi aroma darah yang terjangkau oleh mereka.Untuk mengendalikan para vampire kelahiran baru ini, para vampire bangsawan dan keturunan murni melakukan pencegahan. Setiap ada vampire kelahiran baru di wilayah mereka, sang pemilik wilayah diharuskan memilih di antara dua pilihan, yakni memberlakukan kontrak darah dan menjadikan mereka bawahan, dengan catatan bertanggung jawab dengan semua hal pada mereka, atau membunuh mereka dengan memusnahkannya.&
“Pertajam inderamu!” perintah Dad.Tanpa diperintah pun, aku sudah melakukannya sejak tadi. Hanya Dad saja yang tidak tahu. Huh! Lama-lama aku tidak suka keadaan ini. Akan lebih baik jika mereka menunjukkan diri lebih cepat. Karena dengan keadaan seperti ini, aku merasa suasana lebih mencekam dari apa pun.“Aku tahu, Dad!” jawabku. Setengah berkata ketus karena merasa sebal. Namun, aku segera menyadari kesalahanku ini. “Maaf, Dad,” tambahku. Baru saja aku bertemu dengan Dad, aku sudah berkata ketus begitu. Tak pantas!“Kemarilah!” Dad menepuk dahan di sebelahnya, dan setelah itu aku mencari cara untuk ke sana.Hey! Aku ini keturunan serigala, bukan monyet. Jadi, memanjat pohon sama sekali tidak ada dalam daftar latihanku.“Memanjat bukan berarti kau harus memiliki keturunan monyet dulu baru melakukannya, Dav! Kau juga tidak pe
“Kau hanya mau melihat saja?” tanya Dad. Pedang udah di tanganku, dan Dad melawannya dengan tangan kosong. Gila!“Tapi, Dad. Kau tadi sudah memenggal satu kepalanya, kan? Kenapa tidak dilanjutkan saja?” Bukannya menjawab, aku malah menyerang Dad balik dengan pertanyaan lain. Bukan apa, tetapi tadi aku sudah melihat bagaimana sepak terjang Dad melawannya. Ditambah dengan Dad yang memenggal satu kepalanya, hal itu cukup bisa dijadikan bukti.Dad, kau itu hebat! Namun, kenapa malah memintaku untuk bergabung? Kemampuan bertempurku sangat minim, dengan kekuatan yang tidak seberapa. Jika aku ke sana, aku pasti hanya akan menjadi bebanmu saja. Kau sudah berusia ratusan tahun, sedangkan aku masih belasan. Tentu, pertempuran ini hanya akan berat sebelah. Akan lebih baik jika aku hanya memantau, kan?“Kau itu bodoh atau bagaimana?! Aku menyerahkan pedang itu untukmu bukan untuk membuatmu menggerutu di belakangku. Aku ingin menguji bagaimana kau bertindak menghadapi monster ini, bukan mendorongk
Tanah yang kupijaki terasa berbeda. Becek, tetapi tidak licin dan justru membuat tubuhku terasa ringan. Aku sama sekali belum pernah menemukan jenis tanah ini sebelumnya. Dan, jika dilihat juga monster itu terlalu banyak memiliki misteri. Badannya boleh saj besar, tetapi larinya lumayan cepat. Kalau dibandingkan, hampir setara dengan lariku.Aku memiliki kelebihan dalam hal kecepatan karena werewolf, tetapi monster itu? Badan yang besar kukira akan memperlambat laju larinya. Ternyata tidak berpengaruh. Tanah yang kukira tadi aneh, juga seperti tidak memiliki pengaruh yang besar padanya.“Apa yang kau temukan dari hal ini?” tanya Dad. Tiba-tiba saja beliau sudah berlari di sampingku. Aku sempat kaget, tetapi keeimbangan harus kuperhatikan. Jika tidak, aku bisa terjatuh.“Aku harus dan akan menghadapinya. Dengan atau tanpa bantuanmu!” Aku bertekad demikian karena sudah jenuh dengan rasa pengharapan.
Gerakan yang makin gesit dan dengan mudah berkelit, saat aku kembali menghunuskan pedang padanya. Ah … sepertinya monster ini sudah belajar dari pengalaman, ya? Kukira bodoh, ternyata tak sebodoh itu.Akan tetapi, satu hal yang kutangkap darinya. Luka tusukan itu membuat luka dan darah merembes dari sana. Namun, kenapa tidak selambat di leher? Padahal jika sitilik lebih dalam, seharusnya yang di leher alirannya lebih deras karena di sana ada nadi.Tidak mungkin tusukanku mengenai jantungnya. Dengan kulit bersisik sekeras itu, tentu tusukanku bukan apa-apa. Paling-paling kalau berhasil mengena, jantungnya hanya tergores saja. Lagi pula, monster itu masih bergerak dengan bebas. Tidak ada tanda-tanda dia akan tumbang.“Tusuk sekali lagi!” perintah Dad. Masih dengan kondisi hanya suara yang bisa kudengar, sedang raganya entah di mana. Meski begitu, aku memiliki firasat bahwa kemungkinan berhasil itu lebih
“Terkadang, seorang pria boleh menangisi apa pun yang membuatnya bersedih, Dav. Jika kau mau menangis, tak apa. Menangislah karena itu tak akan merugikanmu. Aku juga tak akan mengolokmu di kemudian hari.”Untuk sekilas, ucapan Dad tidak ada masalah. Justru terdengar seperti ucapan penghiburan yang bagus untuk didengarkan. Namun, aku tahu jika hal itu tidka akan mungkin terjadi. Dad hampir serupa Daphne. Dan kemungkinan, aku akan menjadi bahan tertawaan seumur hidup.Tidak! Aku tak akan menangis di hadapan Dad. Jika itu Mom, mungkin aku masih bisa percaya.“Wajar jika kau lebih mempercayakan tangismu pada ibumu. Dia orang yang lembut dan baik. Aku juga pernah menangis di sampingnya. Kurasa kau benar! Kau bisa menangis jika nanti bertemu dengannya.”Sinting! Semakin lama aku semakin bosan saja.“Dad, sudah kubilang aku sedang tak ingin bercanda. Di belakangku, ada monster yang sedang mengamuk dan mencari untuk menghabisiku. Kalau Dad mau, Dad bisa menghadapinya untukku. Atau paling tida
“Hey, Dav. Kau memanggilku?”Aku terkesiap. Ada suara yang seolah bergema di pikiranku. Suara itu terasa asing, dan bukan suara Dad sepeti yang sebelumnya. Aku harus bagaimana? Bagaimana caranya untuk menjawab suara itu?“Kau hanya perlu memusatkan pikiran seperti tadi, Dav. Aku Devan, serigalamu. Jadi, kau bisa berkomunikasi denganku hanya dengan memusatkan pikiran saja. Aku ada di dalam dirimu, jangan lupakan itu.”Untuk sejenak, aku berusaha untuk mencerna apa yang dikatakannya. Selama ini, aku selalu lupa jika memiliki jiwa lain dalam tubuhku. Karena perbedaan itu membuatku lupa. Perbedaan itu pula yang membuatku jadi tak bisa bebas untuk menghubunginya. Padahal, mungkin akan terasa menyenangkan jika bisa berbicara dan berbagi dengan jiwa lain di tubuh kita.Entahlah. Selama aku mengingat juga aku tak pernah berani untuk berkomunikasi. Akan tetapi, ketakutanku berdasar, kan?Dugh!Sebuah hantaman kurasakan di belakang leherku. Setelahnya, aku merasa dunia menggelap.“Hey!”Mataku
“Devan menggantikanku?” tanyaku. Serigala di sampingku ini mengangguk.Menggantikan dalam artian apa? Jika menggantikanku, bukankah kami akan bertukar jiwa? Aku di sini, Devan di sana. Pasti dia akan mengambil tubuh serigala dan berubah. Namun, sejauh ini aku tidak merasakan sakit akibat perubahan.“Kami bertukar? Tetapi kenapa aku tidak merasakan sakitnya pertukaran? Apa karena sebelum ini aku telah kehilangan kesadaran, sehingga dia bisa seenaknya pergi dan berubah?” tambahku. Keringat dingin mulai kurasakan karena takut. Takut jika ada banyak hal yang tak bisa dilakukan. Tak hanya itu, ketakutanku juga berpusat pada perubahan Devan dan pikiran kami yang tidak terhubung.Bisa saja Devan melakukan hal di luar batas. Tak hanya itu, dia juga berkemungkinan untuk mengamuk seperti saat bertarung dengan Alpha saat itu. jika itu terjadi, aku tidak bisa membayangkan kerusakan apa yang akan Devan tinggal