Part 33"Assalamu'alaikum ...."Yusuf yang sedang menundukkan wajah di depan ruang perawatan VVIP, langsung mengangkat wajahnya ketika mendengar suara lembut seorang wanita yang sangat dia kenal. "Wa'alaikum salam, Jihan? Ini beneran kamu, kan, Ji?""Iya, Mas. Mas Yusuf apa kabar? Bagaimana keadaan Om Hasan, Mas?" tanya Jihan terdengar sangat cemas, seraya menatap wajah murung Kakak sepupunya. "Tadi Ayah sempat kolap lagi dan detak jantungnya sempat berhenti, oleh karena itu Mas nggak bisa menjemput kamu ke bandara. Maaf, ya, Ji," ucap Yusuf lirih. "Alhamdulillah, sekarang keadaan Ayah sudah kembali stabil seperti sebelumnya. Di dalam masih ada Dokter yang sedang memeriksanya.""Alhamdulillah." Jihan tampak lega setelah mendengar jawaban dari Yusuf. Wanita berparas jelita itu baru tiba di Jakarta sekitar satu jam-an yang lalu, setelah menempuh perjalanan lewat jalur udara. Dengan menggunakan kendaraan burung besi, dari Jogja langsung terbang ke ibukota. Perjalanan yang mereka lalui
Part 1Kehadiran sosok pria berparas tampan, Malik Alfatih, di dalam hidup Madina telah berhasil menyembuhkan goresan luka di dalam hati wanita beranak dua itu. Wanita berwajah oval nan teduh dan bermata bulat tersebut sudah bisa merasakan kembali kedamaian dan rasa bahagia di dalam hidupnya. Madina sangat bersyukur kepada Allah karena dipertemukan dengan sosok suami yang baik seperti Malik. Madina berharap, pernikahannya yang kedua ini bisa kekal hingga ke jannah-Nya, meski dia masih sedikit menyimpan trauma di dalam dada. Ya, trauma tentang kegagalan rumah tangganya bersama Farzan, pria di masa lalunya. "Mas, apa enggak bisa ditunda dulu perginya?" tanya Madina seraya menampilkan raut sendu di wajah ayunya. Dia tampak merajuk manja pada suaminya. "Enggak bisa, Sayang. Mas cuma seminggu, kok, di sana. Jangan cemberut gitu, dong! Mas jadi semakin bertambah gemas melihat kamu merajuk seperti ini, Dina," jawab Malik sangat lembut. Dia duduk samping Madina, lalu langsung menarik tubuh
Part 2Sudah genap seminggu, Malik pergi seminar ke Kalimantan. Selama seminggu berada di sana, pria berhidung mancung itu cuma beberapa kali memberi kabar pada Madina. Keesokannya, Madina kembali mencoba menghubungi nomor ponsel pria tercintanya, tetapi masih belum juga aktif. Perasaan khawatir pun terus melanda hati ibu beranak dua tersebut."Umi, Mi,” panggil Akbar pada sang ibu yang tampak tengah melamun. Madina tersadar dari lamunannya. Sekarang, dia sedang menemani Akbar di dalam kamar milik sang putra tercinta. Akbar, putranya, meminta kepada Madina untuk menemaninya tidur."Iya, Sayang. Kenapa putra Umi, hmm?" tanya Madina penuh kasih sayang pada putra pertamanya."Umi sedang merindukan Abi, ya, Mi? Akbar juga sama, Mi, rindu sama Abi. Kapan Abi pulang, Mi? Akbar rindu salat berjamaah dan juga mengaji ditemani oleh Abi lagi, Mi," cerocos Akbar penuh harap pada Madina."Insyaallah, kemungkinan besok Abi pulang, Nak. Ya, sudah, sekarang Abang tidur dulu, ini sudah malam, Nak. B
Part 3Malik melambaikan tangan pada kendaraan yang telah mengantarkannya pulang, ke tempat di mana ada keluarga kecil yang sangat dia cinta. Lengkungan senyum di bibir Malik makin lebar. Dia sudah tidak sabar ingin segera bertemu dan memeluk wanitanya. Rasa rindu sudah sangat membuncah di dalam dada, Malik mengayunkan langkahnya cepat."Assalamu’alaikum, Sayang," ucapnya riang.Madina yang masih sedikit dikuasai oleh perasaan cemburu, terpaksa harus menyambut kedatangan sang suami. Karena dia pun sama, sangat merindukan calon ayah dari anaknya, pria yang dia cintai karena Allah. "Wa 'alaikumus-salam," jawab Madina datar, lalu dia mencium punggung tangan suaminya dengan takzim. Setelah itu, dia merasakan kecupan mesra di kening dan juga hidung mancungnya."Mas sangat merindukanmu, Sayang. Bidadariku, calon umi dari anakku," bisik Malik lembut pada istrinya, lalu dia mendekap tubuh wanitanya. Rasa lelah dari perjalanan jauh, hilang seketika setelah melihat wajah cantik sang istri. "S
Part 4Usai menyatu raga, Malik membawa tubuh sang istri tidur ke dalam dekapan. Madina pun tidak bisa menolaknya, rasa cemburu yang sempat dia pendam di dalam dada menguap seketika, setelah ritual indah mereka pagi ini. "Tidurlah, Sayang. Kamu butuh istirahat yang cukup. Maafkan suamimu ini, ya, karena sudah membuatmu kelelahan," ucap Malik lembut pada sang istri. Setelah mengucap kata itu, Malik mendaratkan kecupan penuh cinta di kening wanitanya."Hmm," gumam Madina singkat.Tiga puluh menit kemudian, akhirnya mereka berdua terlelap bersama. Tepat pukul satu siang, Malik terjaga dari lelapnya karena mendengar suara nada dering ponsel pintar miliknya yang tergeletak di atas nakas. Gegas Malik meraih benda pipih tersebut, lalu menekan tombol hijau untuk menjawab panggilan karena Malik tidak ingin waktu jam istirahat wanitanya terganggu.[“Assalamu’alaikum, iya, halo. Kenapa, Jihan?”]“....”[“Insyaallah bisa. Secepatnya saya akan datang ke rumah sakit. Dalam waktu setengah jam, say
Part 5Suara bel rumah terdengar nyaring. Madina yang kebetulan sedang berada di dapur membantu Bibi memasak pun langsung mencuci tangannya terlebih dahulu, sebelum dia beranjak ke sumber suara."Biar aku saja, Bik, yang membukanya," ucap wanita hamil itu lembut pada Bik Nani. Setelahnya, Madina langsung mengayunkan kedua kaki jenjangnya menuju ke ruangan depan untuk membukakan pintu. Setelah pintu terbuka, Madina mengukir senyuman di bibir mungilnya seraya menatap wajah cemberut sang putra dalam gendongan ayahnya."Assalamu'alaikum, Madina ...." "Wa ‘alaikumus-salam, Mas. Alhamdulillah putra Umi sudah pulang," jawab Madina ramah pada pria masa lalunya. Setelah itu, Akbar turun dari gendongan Farzan, lalu menyambut uluran tangan sang ibu untuk dicium dengan takzim. "Masyaallah, salehnya putra Umi. Abang kenapa, Nak?" tanya Madina seraya mengelus lembut pipi tembam sang putra tercinta. "Dia ketiduran tadi di dalam mobil, Dina. Oleh sebab itu, Mas sengaja menggendong putra kita. Mu
Part 6Sepanjang malam, sepasang netra teduhnya enggan terpejam. Madina masih terus memikirkan sang suami di sana. Pria tercintanya belum kunjung pulang ke rumah. Hati Madina masih terasa sesak kala mengingat sang suami terdengar begitu mengkhawatirkan wanita lain selain dirinya. Akan tetapi, Madina mencoba untuk tidak berprasangka buruk pada Malik.Mungkin saja wanita itu adalah salah satu pasien yang sedang suaminya tangani. Semalam hanya sepintas dia mendengarnya karena setelah itu sang suami langsung memutuskan sambungan telepon darinya secara sepihak. Madina sudah berusaha kembali menghubungi nomor ponsel Malik, tetapi hasilnya nihil dan sudah tidak aktif. "Sayang, kamu adalah buah cinta Umi dan juga Abi. Sekarang, waktunya Umi salat dulu, kita doakan abi kamu, ya, Nak. Semoga abi kamu selalu dalam lindungan Allah, selalu ingat kita yang ada di rumah terus menunggu kepulangannya," ucap Madina pada sang buah hati yang masih di dalam kandungnya. Madina membelai lembut perutnya se
Part 7"Sayang, Mas berangkat kerja dulu. Jaga diri kamu baik-baik di rumah. Nanti, kalau ada apa-apa dengan kandunganmu, langsung hubungi nomor ponsel Mas, ya, Sayang," ucap Malik pada istrinya."Iya, Mas. Jangan lupa nanti roti paratanya langsung dimakan kalau Mas sudah sampai di rumah sakit.""Siaap, Sayang ...."Sebelum pergi, Malik mencium kening istrinya dengan lembut. "Assalamu'alaikum, Sayang ....""Wa 'alaikumus-salam. Hati-hati, Mas ...."Perlahan Pajero hitam itu meluncur meninggalkan pelataran rumah Madina. Malik mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia merasa sangat bersalah pada sang istri karena ini adalah pertama kalinya dia berdusta pada teman hidupnya tersebut.Pria itu tampak menghela napasnya pelan. "Maafkan Mas, Madina. Percayalah, rasa cinta yang Mas miliki di dalam hati hanyalah untukmu seorang, Madina."Setibanya di halaman rumah sakit, dokter spesialis bedah itu memarkirkan kendaraan roda empatnya di tempat parkir khusus untuk para dokter yang bekerja