Kala menghidu dengan penuh rindu akan aroma tanah yang terkena basah air hujan. Semua tanaman yang memenuhi inderanya basah merata. Sesekali masih ada rintik yang menderas lalu berhenti mendadak. Wanita itu memejamkan mata, telapaknya sengaja ia ulurkan merasakan rinai hujan yang turun pertengahan Maret ini. Padahal ini bukan bulan musim penghujan. Seaneh itu cuaca sekarang.
Satu sosok yang ia ingat ketika hujan turun. Banyak hal yang menjadi petuah terucap dari bibir yang mulai menghitam dimakan usia, yang masih terpatri jelas di benaknya. Pria yang ia hormati sepanjang hidupnya. Pria yang menyayanginya tanpa ampun. Pria yang menjadi cinta pertamanya.
Bapak.
Hingga pria itu datang. Menawan hatinya, memberi kasih yang lain, mengisi relung hatinya dengan madu penuh bernama cinta. Kata banyak orang, ia beruntung. Janu baik, pekerja keras, memiliki usaha sendiri, karirnya bagus, dan tak kalah pentin
Kala mengembuskan napas pelan. Berulang kali. Ini adalah titik yang berat selama Kala mengenai Sheryl. Gadis itu duduk di sebelahnya, sedikit bersandar pada dirinya sembari menikmati semangkuk sereal. Acara di TV benar-benar menyedot perhatiannya. Sesekali bibir kecil itu tertawa, lalu bergumam pelan."Non." Ia tak mungkin menunda lagi. Hari Rabu ini, Kala diundang untuk menandatangani kontrak perjanjian kerja sementara. Yang artinya, jika Kala setuju, mulai Senin depan Kala sudah bekerja di sana. Walau hanya tiga bulan, kontrak terhadap pekerja harus tetap ada."Mbak nanti sore temani aku bersepeda, ya." Sheryl hanya menoleh sekilas lalu kembali asyik dengan suguhannya."Mbak mau bicara boleh?"Kali ini atensi sang nona muda benar-benar ke arah Kala. Alisnya yang tebal pun raut wajah cantik itu tampak bingung dan juga menunggu. Mungkin dalam pikiran kecilnya, si pengasuh hanya ingin bicara mengenai pelajaran untuk hari esok."Mulai bes
"Aku makan karena aku lapar, ya, Mbak." Sheryl menyuap besar-besar potongan pizza yang tadi pagi ia tolak. Menyeka sudut bibir dengan segera karena dirasa ada saus yang mengenainya di sana."Tapi aku masih marah sama Mbak."Mendengar gadis kecil itu sudah mau bicara walau ketus dan memakan pizza buatannya saja, Kala sudah segembira ini. Dirinya tersenyum dan rasanya ingin memeluk sang gadis dengan erat. Menciuminya penuh rindu padahal baru beberapa jam tidak bertemu. Bagaimana nanti kalau dirinya benar-benar memutuskan untuk menandatangani kontrak? Kala tidak bisa memastikan dengan jelas mengenai hal itu."Pelan-pelan makannya, Non." Kala segera memberi botol minumnya ketika dilihat sang anak kesulitan menelan."Aku lapar.""Lain kali bawa yang Mbak siapkan. Memang tadi enggak makan siang?""Enggak enak.""Mau dibuatkan apa di rumah? Mbak Nina masak sop iga. Kayaknya enak.""Mau ayam tepung aja."Wanita itu mengangguk de
Selepas wanita gila itu pergi, Sheryl tak henti-hentinya menangis. Hingga Kala menggendongnya kembali ke kamar. Wanita itu memilih membuka jendela kamar Sheryl yang besar. Mendudukkan anak itu di pinggir jendela—dengan beralas kasur lipat kecil, merasakan semilir angin. Juga membawa beberapa bantal dan selimut tebal takut-takut anak itu kedinginan.Segelas susu hangat juga Kala siapkan. Saat kembali ke kamar, anak itu tak bergerak dari sana. Menekuk lulut dan bahunya masih bergetar walau pelan. Semakin sesak hati Kala melihat pemandangan seperti ini."Aku benci Tante Donita," kata Sheryl sembari mengusap laju air matanya yang masih belum mau berhenti.Sheryl duduk setengah bersandar pada dada Kala, digelung selimut miliknya. Sesekali anak itu menggusak wajahnya pada kaus yang dikenakan pengasuhnya. Sheryl bisa mendengar dengan jelas degup jantung yang menurutnya seperti irama musik yang menenangkan. Rasanya hangat juga sangat nyaman berada di dekapan
"Gue perhatiin dua hari ini tampang lo bahagia banget."Denny tanpa perlu menunggu izin dari sang bosslashsahabatnya itu duduk di depan meja kerja Daru. Satuordnerberisi datamarket planningia bawa untuk didiskusikan sebagai acuan target bulan depan. Daru hanya mendongak sekilas, lalu mengabaikan Denny. Dirinya lebih memilih mengutak atik layar laptopnya ketimbang meladeni sahabatnya itu."Ini mau diskusi apa sibuk sendiri? Gue mau catat poin-nya. Lepas makan siang kitameeting,” kata Denny sembari mengetuk jemarinya pada odner yang ia bawa."Lo seharusnya senang kalau muka gue bahagia. Malah ditanya ada apa.""Sentimen lo," gelak Denny membahana. Tak urung itu pun membuat senyum dari bibir Daru tertarik walau sedikit.Hanya sebatas kelakar itu saja yang mengawali hari Rabu ini. Selanjutnya Daru sibuk memberitahu mana yang harus didahulukan dan mana yang mesti ditingk
Wanita itu mengedarkan pandangan. Menghitung banyak kemungkinan bertemu sosok pria yang membuatnya sedikit gusar. Ia bingung harus bicara apa, sementara dalamchatyang sering dikirim untuknya, pria itu meyakinkan Kala agar mau bekerja di sana.Seharusnya hari ini ia memang datang memenuhi undangan untuk menandatangi kontrak. Namun ia menolak dengan keyakinan penuh.Di hadapannya, nona mudanya tampak asyik memainkan ponselnya. Sesekali kepalanya bergoyang membuat kuncir rambutnya bergerak. Kadang keningnya berkerut, pun bibirnya mengerucut mungkin kesal karena permainannya kalah. Tak jarang ia bersorak riang ketika mendapat skor tinggi. Kala benar-benar merekam hal itu dengan jelas dalam benaknya.Pakaian seragamnya sudah berganti dengan setelan kaus ber-printIce bear lengkap dengan namanya. Pada bagian lengan, Kala sengaja membuat lipatan hingga pangkal lengan. Entah mengapa kaus dengan model seperti itu dipadu celana jeans pen
Di kamar, Kala membuka satu map merah besar yang berisi dokumen penting mengenai identitasnya. Bukan yang asli namun semuanya terlegalisir menunjukkan keabsahan dari dokumen tersebut. Hanya ada satu lembar yang asli, yang akan ia serahkan hingga waktunya tiba. Menyerahkan pada mantan suaminya dan ini pasti akan berujung pertemuan. Ia tak menyangka waktu yang diminta dalam tiap sujudnya dikabulkan Allah demikian cepat.Kala sudah seharusnya siap, kan? Walau tak bisa ia pungkuri lagi, perasaan itu masih demikian mencekik. Hingga membuat Kala sukar bernapas normal. Ia harus menyiapkan hati untuk segala kemungkinan yang ada. Semua kenangan yang terpatri jelas dalam dirinya, terputar tanpa bisa ia kendalikan walau hanya mengingat namanya. Nama yang dulu ia semat dalam lantun doa di setiap waktunya bersama Sang Pencipta.Kenangan indah bersama Wirya Janubrata sebanding dengan rasa sakit yang ditoreh pria itu padanya. Dua belas tahun usia pernikahannya yang karam dengan dua t
Daru membaca laporan tertulis Kala dengan saksama. Keningnya sesekali berkerut namun tak urung senyumnya terbit."Saya senang akhir-akhir ini Sheryl enggak membuat kepala pening."Kala hanya menanggapi dengan garis sudut kecil di bibir."Kamu benar-benar bisa mengimbangi anak saya, ya.""Pada dasarnya setiap anak itu enggak nakal, Pak. Hanya kita selaku orang dewasa yang enggak bisa menyelami isi kepalanya."Daru terkekeh. Dirinya bangkit dan mengambil posisi berdirinya seperti biasa."Laporan mengenai Non saya rasa sudah selesai, kan, Pak?" Sepertinya sang majikan tidak terlalu mendengar suara Kala yang memang kurang jelas.“Saya undur diri kalau begitu.""Tunggu. Saya masih mau bicara."Merasa masih ditahan di sini, Kala menghentikan niatnya melangkah keluar ruangan."Ini tentang Pak Janu."Kala mematung. Membiarkan menit berlalu dengan keji karena dirinya terlalu sibuk mendengar ucapan ma
Debur ombak menyapa Kala pun aroma asin sudah tercium sejak dirinya naik speed boat dengan tujuan akhir pulau Macan. Terik mentari jelang siang hari menyambut kedatangan mereka di sana.Sekelibatan kenangan indah mengenai pantai menyeruak ke permukaan. Minta agar Kala mengingatnya, namun ia abaikan. Dihelanya napas panjang dan mulai memfokuskan diri agar setidaknya bisa menikmati waktu yang ada tanpa memikirkan hal lain.Anna mengajaknya berlibur. Semua anggota yang ada di rumah besar itu ikut serta tanpa terkecuali. Nina heboh begitu Anna membuat pengumuman liburan bersama. Katanya, "Di sana Nina bakal masak yang banyak, Bu. Ikan bakar, cumi bakar, kalau bisa dapat kepiting, ya, Bu. Nanti Bapak sama Pak Ahmad mancing yang banyak, ya."Wanita paruh baya itu tertawa mendengar ocehan salah satu orang yang membantunya di rumah. Pun Sari dan Ahmad. Mereka menyambut hal tersebut tak kalah riang. Bagi mereka, liburan gratis."Mbak, ayo jangan lama jala