Dunia Reihan mendadak menyempit. Gedung kampus dan bangku-bangku ruang kelas serta kutu-kutu huruf bacaan berubah menjadi bantalan kapuk dan selimut tebal saja. Tak bisa dia keluar, selain untuk pergi ke kamar mandi. Sekali berdiri tubuhnya serasa akan kembali roboh. Pikiran tentang Adelia mendadak lenyap, tentang Mawar padam, tentang masalah keburukannya hilang sesaat. Yang di otaknya hanya rasa sakit dan sakit. Dia tak habis pikir kenapa bisa tubuhnya sampai selemas kapas basah yang tak bisa terbang ketika dihembuskan angin. Wajahnya seolah akan kehilangan ketampanannya, lantaran airmuka pucat membiru membuat penampakan parasnya memburuk. Badannya panas dingin, serasa dimasukan ke dalan oven lalu dibekukan ke dalam kulkas. Berkali-kali batuk, dan itu amat menyiksa dadanya. Entahlah! Dia hanya mampu pasrah dengan keadaannya. Berharap ada kebaikan yang mau menolongnya.
Menghubungi Nyonya Finda, seolah tidak mungkin karena dia bertekad tidak ingin pulang. Justru ka
Ini sudah kesepuluh kalinya Dewa menggoyang-goyangkan tubuh Mawar agar sadar. Dia pun hanya bisa menyeka peluh di dahinya lantaran usahanya tak membuahkan hasil. Refan duduk di samping tubuh kakaknya yang malang. Tak henti-hentinya dia membendung sungai duka yang terus dimuarakan ke dagunya. Rasa sakit hatinya semakin menembus palung jantung ketika harus menghadapi kenyataan yang lebih pahit. Mawar tak sadarkan diri."Kak Mawar, bangun! Maafkan Refan,""Refan, kakakmu punya penyakit dalam?" tanya Dendi simpati dengan wajah yang serius. Baru beberapa jam dia bertemu dan mengenal anak itu, namun dirinya sudah bisa memahami keadaan mereka berdua. Ditambah cerita singkat yang diberitakan oleh Dewa tadi. Hati Dendi pun semakin miris kepada Mawar. Tak menyangka wanita secantik itu rela menjual kehormatannya demi pendidikan adiknya. Menakjubkan!"Kamu jangan marah sama kakakmu ya, Fan? Kakakmu begini untuk berjuang demi kamu, dulu aku pun
Dewa menyetir ke arah kota. Dia tak mau memperunyam masalah lagi kalau sampai Refan tahu Mawar hamil. Laju mobilnya dipacu cepat sekali. Sampai di pertigaan sebelum Bandongan dia berhenti sejenak mengisi bensin. Entah mengapa saat itu pikirannya melayang ke hati Chika dan kakaknya, Reihan. Dia khawatir sekali jika Chika sampai jatuh hati dengan Edvin, kawannya. Tapi apakah iya dia harus mengorbankan mimpinya demi kebahagiaan egonya sendiri. Lagi-lagi kenapa masalah semakin menumpuk? Mawar hamil dan pingsan, sudah begitu ternyata dia saudaranya Refan? Campur lagi masalah Reihan dari kemarin yang tidak pulang, oh Tuhan! Otaknya serasa mau meledak. Ini bukan lagi hanya perang batin, perang otak pun bermain. Dua bulan lagi dia akan menghadapi ujian nasional. Les ketat pasti akan segera ditanamkan pada kelas tiga. Sebenarnya les sudah dimulai dari kemarin-kemarin, hanya saja dia jarang ikut. Cuek dan tak mau tahu materi pelajaran ujian."Apakah aku bisa mengindahkan ma
Reihan masuk UGD. Di dalam sana dia sedang ditangani oleh dokter-dokter handal. Masker oksigen dipakaikan ke hidungnya, jarum infus ditusukkan ke lengan kirinya. Pakaiannya diganti dengan pakaian khas orang sakit, alias seragam rumah sakit. Zafan dan Adelia duduk di kursi tunggu. Mereka berdua cemas dan panik. Tak menyangka jika Reihan akan masuk ke ruang UGD. Tadi Zafan sempat bertanya kepada suster kenapa Reihan dimasukkan ke UGD, suster belum bisa menjawab."Ibunya Reihan sudah tiba di Magelang belum?""Katanya sih masih di perjalanan. Setengah jam lagi sampai,"Jawaban Zafan sukses membuat bibirnya berbentuk huruf O. Adelia beranjak dari tempat duduknya. Dia ingin keliling rumah sakit. Bosan sekali menunggu sesuatu yang belum jelas kepastiannya. Kapan dokter keluar dan sebenarnya Reihan kenapa. Dia sungguh khawatir bahkan sedih temannya seperti itu, tapi kesedihannya lebih parah ketika memorinya mengingat masa lalu yang am
Keadaan Mawar sudah cukup membaik. Dokter memberikannya satu suntikan. Obat penenang dan vitamin diberikan kepadanya. Mawar telah sadar ketika Dokter kembali pulang. Namun bibirnya terkunci rapat-rapat. Matanya hanya memandang Refan yang menunggu di sampingnya. Bola mata nan menyembunyikan penyesalan amat dalam. Emosinya padam. Dewa yang masih di rumahnya tak ditanggapinya. Lengang! Suasana di rumah itu hening. Hanya kaya tatapan-tatapan hampa."Dewa! Lo nggak bawa hape?" Dendi memecah keheningan ruang bambu itu.Pemuda yang sedang pusing karena banyak masalah itu menggeleng lesu."Bagaimana kalau ada sms penting seperti ini?" Dendi menyodorkan hapenya ke wajah Dewa. "Baca! Seharusnya hape itu jangan sampai ketinggalan apalagi nggak dibawa,"_Chika_"Den! Kamu tahu Dewa di mana nggak? Tadi ibunya sms katanya Kak Reihan masuk rumah sakit umum Magelang, kalau kamu tahu dia suruh langsung ke sana.
Reihan masuk UGD. Di dalam sana dia sedang ditangani oleh dokter-dokter handal. Masker oksigen dipakaikan ke hidungnya, jarum infus ditusukkan ke lengan kirinya. Pakaiannya diganti dengan pakaian khas orang sakit, alias seragam rumah sakit. Zafan dan Adelia duduk di kursi tunggu. Mereka berdua cemas dan panik. Tak menyangka jika Reihan akan masuk ke ruang UGD. Tadi Zafan sempat bertanya kepada suster kenapa Reihan dimasukkan ke UGD, suster belum bisa menjawab."Ibunya Reihan sudah tiba di Magelang belum?""Katanya sih masih di perjalanan. Setengah jam lagi sampai,"Jawaban Zafan sukses membuat bibirnya berbentuk huruf O. Adelia beranjak dari tempat duduknya. Dia ingin keliling rumah sakit. Bosan sekali menunggu sesuatu yang belum jelas kepastiannya. Kapan dokter keluar dan sebenarnya Reihan kenapa. Dia sungguh khawatir bahkan sedih temannya seperti itu, tapi kesedihannya lebih parah ketika memorinya mengingat masa lalu yang am
"Benarkah kau Ovan yang tersesat di Borobudur?"Ovan diam tapi isakannya semakin keras."Kak Intan!" seruan Caca dari atas ranjang. Anak itu telah duduk sambil mengucek-ngucek matanya. Dewa langsung melangkah maju. Dia menyambut Caca dengan senyuman indah. Tak diurus masalah Adelia dan Ovan yang sedang mengharu biru. Itu pasti pertemuan dengan kekasih yang telah lama hilang. Begitulah tebaknya. Tapi iyakah? Bukankah umur mereka jauh berbeda. Entahlah, rindunya kepada Caca membuatnya malas mengurusi masalah Ovan dan Adelia."Kak Dewa? Caca mimpikah?" gumam Caca sambil menepuk-nepuk pipinya. Anak itu semakin kelihatan lucu jika seperti itu. Intan berdiri menghampiri Caca. Agus masih tetap dalam posisinya. Matanya tertuju pada gorengan yang berserakan di atas lantai.Ovan mengamati paras Adelia. Wajahnya tak jauh berbeda dari Kak Lia yang dulu. Bedanya kalau dulu masih kelihatan lugu dan lucu. Sekarang Adelia y
Fajar di langit sebentar lagi menampakkan hidupnya. Bintang tak lagi berkelap-kelip. Kabut menyelimuti. Bahkan senyum sabit yang tadi cerah hanya tampak remang-remang di balik kabut. Embun-embun di dedaunan perlahan meneteskan butir-butirnya ke bumi. Malam sebentar lagi berakhir, tapi mengapa waktu tak mengizinkan luka di batin Ovan tersembuhkan. Di tempat itu, berhadapakan dengan tanaman-tanaman. Dia, mengadu perasaannya berteman kabut di langit. Airmatanya menitik satu butir, dua butir, lalu jutaan butir. Di belakangnya berdiri Adelia yang sesenggukannya tak usai pula. Ke dua saudara itu telah terkubur dalam emosi. Saling merindu, namun sepihak menyimpan luka. Ingin memeluk, tapi... apakah iya Ovan mau dipeluk?"Maaf! Maafkan Mama dan Papa yang tidak bisa menemukanmu, tapi kami sudah berusaha, Ovan!" rintih Adelia dengan suara parau."Kami sangat merindukanmu, Ovan..." pelan Adelia menarik lengan Ovan. Dia menggenggam ke dua-duanya.
Kebahagiaan itu harus segera sampai di telinga Papa dan Mama. Mereka pasti akan menangis haru. Setelah perjuangan yang dianggap mereka berdua berhasil nihil, malah berbalik dugaan. Buah hati yang selama ini dicari-cari akan segera mendekap mereka erat-erat. Membayangkan pertemuannya saja sudah sampai ingin menangis darah. Apalagi jika menjadi kenyataan. Keluarga yang dulu pernah retak, akan kembali utuh. Kasih sayang mampu diutarakan seutuhnya tanpa menanti-nanti orang lain menemukan sekeping hati yang telah hilang."Tapi aku ingin memberi kejutan." Ungkap pemuda berambut cepak yang kini telah berpakaian rapi dan bersih. Kaos distro putih serta celana jins hitam. Rambutnya juga ditata menggunakan gatsby. Wajahnya sudah dicuci bersih oleh salon. Ovan! Yah tepat sekali dialah pemuda itu.Sehabis pertengkaran menjelang fajar itu, Adelia mengajak adiknya jalan-jalan. Sejenak dia lupakan masalah kehidupan suram Ovan. Dia tidak ingin bersedih ha