Bu Tasya mengambil ponsel lalu menghubungi Marsya. "Hallo, Marsya kamu sedang apa?" tanya Bu Tasya yang sedang menghubungi Marsya, "kamu baik-baik saja, 'kan?"
"Marsya baik, Bu. Kenapa memangnya?" jawab Marsya.
"Kamu jangan bohong. Kamu mau menyembunyikan semuanya dari Ibu. Maafkan Ibu, ya! Ibu tidak bisa berbuat apa-apa buat kamu. Walaupun kamu sudah tahu kalau Ibu dan Bapak bukan orang tua kandungmu. Ibu tetap sayang sama kamu." Bu Tasya meneteskan air mata lalu mengusapnya.
"Ibu bicara apa, sih? Marsya baik-baik saja, kok. Benaran, Bu," kelit Marsya.
"Berarti gosip itu bohong?" tanya Bu Tasya.
"Gosip! Gosip apaan, Bu?"
"Ibu barusan lihat acara gosip di televisi. Tuan Reval Adrian Altezza suamimu, 'kan? Dia mau bertunangan sama Angel dan kamu ... kamu katanya hanya seorang pembantu di rumah tuan Reval. Itu pertanyaan dari salah satu wartawan dan Angel malah menjawab seperti itu. Nama kamu juga disebut sama Angel. Sementara suam
Marsya baru menyadari kalau dia sedang memarahi sang suami. "Maaf, Tuan saya tidak sengaja, keceplosan. Efek saya ketiduran jadi saya mengigau." Reval menghela napas panjang. "Aku mau mandi siapkan air hangat!" Reval melonggarkan dasinya. "Iya, Tuan." Marsya bangun dari duduknya. Reval memperhatikan Marsya yang sedang berjalan. "Dasar wanita aneh!" *** "Tadi siang kamu ngapain saja?" Reval naik ke atas ranjang dan mendekati istrinya. "Seperti biasa." Marsya memainkan ponselnya tanpa melihat ke arah Reval. "Seperti biasa apa? Aku, 'kan tidak tahu!" kesal Reval. "Nonton drama sama film." "Selain itu?" "Tidak ada." Marsya menyimpan ponselnya. "Yakin!" Reval membenarkan posisi tidurnya menghadap Marsya. "Iya," jawab Marsya, "terus, Tuan dari mana? Kenapa baru pulang jam segini?" "Aku ada perlu dulu sebentar." "Perlu apa?" "Jadi sekara
Marsya tidak percaya Reval mengatakan hal demikian. "Tuan tidak bohong, 'kan?" Reval malah diam ketika mendengar ucapan Marsya sambil menatapnya tajam. "Tuan kenapa? Saya, 'kan ... maaf, Tuan. Eh, emmm ... Reval. Maaf saya belum terbiasa." Marsya menundukkan kepalanya. "Kenapa kamu kaku sekali hanya mengatakan namaku saja. Kamu lebih suka panggil aku tuan! Aku ini suamimu," kesal Reval. "Iya, maaf. Aku, 'kan belum terbiasa." "Ya, sudah. Makanya dibiasakan dari sekarang. Kalau bisa panggil aku sayang." Marsya hanya tersenyum setelah mendengar ucapan Reval. *** Hari ini Reval libur ke perusahaannya karena akhir pekan. "Hari ini kita shopping dan nonton bioskop, besok kita ke pantai. Bagaimana?" Reval menoleh sesaat lalu fokus menyetir kembali. "Iya, Tuan ... eh, Reval. Maaf aku belum terbiasa," kata Marsya. Reval hanya bisa geleng-geleng kepala. Sebenarnya dia berharap Marsya memanggilnya sayang. Namun, ternyata sang istri malah memanggilnya nama. Ada rasa kecewa pada diri Reva
"Memang selama ini aku tidak baik sama kamu? Aku sudah tidak pernah marah, 'kan sama kamu. Aku berpikir karena kamu istriku. Jadi wajar aku baik sama kamu," jelas Reval, "kenapa kamu menanyakan hal ini?" lanjut Reval. "Ya ... aku cuma mau tahu saja isi hatimu. Kamu begini sama aku karena Angel selingkuh dari kamu, 'kan dan Angel ternyata hanya mengincar hartamu saja. Seandainya Angel tidak seperti itu, apa kamu akan baik denganku?" "Sudahlah! Ngapain kamu harus mempertanyakan ini semua. Yang terpenting aku sudah memenuhi kebutuhanmu. Ya, walaupun kamu tidak cinta sama aku. Tapi karena kamu istriku, aku harus memenuhi semua kebutuhanmu. Apalagi yang harus kamu pertanyakan." Marsya hanya bisa menghela napas. "Ternyata kamu tidak mencintaiku," batin Marsya. *** Marsya sedang memainkan ponsel di dalam kamar. Ponsel Reval berdering, dia kemudian menoleh ke arah nakas dan membiarkan ponsel itu berdering. Marsya tidak ingin sembarangan m
Hanya Marsyalah perempuan satu-satunya yang biasa saja terhadap dirinya. Dari awal mereka bertemu, di saat dirinya pertama kali bertemu Marsya. Masih terngiang-ngiang oleh Reval kalau Marsya menolak dirinya di saat dia mengajak Marsya menikah. Mereka pun sampai di rumah Reval. Di saat Marsya masuk ke dalam kamar tiba-tiba Bu Tasya menghubunginya. Marsya duduk di sofa lalu mengangkatnya. "Iya, Bu. Ada apa?" tanya Marsya. "Marsya. Bapakmu, Marsya," rengek Bu Tasya. "Bapak! Kenapa sama, Bapak?" "Bapakmu ngamuk-ngamuk di rumah sambil mabuk. Bapak nanyain kamu, Ibu takut Marsya." "Ya, ampun! Ya, sudah, Ibu tunggu ya, Marsya ke sana," ucap Marsya lalu menutup panggilan tersebut. "Ada apa?" tanya Reval yang sadari tadi memperhatikan Marsya. "Bapak ngamuk-ngamuk di rumah. Katanya Bapak nanyain aku," jawab Marsya. "Terus apa hubungannya sama kamu! Ingat dia bukan Bapakmu!" "Tapi aku kasihan sama Ibu. Gimana kalau terjadi apa-apa sama Ibu?" "Dia juga bukan Ibumu, 'kan? Ngapain kamu ng
Di rumah, Reval melarang Pak Jaya untuk menjemput Marsya. Dia ingin mengetahui keadaan Marsya. Dia berinisiatif untuk menjemput sang istri. Di saat Reval baru masuk ke dalam rumah orang tua Marsya. Dia mendengar suara Pak Bowo berteriak di ruang keluarga. Reval langsung berlari dan masuk ke ruangan tersebut. Reval melihat Pak Bowo sedang menarik tas selempang Marsya dan juga menampar pipi Marsya. "Anda sudah keterluan dengan istriku. Ingat, Anda tidak berhak minta apa pun kepada istriku! Sepeser pun aku tidak akan mengizinkan uangku di ambil oleh Anda. Camkan itu!" Reval menunjuk wajah Pak Bowo. "Tapi dia anak saya, Tuan, bukannya dia berhak memberi uang kepada orang tuanya," jawab Pak Bowo. "Oh, sekarang Anda mengaku anak sama Marsya dan Anda berani sekali menjawab omonganku. Bukannya Anda sudah menjual Marsya kepadaku. Jadi Anda sama sekali tidak berhak atas Marsya. Uang pun Anda tidak berhak memintanya kepada Marsya dan satu lagi Marsya buk
"Jadi kamu pergi sama Angel cuma mau tahu, apakah aku cemburu atau tidak? Sama sekali aku tidak cemburu. Silakan kamu pergi dengan Angel. Aku, 'kan cuma perempuan yang hanya pelunas hutang Bapak tiriku saja." Marsya melepaskan tangan Reval secara kencang lalu berjalan membelakangi Reval. Reval menyunggingkan senyumnya sambil melihat Marsya berjalan ke arah sofa. Sang suami langsung mengambil jam tangan dan memakainya. Dia kemudian berjalan meninggalkan Marsya lalu keluar kamar dan membanting pintu kamar. Marsya melonjak kaget di saat Reval membanting pintu kamar. "Asal kamu tahu, Reval. Aku cemburu. Tapi percuma aku mengatakan langsung sama kamu. Toh, kamu tidak cinta sama aku. Kalau kamu cinta sama aku, kamu tidak mungkin melakukan hal ini. Kamu pasti akan menjaga perasaanku. Tapi kamu malah kaya begitu." Marsya bermonolog sendiri. *** Reval sudah berada di pesta pernikahan Fadly bersama Angel. Wajah Angel begitu sumringah di saat dirinya ber
Di saat mabuk Reval malah mengingat Marsya. Angel membelalakkan matanya ketika Reval menyebut nama Marsya. Dia merasa di atas awan lalu terhempas lagi ke bumi karena yang disebut bukan nama dirinya."Berengsek!" Angel menampar pipi Reval lalu turun dari pangkuan Reval.Angel yang mendengarnya sangat kesal, dia duduk di samping Reval sambil menatap tajam ke arah Reval. Angel mengambil ponsel di atas meja lalu menghubungi Asisten pribadi Reval."Hallo, asisten Farhan. Kamu ke apartemenku jemput Reval ke sini!" marah Angel. Beberapa menit kemudian Farhan datang. "Urusin dia! Bisa-bisanya dia sebut nama pembantu di depan mukaku, sialan!""Maafkan Tuan Reval, Non Angel." Farhan menundukkan kepalanya lalu mengangkat badan Reval. ***"Kenapa, Tuan menyusahkan sekali. Malah mabuk di apartemen Non Angel." Farhan mendorong Reval ke dalam mobil."Marsya aku mencintaimu. Kenapa kamu tidak mencintaiku? Dasar pere
Reval kembali mengingat kejadian semalam. "Sialan! Kenapa nama istriku keluar dari mulutku?" Reval geleng-geleng kepala."mana aku tahu atau mungkin itu isi hati, Tuan yang sebenarnya. Katanya kalau orang mabuk selalu berkata jujur dan karena orang tersebut ...," kata Farhan dan tidak bisa melanjutkan kata-katanya.Reval sedang menatap tajam Farhan. Dia tidak ingin mendengar ocehan sang asisten yang sekaligus adalah temannya Reval. Reval langsung teringat Marsya, di saat dirinya marah dan membanting pintu kamar."Menurut kamu, Marsya suka sama aku atau tidak?""Kenapa nanya sama aku. 'Kan, Tuan yang sehari-harinya sama istri. Berarti tuan yang lebih tahu.""Aku cuma mau tahu saja dari penglihatan orang lain." "Menurut aku Non Marsya sepertinya ... Tuan langsung tanyakan saja sama Non Marsya. Aku tidak mau mengambil kesimpulan." Farhan menahan tawa."Gila kamu! Masa aku harus bertanya sama dia. Sudah tahu jawabannya. Dia