Namun siapa sangka ternyata pria itu telah pergi satu jam lalu. "Kenapa kau tidak berpamitan padaku, Ga," keluhnya dengan berurai air mata. Agatha berjalan menuruni anak tangga dengan langkah begitu lunglai, ia sampai terjatuh dan ketika ada orang yang ingin menolongnya, gadis itu tak memperbolehkannya, "Biarkan aku berdiri sendiri." Agatha pergi dari bandara itu, ia menghentikan langkahnya ketika melihat air hujan yang kini telah menetes di pipinya. Kini air mata telah bercampur dengan air hujan yang kian lama semakin deras. Agatha memanggil taksi, "Antarkan aku ke jalan raya baru, Pak," ucap Agatha menghempaskan pantatnya di atas kursi penumpang. Kepala Agatha saat itu tiba-tiba saja pusing, matanya berkunang-kunang, Agatha ambruk secara mendadak membuat sopir taksi begitu terkejut dan terus membangunkannya namun tetap saja tidak bangun juga meski sudah dipanggil berkali-kali."Nona, bangun!" teriak sopir tersebut nampak khawatir. Dia memutar balik karena beliau ba
Agatha tertegun mendengar itu namun dia berusaha untuk tetap santai di depannya. "Heran? Itu hanya perasaan Anda saja Pak." jawabnya langsung berjalan lebih dulu guna menghindari tatapan Dirga yang semakin tajam."Kenapa kau meninggalkanku," protesnya mengejar Agatha. Dirga berdiri tepat di belakang Agatha ikut menemani gadis itu mengantri obat, "Kenapa Anda terus saja mengikutiku? Apakah Anda tidak memeprsiapkan diri untuk acara Anda besok malam?""Tak perlu, Denada telah memanggil WO," jawabnya santai."Apakah Anda tidak memesan jas untuk acara pertunangan Anda?" Dirga menelisik tajam ke arah Agatha, "Sejak tadi aku perhatikan, kau terus saja berusaha mengusirku dengan alasan acara pertunanganku," sergap Dirga kesal."Baiklah, aku pulang!" Dirga berjalan begitu kesal karena sejak tadi Agatha terus saja mengusirnya. Agatha menghela napas kasarnya dan melangkah maju ketika namanya dipanggil, setelah mendapatkan obatnya gadis itu melangkah keluar untuk pulang, tetapi s
Pria bule itu kembali masuk ke dalam rumahnya seraya berpamitan pulang namun sebelum pulang Dirga memastikan agar Agatha bisa datang pada acara besok malam, "Aku harap kau tidak mengecewakanku, Tha! Aku ingin kau hadir di hari pertunanganku," ucapnya seraya bangun dari duduknya."Sepertinya aku tidak terlalu penting untuk hadir di sana, Pak," jawab Agatha berusaha menolak secara halus. Dirga yang telah membalikkan tubuhnya kini bali memutar tubuhnya seraya mendekati Agatha yang tengah duduk, "Kau begitu penting bagiku," jawabnya spontan."Jika kau tidak hadir maka jangan salahkan aku bila perjodohan ini dibatalkan." Dirga menatap tajam ke arah Agatha. Kalimat yang keluar dari mulut Agatha membuat gadis itu sontak menatap Dirga, "Apa maksud Bapak?" Dirga mendekatkan wajahnya menatap Agatha, "Bukankah kau ingin sekali pertunangan ini terlaksana jadi kau juga harus hadir di sana," ucap Diga sedikit mengancam Agatha. Agatha meremas pakaiannya dengan kuat sembari terus
Dirga sangat meneguk salivanya berkali-kali memandangi kecantikan Agatha, ditambah lagi gadis itu nampak serasi sekali dengan rambutnya yang disanggul hingga menampakkan jenjang leher putihnya. "Cantik, kau seperti bidadari," puji Dirga spontan tak bisa menahan untuk memuji gadis di depannya itu. Agatha tersenyum seraya menjawab, "Terima kasih, Pak. Bukankah hal yang wajar bila perempuan itu cantik." Mendengar itu Dirga hanya menggelengkan kepalanya saja, lalu dia duduk berjongkok seraya menyodorkan sepatu berwarna hitam kepada Agatha. "Sebaiknya kau duduk dulu," ucap Dirga hendak memasangkan sepatu tersebut."Tak perlu, Pak. Biar aku sendiri saja," jawabnya menolak karena dia tidak ingin orang lain salah paham pada hubungan mereka berdua. Gadis manik mata coklat bening itu langsung menarik tangan Agatha ketika gadis itu hendak memutar tubuhnya namun tangan Dirgaa yang begitu kuat membuat pertahanan Agatha lemah hingga dia mendudukkan Agatha secara paksa. "Kenapa kau s
Namun, belum sampai menyentuh wajah Agatha, Dirga menghentikan pergerakan gadis itu. "Apa yang ingin kau lakukan? Please, jangan membuat masalah sebelum aku marah." Dirga menatap nanar ke arah Denada karena dia tidak ingin tunangannya itu sampai menyakiti Agatha."Kenapa kau lebih membela gadis ini dari pada aku, Ga?" tanya Denada mulai kesal dan berniat ingin mendorong tubuh Agatha ke dalam kolam renang karena kebetulan sekali memang mereka seang berda di pinggir kolam."Aku hanya ingin mengantarnya pulang dan akan kembali ke sini lagi nanti, jadi biarkan aku pergi mengantarnya dahulu karena selama ini dia yang telah merawatku," terang Dirga menjelaskan. Denada belum melakukan tindakannya itu namun melihat Dirga yang terus bersikeras untuk mengantar perempuan itu maka Denada tidak bisa menunda rencananya itu. Gadis itu mendorong tubuh Agatha dan dia jatuh ke dalam kolam. Dirga terkejut dengan tindakan Denada yang telah dengan sengaja mendorong Agatha, tanpa berpikir panj
"Apa yang telah kau pikirkan, Agatha! sadar pria di sampingmu ini telah menjadi milik orang lai, jangan pernah emnganggu hubungan orang." Agatha menyakinkan dirinya bahwa dia harus berhenti sampai di situ karena Dirga akan segera menikah dengan Denada. Gadis manik mata cokelat bening itu beranjak dari tidurnya, dengan begitu pelan dia bergerak supaya Dirga tidak terbangun. "Bersamamu sungguh membuatku tersudut jadi aku akan menjauh darimu sebelum semuanya menajdi sulit," ujarAgatha melangkah pergi dari rumah Dirga. Tanpa menoleh ke belakang Agatha langsung keluar gerbang dari rumah mewah milik Dirga, tetapi belum juga ada taksi yang lewat. Menatap jam tangannya gadis itu melanjutkan perjalanannya namun siapa sangka di saat itu ada sebuah mobil berwarna putih mencegatnya. Agatha mengernyitkan dahinya ketika melihat mobil tersebut berhenti tepat di depannya, 'Mobil siapa ini?' gumamnya nampak penasaran. Dari mobil tersebut keluarlah seorang perempuan cantik yang tidak la
Cinta sudah terlambat, itulah yang dirasakan Agatha. Dirga telah memberikan sebuah undangan pernikahan untuknya melalui sebuah paket pos, Agatha terduduk lemah dan merasa terluka, kenapa dia dulu menyia-nyiakan Dirga dan sekarang ia harus merelakan pria yang dicintainya menikah dengan perempuan lain untuk kedua kalinya."Mungkin memang aku tidak ditakdirkan untuk bahagia! Andai saja pertahananku kuat untuk menutup diri dari cinta, mungkin aku tak akan merasakan patah hati seperti ini." Agatha menarik napas panjang. Duduk di depan jendela kamarnya membuat gadis cantik itu terus melamunkan Dirga, bagaimana awal pertemuan mereka, bagaimana mereka menghabiskan tragedi malam nahas itu. "Begitu sulit melupakanmu," ucap Agatha tanpa terasa meneteskan air matanya membasahi pipinya. Mendengar seseorang mengetuk pintu apartemennya, lamunan Agatha buyar saat itu. Ia pun beranjak dari duduknya untuk melihat siapa yang telah mengetuk pintu apartemennya. Ketika pintunya terbuka, al
"Kenapa Anda ke sini?" tanya Agatha membuka mulutnya hingga mejadi huruf o."Memangnya kenapa aku tdiak boleh bertemu denganmu?" ucap Dirga malah balik bertanya. Dia memaksa masuk dan membuat Agatha terus mundur ke belakang, "Apakah kau tak menyuruhku duduk?" utimaplnya lagi tanpa disiuruh lansgung menghempaskan pantatnya di atas sofa."Lebih baik Anda tidak ke sini, Pak karena aku ingin beristirahat," ketusnya tanpa melirik Dirga."Kau istirahat saja, tak masalah!""Lantas bagaimana aku bisa istirahat bila Anda di sini?" tanya Agatha mulai memberanikan diri untuk menatapnya. Dirga tersenyum dan balik menatap Agatha, sebenarnya maksud kedatangan pria bule itu adalah ingin memastikan apakah gadis itu baik-baik saja atau tidak. Selama beberapa hari tidak bertemu dengannya memunculkan sebuah rasa rindu yang tersimpan di dalam hati Dirga. Dia tidak menyangka bila rasa rindu itu akan berefek begitu besar pada dirinya, "Apakah jatuh cinta seperti ini? Kenapa bila menatap wajahnya,