Part 7"Sayang, Mas berangkat kerja dulu. Jaga diri kamu baik-baik di rumah. Nanti, kalau ada apa-apa dengan kandunganmu, langsung hubungi nomor ponsel Mas, ya, Sayang," ucap Malik pada istrinya."Iya, Mas. Jangan lupa nanti roti paratanya langsung dimakan kalau Mas sudah sampai di rumah sakit.""Siaap, Sayang ...."Sebelum pergi, Malik mencium kening istrinya dengan lembut. "Assalamu'alaikum, Sayang ....""Wa 'alaikumus-salam. Hati-hati, Mas ...."Perlahan Pajero hitam itu meluncur meninggalkan pelataran rumah Madina. Malik mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia merasa sangat bersalah pada sang istri karena ini adalah pertama kalinya dia berdusta pada teman hidupnya tersebut.Pria itu tampak menghela napasnya pelan. "Maafkan Mas, Madina. Percayalah, rasa cinta yang Mas miliki di dalam hati hanyalah untukmu seorang, Madina."Setibanya di halaman rumah sakit, dokter spesialis bedah itu memarkirkan kendaraan roda empatnya di tempat parkir khusus untuk para dokter yang bekerja
Part 8Tolong, tolong ... tolong!" teriak wanita itu lemah. Dia terlihat sudah tidak berdaya. Keadaan wanita itu terlihat mengenaskan dengan baju atasan yang sudah terkoyak karena ulah dari tiga pria berbadan besar yang masih berusaha menodainya."Lepaskan wanita itu!" ucap Malik tajam pada tiga pria di depannya."Ada jagoan rupanya. Jangan coba-coba mengganggu kesenangan kami! Hei, anak muda! Lebih baik, pergi saja dari hadapan kami!" peringat pria berkepala plontos itu tajam pada Malik. Pria tersebut adalah salah satu gerombolan dari tiga pria berbadan besar yang masih berusaha menguasai tubuh indah wanita itu.Malik sendiri, selain sosok pria yang ramah dan baik, ia juga pandai dalam ilmu bela diri. Malik tak memiliki perasaan takut pada sesama manusia. Baginya yang pantas ditakuti hanyalah Allah Sang Maha Segalanya. Dalam waktu dua puluh menit, Malik sudah berhasil menumbangkan ketiga pria tadi. Para berandal itu sudah tidak berdaya di hadapannya. Ada dua pengendara ojek online m
Part 9"Mbok, saya pamit pulang dulu. Nanti kalau ada apa-apa dengan Jihan, Mbok Yati bisa langsung menghubungi nomor telepon saya.""Enggih, Den Malik. Terima kasih karena Den Malik sudah menolong dan masih peduli dengan Non Jihan.""Sama-sama, Mbok. Assalamu’alaikum," ucap Malik santun pada wanita paruh baya di hadapannya."Wa ‘alaikumus-salam."Mobil Malik langsung meluncur membelah jalanan ibu kota yang tampak sepi menuju rumahnya. Dalam waktu setengah jam, dia sudah sampai di rumahnya. Setelah memastikan semuanya aman, dengan gerakan pelan Malik membuka pintu rumah menggunakan kunci cadangan yang selalu dibawanya ke mana pun pergi.Sebelum naik ke lantai atas, Malik mencuci tangannya terlebih dahulu. Setelah itu, dia langsung menapakkan kedua kaki panjangnya menaiki undakan anak tangga menuju ke lantai atas. Setibanya di lantai atas, lalu Malik membelokkan langkahnya menuju ke kamar utama. Setelah menutup pintu kamarnya dengan perlahan, Malik mengedarkan pandangan, mencari kebera
Part 10"Bu Madina kritis, Dok," jawab Dokter Fani penuh sesal dan sangat iba. "Saya ikut bersedih dan juga turut berduka atas apa yang telah terjadi pada Bu Madina. Anda yang sabar, ya, Dok. Kita doakan agar Bu Madina bisa secepatnya melewati masa kritisnya." "Maafkan Mas, Sayang. Semuanya salah Mas," ucap Malik seraya terisak. Pria itu terlihat sangat hancur."Kami akan memindahkan Bu Madina ke ruangan perawatan. Silakan kalau Dokter Malik ingin melihat dan menggendong putra Dokter terlebih dahulu. Bayi itu sangat tampan seperti Anda, Dok, tapi Allah lebih menyayangi putra Anda, Dok.""Iya, Dok. Terima kasih, Dokter Fani.""Satu lagi, Dok. Akibat benturan kuat saat Bu Madina terjatuh, rahim istri Anda mengalami luka dan kemungkinan akan membutuhkan waktu agak sedikit lama untuk memulihkannya. Jika Bu Madina ingin hamil kembali, minimal harus menunggu waktu selama satu tahunan setelah pasca pemulihan. Karena risiko keguguran di kehamilan Bu Madina berikutnya akan lebih besar dari ke
Part 11Sebelum pergi ke rumah Malik, Jihan memutuskan singgah terlebih dahulu di pemakaman di mana putra dari pria yang sangat dicintainya dikebumikan."Kamu yang tenang di sana, ya, Baby. Tante janji sama kamu, Baby Yazid, setelah ini hanya akan ada senyum bahagia menghiasi wajah tampan ayahmu. Itu janji Tante sama kamu, Baby," ucap Jihan seraya menaburkan kelopak bunga mawar di atas pusara almarhum Muhammad Yazid Ilmany, sesekali dia menghapus cairan bening di sudut matanya. "Tante pergi dulu, ya, Baby. Kapan-kapan Tante akan datang ke sini lagi." Dua puluh menit kemudian, Jihan sudah tiba di rumah Madina. Rumah yang tampak asri, dengan halaman cukup luas dan dilengkapi sebuah taman yang dihiasi berbagai jenis bunga-bunga indah. "Maaf, Ibu sedang cari siapa di sini?" tanya ramah satpam yang berjaga di depan gerbang rumah Madina."Ini benar rumahnya Dokter Malik, kan, Pak?" tanya balik wanita yang pagi ini mengenakan abaya hitam senada dengan pasmina yang menutupi kepalanya."Bena
Part 12"Wa ‘alaikumus-salam. Mbak?" tanya Madina dengan suara lemah. Dia merasa pernah melihat sosok wanita cantik yang sedang berdiri dengan gaya anggun di hadapannya."Saya, Jihan, Mbak. Lebih tepatnya Dokter Jihan, dokter spesialis bedah sama seperti suami Mbak, Mas Malik," jawab Jihan penuh percaya diri. "Saya ikut bersedih atas musibah yang Mbak Madina alami. Mbak yang sabar, ya. Cepat sembuh, Mbak. Semoga nanti Allah kembali memberikan kepercayaan lagi pada Mbak Madina dan juga Mas Malik, menitipkan amanah dari-Nya di dalam rahi—"Dengan cepat Bu Aisyah memotong ucapan wanita muda yang dahulu pernah menjadi tunangan putra tercintanya. Bahkan Bu Aisyah sudah menganggap wanita itu dan menyayangi Jihan seperti selayaknya putri kandungnya sendiri. Namun, dengan tega Jihan memutuskan ikatan pertunangannya dengan sang putra. "Jihan. Yuuk! Lebih baik, kita keluar dulu dari sini. Ada banyak pertanyaan yang mau Umi tanyakan kepada kamu. Kita berikan ruang privasi untuk mereka berdua. B
Part 13"Umii!" Dengan cepat Jihan menangkap tubuh Bu Aisyah ke dalam pelukan."Uminya Malik, kamu kenapa, Sayang?" tanya Pak Ibrahim cemas sembari menenangkan Lydia yang tiba-tiba saja menangis dalam gendongannya."Lho, Nak Jihan? Jadi, tadi kamu yang sedang berlutut di depan uminya Malik?""Iya, Abi," sahut Jihan seraya mendaratkan bokong di kursi yang letaknya tepat di depan ruang perawatan Madina, lalu dengan hati-hati wanita itu membaringkan tubuh Bu Aisyah dan membawa kepala ibunya Malik berbaring di atas pangkuannya. "Sebaiknya, kita panggil dokter saja, Nak Jihan. Abi takut uminya Malik kenapa-napa," ucap Pak Ibrahim panik ketika menatap wajah pucat sang istri."Abi enggak usah khawatir, Bi. Di sini sudah ada saya, Bi. Saya juga seorang dokter, sama seperti Mas Malik. Umi Aisyah baik-baik saja, beliau cuman pingsan biasa. Mungkin beliau syok saat melihat suster dan juga Dokter Fani berlari ke dalam ruang perawatan Mbak Madina. Jadi, Abi enggak usah khawatir atau pun cemas," t
Part 14Tok-tok-tok!!“Non, Non Jihan kenapa? Buka pintunya, Non. Ini Mbok bawakan makan siang untuk Non Jihan, pasti Non belum makan, kan, Nduk?” Di luar kamar, dengan sabar Mbok Yati berulang kali mengetuk-ngetuk pintu kamar Jihan.“Iya, sebentar, Mbok,” sahut Jihan seraya menghela napas panjang, lalu bangun dari pembaringan dan melangkah ke arah pintu. Setelah membuka pintu, Jihan kembali menghempaskan tubuhnya di atas ranjang.“Ini makanannya, Mbok taro di atas meja kerja kamu, ya, Nduk. Dimakan sekarang aja, Nduk, mumpung lauknya masih hangat, baru matang, lho, Nduk. Mbok sengaja masak lauk kesukaan Non Jihan yaitu ayam kecap pedas,” ujar Mbok Yati lembut dengan menampilkan senyum teduh di bibir sambil menatap Jihan yang tampak sedang tidak dalam keadaan baik.“Saya enggak lapar, Mbok. Saya lagi enggak kepengin apa-apa,” sahut wanita berlesung pipi itu dengan nada malas kepada wanita paruh baya yang sudah menjaga dan membesarkan dirinya.“Harus dipaksain, Nduk. Kalau enggak begit