Share

Denyit Ranjang Ibu Tiri
Denyit Ranjang Ibu Tiri
Penulis: Gundik

Denyit Ranjang Marni

Krat....

Krat....

"Lagi lagi suara itu membuatku pusing" Setiap malam pasti suara denyit ranjang selalu mengusik telinga. Entah apa yang sedang di lakukan si pemilik kamar sehingga begitu menggangu tidurku.

Suara denyit ranjang sebelah milik ibu tiriku selalu berdenyit keras ketika malam tiba. Suara berisik selalu membangunkan tidurku. Kamar kami sangat dekat hanya bersebelahan dengan sekat papan kayu saja, jadi suara apa pun kami bisa mendengarnya. Hampir setiap malam selalu terdengar suara denyit ranjang berulang kali seperti di goyang dengan keras. Entah apa yang sedang beliau lakukan di dalam sana, setiap kali di tanya tentang denyit ranjang selalu saja mengelak dengan kalimat (Ranjang sudah reot jelas berdenyit kalau buat pindah posisi) Alasan itu sungguh tidak masuk akal. Bagaimana bisa suara ranjang berdenyit begitu keras secara berkala. Seperti ada sesuatu yang sedang beliau lakukan di kamar tersebut. Pernah sekali mengintip kamar ibu tiri, namun ruangan nampak gelap gulita. Tidak memperlihatkan aktivitas di dalam kamar tersebut. Pasti beliau sengaja mematikan lampu supaya orang tidak bisa mengintipnya. Sungguh mencurigakan sekali. Namun, apa boleh buat tidak ada bukti untuk menjadi bukti kuat.

"Menyebalkan sekali...." Desisku sembari menutup telingan kuat-kuat.

Percuma bicara dengan ibu tiriku karena dia paling pintar mengalihkan pembicaraan. Sudah lama sejak kepergian ayah, aku berniat memintanya pergi meninggalkan rumah peninggalan almarhum ayahku, akan tetapi beliau selalu berdalih sebelum menikah lagi maka rumahnya tetap di rumah kami. Beliau hidup sebagai yatim piatu di kota ini, maka dari itu aku pun tak tega membiarkan beliau pergi sebelum mendapatkan tempat tinggal baru. Biar bagaimana beliau juga ibuku meski tidak ada hubungan darah.

Almarhum Ayah pun pernah berpasan sebelum meninggal, jika apa bila ibu tiriku suatu saat nanti mendapat penganti dirinya, maka rumah dan segala isinya akan menjadi milikku seutuhkan. Akan tetapi, beliau juga berpesan selama ibu tiri belum menemukan jodoh lagi maka dia berhak tinggal di rumah kami selama yang dia mau. Ayah tidak tega membiarkan seorang wanita lontang-lantung di kota besar tanpa sanak saudara atau pun tempat tinggal.

Ya, aku adalah anak tunggal dari pernikahan ayah dan ibu kandungku. Sejak bayi aku sudah menjadi piatu. Ibu meninggal saat melahirkanku. Ayah sangat mencintai almarhumah ibu, tapi beliau juga memikirkan masa depanku. Sehingga pada saat usiaku genap satu bulan ayah menikahi wanita lain. Sebelumnya aku tidak tau bahwa wanita yang selalu ku panggil dengan sebutan ibu itu adalah ibu tiriku. Semua baru terungkap ketika ayah mengalami sakit keras. Beliau memberitahukan semua tentang kebenaran ibu kandungku. Sejak awal hatiku selalu bertanya-tanya kenapa kasih sayang seorang ibu Marni lain dari ibu pada umumnya. Ibu Marni selalu memperlakukan aku dengan tidak baik. Sejak kecil beliau selalu mendidik ku dengan keras. Bahkan belum sekali pun beliau membelikanku baju baru atau seragam baru. Pertama kali masuk sekolah beliau memberiku pakaian bekas yang ia beli di pasar loak. Hanya sekali dalam setahun aku mendapatkan baju baru, itu pun karena ayah tidak tega melihatku berpakaian lusuh di kala lebaran tiba. Ayah seorang pedagang cilok keliling, hasil dari berjualan selalu di ambil ibu tiriku. Ayah tidak memegang uang sepeser pun. Kami hidup sangat sederhana, makan pun seadanya. Kadang pula sampai makan nasi putih lauk kerupuk kalau dagangan ayah sepi. Hidup susah sudah menjadi makanan sehari-hari bagi kami. Kalau hanya menahan lapar itu sudah biasa, menahan secuil keinginan pun sudah biasa. Semua itu mengajariku bagaimana menjalani hidup di dunia. Meski aku hanya anak dari seorang penjual cilok, tapi aku bisa berhasil lulus dengan ketegori terbaik. Pihak sekolah mengirimku kuliah di luar kota sehingga membuat kehidupan ini mulai berubah. Setelah usai mengenyam pendidikan di universitas tinggi akhirnya aku di dekatkan dengan jodohku. Dia adalah Mas Darwin. Kami menikah setahun silam sebelum ayah meninggal. Mas Darwin bekerja sebagai guru di sebuah madrasah, sedangkan aku bekerja di salah satu perusahaan di pusat kota.

Singkat cerita. Setelah kepergian ayah, Ibu tiriku mulai bertingkah aneh. Penampilannya berubah drastis. Baju minim bahan, make up tebal, dan bibir merah merona. Tidak hanya itu beliau juga sering keluar pagi buta lalu pulang ketika tengah malam. Banyak tetangga mengisukan bahwa beliau adalah pekerja komersial. Semua hinaan terus menimpa keluarga kami, tapi apa dayaku hanya seorang anak tiri. sekedar mengingatkan saja aku pun tidak berani.

Brug......

Dari bilik sebelah terdengar suara benda jatuh membuat tidurku kembali terusik. Entah suara apa lagi itu, tentu sangat menggangu waktu istirahat.

Mencoba menutup telinga adalah hal yang kerap kulakukan setiap hari. "Sebenarnya apa yang sedang dia lakukan? Berisik sekali" sembari menekan bantal di telinga.

Mas Darwin melingkarkan tangannya memeluk erat tubuhku "Jangan hiraukan itu lebih baik kita..." Bisik mas Darwin sembari menyapu ujung telinga. Sekarang aku tidak bisa melayani hasrat suamiku sebab terlalu lelah bekerja. Terpaksa aku menolaknya dengan lembut "Maafkan aku mas tapi tidak untuk malam ini"

Melihat wajah mas Darwin begitu kecewa membuatku tidak enak hati. Dalam berhubungan suami istri harus di lakukan atas dasar suka sama suka, jika salah satu ada yang tidak berselera maka tidak akan mencapai kesenangan. "Lagi lagi kamu menolakku" mas Darwin mulai kesal kemudian membelakangiku. Melihatnya begitu kecewa membuat hati tidak tega. Ku usap lengannya sembari berkata "Maafkan aku, mas. Lain waktu saja ya mas badanku capek sekali...." berusaha merayu mas Darwin meski itu tidaklah mudah.

"Lupakan saja. Cepat tidur sudah malam..." Melepas tanganku dengan kasar.

"Mas jangan merah begitu, malam ini badanku benar-benar capek sekali. Banyak kerjaan di kantor, pengen cepat istirahat. Tolong mas ngertiin bagaimana kondisiku...." Mas Darwin tetap saja diam. Tak mau ambil pusing aku pun mulai kembali berbaring di dekatnya.

Beberapa saat kemudian aku merasakan ngantuk berat lalu memejamkan mata.

"Dia sudah tertidur sekarang saatnya beraksi...." Perlahan Darwin turun dari ranjang dengan berjingkrak pelan keluar kamar. Senyumnya mulai mengembang ketika melihat pintu kamar sebelah sedikit terbuka. Perlahan Darwin mengintip ke dalam kamar nan gelap tersebut. Mendengar suara pria dan wanita saling berpacu dalam kenikmatan, membuatnya senang sekali. Setiap malam Darwin mencuri waktu sekedar mengagumi tubuh wanita paruh baya yang tidak lain adalah ibu mertuanya. Tubuh sintal berisi yang ketap memperlihatkan bongkahan kedua gunung kembar itu mencuri perhatian Darwin sejak pertama menginjak rumah ini.

Tak lama kemudian lampu kamar menyala. Darwin terkejut melihat sosok pria yang bersama ibu mertua ternyata adalah suami dari tetangga sebelah rumah. Sekarang Darwin tau bahwa mertuanya suka bercocok tanam dengan suami orang tanpa memikirkan bahaya mengancam.

"Terima kasih sayang" Pak Dono mencium pipi Marni setelah mereka saling berpacu dalam keindahan malam. Keringat bercucuran membanjiri tubuh keduanya.

Marni membalas ciuman itu dengan manja. "Lain kali jangan cuma sekali atau dua saja, tiga kali pun aku pasti sanggup kok...." Sambil menyentuh dada bidang sang pria.

Melihat adegan itu membuat Darwin panas dingin. Nafasnya terdengar menderu dan nampak keringat dingin mulai bertaburan di wajah. Sudah lama Darwin tertarik pada tubuh Marni. Usia tidak membuat hasrat seseorang berkurang, justru semakin bertambah usia semakin besar pula hasrat dalam dirinya.

Pyar...

Tanpa sengaja Darwin menjatuhkan vas bunga dekat kamar Marni.

"Apa itu? Mas Dono cepat pergi lewat jendela, cepat" Marni segara menyuruh Dono pergi sebelum ada yang melihat mereka.

Menarik nafas lalu merapihkan rambut "Nak Darwin....kenapa malam begini masih di luar?" tanya Marni sembari menatap wajah sang menantu. Darwin terlihat begitu gugup sampai terbata bata "Anu....itu, bu, tadi mau ambil minum eh nggak sengaja nabrak vas bunga punya ibu. Maaf ya buk besok saya perbaiki vas bunganya"

Marni menyentuh lengan Darwin "Tidak masalah hanya vas biasa, biarkan saja. Lebih baik kamu cepat masuk kamar nanti Rika mencarimu" Sambil tersenyum manis.

Ketika sentuhan lembut menyentuh lengan Darwin merasakan sesuatu yang berbeda.

"Ah....maaf ibu tidak bermaksud apa-apa. Kalau begitu ibu masuk dulu ya, kamu cepat istirahat besok harus kerja kan"

Tatapan mata Darwin mulai tertuju pada bongkahan gunung kembar itu. Mata terus melototi keindahan tuhan dengan sesekali menelan saliva. Jika di banding dengan wanita sebaya beliau, jelas tubuh sang mertua masih terlihat indah di pandang. Begitu sintal dan mulus. Wajar saja kalau tubuhnya indah. Marni suka merawat tubuhnya dan beberapa kali dalam seminggu melakukan perawatan.

"Astaga jantungku berdetak kencang sekali...." lirih Darwin sambil mengusap dada.

Marni pun segara menutup pintu kamar. Darwin masih teringat bagaimana keindahan itu membuatnya mulai tergila gila.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status