“Alex? Ada apa?” tanya Melani sambil berdiri.
Alex menatap tamu Melani dan duduk di samping dengan wajah penuh tanya. Melani mengerti raut Alex kemudian menjelaskan kedatangan petugas itu.“Oh, aku ngerti. Sebenernya aku menyayangkan kejadian ini, seharusnya hukum tidak bisa dibeli tapi kenyataannya emang begitu yang kita jalani sekarang. Di mana-mana juga begitu,” pungkas Alex sambil menyindir dirinya dan petugas itu.“Bentar aku bikinin surat pernyataan pembatalan tuntutan dulu yang ditujukan kepada pihak aparat penegak hukum. Mel, kamu yakin mau cabut pengaduan kamu? Kalo ini dicabut maka tuntutan menjadi batal secara hukum,” lanjut Alex.“Gak papa, Lex. Cuma aku minta dia jangan ada lagi di kota ini atau jangan pernah muncul di depanku , itu aja syaratnya,” tegas Melani.Alex segera membuat surat yang dibutuhkan dan ditandatangani oleh Melani. Alex mengatakan nahwa dirinya saja yang akan membawa surat tersebut“Bentar, kok itu mirip Riana ya?” gumam Candra.Candra memundurkan mobilnya dan memerhatikan sosok wanita yang dia yakini sebagai istrinya. Posisi wanita itu sedang membelakangi, sehingga menyulitkan untuk melihat wajahnya.Saat wanita itu berjalan menuju mobol miliknya, wajahnya tampak samar dan sekilas saja, Candra penasaran dan berencana turun untuk melihat dengan jelas.Akan tetapi niatnya urung katwna melihat seorang pria memakai topi dab masker yang masuk ke dalam mobil yang sama.“Sekilas mukanya bukan Riana sih, badannya aja mirip sih dari belakang. Ah, mikur apa aku sampe segitunya.” Candra merutuk dan melajukan kembali mobilnya.Sudah berjam-jam dia tidak tentu arah, akhirnya Candra singgah ke pom bensin dan mengisi bahan bakar.Pikirannya mengembara tak tentu arah, terkadang terbagi mencari Riana dan menuntutnya untuk mengembalikan uangnya, sisi lain memilih membuka usaha baru lebih kecil.
“Sana pergi! Bau banget aih ni orang, nantingak ada yang mau makan bakso di sini,” usir seorang pemuda.“Lapar, minta makan dikit aja,” ujar seorang wanita dengan suara lemah.Candra yang baru saja selesai memandu parkir sebuah mobil bergegas menuju temoat usahanya.“Ada apa ini, Rudi?” tanya Candra.“Ini nih, enak aja minta makan gratis. Bau banget lagi, nanti gak ada yang mau makan di sini, Pak,” jawab Rudi.“Sa-saya cuma mau minta makan, lapar,” ulang wanita itu kembali.Candra terkesiap dan mendekati wanita yang aroma tubuhnya sangat bau. Dia memandang wajah wanita tersebut dengan seksama, sambil memicingkan mata.Wanita tersebut menatap takut Candra dan segera menundukkan kepala dalam, dia memilin ujung bajunya. Suara perut yang keroncongan terdengar.“Riana? Ini kamu?” tanya Candra tidak percaya.Wanita itu menggeleng dan berlari meninggalkan tempat itu
“Hei, kamu kenapa, Riana!” seru Candra dengan wajah panik.Bu Murni mengambil tisu dan menengadahkan kepala Riana, lalu menyumbat lubang hidung dengan tisu.Tisu yang berwsrna putih kini berubah warna menjadi merah, Bu Murni segera mengganti kembali. Keadaan tersebut berulang selama lima menit.Candra diam dan menatap tajam wanita yang berada di depannya. Lelaki itu mencari sisa cinta kepada Riana yang baru saja ditemukan, ‘aneh, gak ada perasaan apapun,’ batin Candra.“Diminum dulu ini airnya.” Bu Murni memberikan segelas air.Dua menit kemudian Riana menguk air yang di berikan oleh Bu Murni hingga tandas.“Jadi waktu itu aku sebenarnya sering selingkuh gonta ganti laki-laki, aku juga selingkuh sama Tama. Laki-laki di hotel waktu itu ya si Tama, aku cari semua asetmu dan gadaikan ke rentenir kaya trus kabur sama Tama ke kota sebelah.”“Dua bulan semua teeasa indah dan aku terbuai sama bujuk rayu sama perlakuan dia di ranjang. Aku makin cinta sama suami sahabatku itu, hari itu aku nunt
“Boleh aku gendong? Eh, gak usah. Aku berkeringat dan kena debu, bau lagi,” ujar Candra.“Ah, ga papa kok. Namanya juga jagoan, gendong aja,” kata Juan.Juan mengambil putranya dari kereta dorong bayi dan menyerahkan kepada Candra. Bukan main bahagia Candra yang tampak dari wajahnya yang semringah.Mereka menuju sebuah cafe dan duduk di sana, Melani meninggalkan mereka dan berbelanja untuk kebutuhan mereka.“Sekali lagi makasih loh udah selamatkan anakku, Can. Oh ya, sekarang lagi sibuk urus usaha sekalian parkiran juga? Gigih kamu,” tutur Juan.“Begitulah, Juan. Kalian tampak bahagia dan harmonis, punya anak ganteng begini lagi.” Candra menyerahkan bayi lucu itu kepada Juan.“Sejak semua hartaku disita, aku pakai uang yang ada dan beli rumah mungil sederhana gak jauh dari sini. Aku sempat sakit kena radang paru-paru karena tidur sembarangan, aku tidur di lantai buka baju karena panas, aku gak beli A
Pagi ini wajah Candra tampak ceria, dia sudah tampak rapi juga bersih. Tidak lupa menyemprotkan parfum ke beberapa bagian tubuhnya.Senyum menghiasi wajahnya sambil mematut dirinya di cermin, setelah selesai dia menuju meja makan untuk sarapan.“Wah, rapi banget, Pak. Mana wangi lagi, jadi ngantor hari ini?” tanya Bi Murni sekaligus memuji penampilan Candra.“Jadi dong, Bu. Biar aku punya uang,” jawab Candra.Lelaki itu bergegas menuju kantor Juan usai dia menuntaskan sarapan, dia tidak ingin bosnya menunggu terlalu lama.Tiba di kantor Juan, ternyata si empunya perusahaan belum tiba hingga diminta untuk menunggu di ruang tunggu. Tidak sampai lima belas menit Juan tiba dan dia menyambut dengan hangat layaknya karyawan.“Jangan formal begitulah, gak asik,” tepis Juan.“Gak bisa, Pak …, ini kan kantor, jadi harus profesional,” tolak Candra.Juan mengantarkan Candra ke ruangan di mana dia kan bertugas, ternyata ruangannya tidak terlalu jauh dan Candra bisa mengamati gerak gerik atasannya
“Kok rumahku rame bener? Ada apa? Parkir di sini aja deh,” gumam Candra.Suara teriakan serta kehebohan terjadi. Sesekali terdengar suara memaki juga.“Huuuu, arak keliling komplek!”“Usir dia!”Kerumunan warga semakin ramai, tampak Mulyadi dan Pak RT kewalahan menenangkan suasana yang semakin memanas.Perasan Candra semakin tidak nyaman, jantungnya berdegup kencang dan wajahnya tampak sangat khawatir.Candra susah payah menyeruak hingga sampai ke teras rumahnya, tampak olehnya Riana dengan tubuh dililit selimut dan seorang lelaki bertelanjang dada menunduk.“Maaf, ada apa ini, Pak RT?” tanya Candra dengan raut bingung.“Tenang, Pak Candra, Mul, ambil minum dulu. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu, pemilik rumah sudah datang. Mohon kembali ke rumah masing-masing dan jangan membuat keributan,” cakap Pak RT dengan tegas.Warga bersungut-sungut dan perlahan kembali ke ruma
[Aku tunggu di kantin ya.] Candra membaca pesan dari Lusi.“Padahal aku udah sarapan, ga papa deh,” gumam Candra.Candra tampak senang pagi ini dan bergegas menuju kantin, tiba di sana dia mencari keberadaan Lusi. Sekretaris Juan melambaikan tangan dan tampak dia sedang duduk bersama wanita lain yang menggunakan hijab, posisinya membelakangi Candra.‘Kirain sendirian biar makan berdua, ga taunya ada orang lain. Zonk aku,’ batin Candra.Candra kemudian tiba di meja di mana Lusi berada, betapa terkejutnya saat melihat siapa yang duduk bersama Lusi.“Loh, Diana!” seru Candra.“Loh, Pak Candra?” tanya Diana.“Kalian saling kenal?” tanya Lusi.Diana menceritakan kisah perjumpaan mereka, Candra hanya menunduk dalam. Dia merasa malu dengan kisah masa lalunya.Tidak lama kemudian Rian datang, lelaki itu juga adalah pekerja di kantor Candra. Mereka sama terkejutnya mendapati mantan atasan mereka berada di kantin
“Aldo, apa-apaan kamu!” bentak Clarissa.“Cla-Clarissa? Kamu ngapain di sini?” tanya Aldo sambil mendorong tubuh wanita yang bersamanya.Clarissa dan Aldo perang mulut hingga seorang oetugas keamanan datang dan menegur mereka, Clarissa diam dan masuk ke dalam lift dan meninggalkan Aldo. Aldo mengikuti Clarissa begitu juga dengan wanita yang bersama Aldo. Tiba di depan pintu kamar Clarissa kembali murka dan mengusir Aldo beserta wanitanya. Aldo yang kesal meninggalkan Clarissa, tetapi tidak dengan wanita yang bersamanya.“Ngapain kamu di sini? Pergi sana!” usir Clarissa.“Cih, jangan sombong kalo lagi hamil. Lagian juga gak tau siapa bapaknya, kenapa gak digugurin aja sih? Nikmati masa muda lah, punya anak bikin repot dan kita terikat,” sahut wanita itu.“Bukan urusanmu, dasar pelacur!” hardik Clarissa marah.Saat dia akan masuk ke dalam kamar, wanita itu malah mengikuti dan ini membuat Clarissa semakin berang