Share

Lupakan Saja

Pukul sebelas malam Shera terbangun, ia terbangun diatas tubuh Kevin yang ternyata juga sudah membuka mata sejak beberapa menit yang lalu.

Shera yang masih mengantuk dan lelah segera menyingkir dari tubuh Kevin lalu berbaring tepat disebelah tubuh pria tampan itu.

Bukannya apa, Shera hanya tak nyaman dengan situasi yang ia hadapi saat ini, begitu membingungkan sekali, tapi semuanya sudah terlanjur, jadi mau bagaimana lagi.

Kevin sendiri tak menyangka jika ia sudah memerawani Shera, ia pikir Shera sudah tidak perawan, tapi diluar dugaan ternyata keponakan Selena itu masih suci.

"Kamu masih..."

"Meski tinggal di Rusia tapi bukan berarti semua pergaulan harus bebas mengikuti dunia barat. Aku nggak menyesal meski kesucianku harus hilang ditangan om Kevin." Sahut Shera tiba-tiba, wanita itu sudah mengerti kemana arah pembicaraan Kevin.

"Saya minta maaf." Ungkap Kevin dengan penuh rasa sesal.

"Om nggak perlu merasa bersalah karena aku juga menginginkannya. Semuanya udah terlanjur jadi nggak ada yang perlu disesali." Jelas Shera.

"Kamu... Nggak perlu khawatir akan kedepannya karena saya mandul." Ucapan Kevin barusan membuat Shera sedikit terkejut.

"Ya aku tau." Balas Shera.

"Baguslah." Kevin pun tersenyum tipis.

"Apa nggak akan bisa sembuh?" Tanya Shera penasaran.

"Kenapa bertanya begitu?"

"Penasaran aja."

"Kata dokter masih sangat bisa karena penyakit saya masih dikategorikan ringan, hanya perlu beberapa terapi dan mengkonsumsi obat-obatan. Tapi... Setiap hinaan yang Selena lontarkan membuat saya merasa begitu hancur, putus asa dan... Merasa jijik, hal itu benar-benar melukai harga diri saya, saya merasa sangat gagal menjadi seorang pria." Tutur Kevin dengan tatapan mata menerawang. Karena rasa nyaman yang ia rasakan terhadap Shera, membuat ucapan pria itu mengalir begitu saja. Shera sendiri langsung menatap Kevin, tubuh yang awalnya membelakangi pria tampan itu, kini beralih menghadap Kevin dan menatap wajah tampannya yang tampak menyedihkan.

"Harusnya om nggak usah dengerin."

"Ya, Bayu juga bilang begitu dan selalu begitu. Tapi setiap teori itu memang mudah diucapkan, namun sangat sulit untuk diterapkan. Mungkin karena saya juga pernah mencintai Selena, mengira Selena seperti malaikat, seperti seorang peri yang memberikan saya cahaya, harapan dan kebahagiaan. Namun ternyata..." Kevin tak kuasa melanjutkan kata-katanya, ini terlalu menyakitkan, luka yang Selena torehkan padanya begitu membekas dihati Kevin.

"Om..." Shera segera menyentuh pundak Kevin untuk menguatkan pria itu.

"Ya... Bayu bilang Selena itu wanita Medusa, kamu pasti tau wanita Medusa itu seperti apa. Kamu juga sudah melihat sikap dia pada saya seperti apa. Sejak saya divonis mengidap OAT sikap Selena langsung berubah derastis, yang tadinya tampak sangat mencintai saya kemudian langsung berubah menjadi sangat membenci saya, merendahkan, menghina dan mencaci maki saya. Saya benar-benar sangat terpuruk, dan saya hanya memiliki mama Dahlia serta Bayu sebagai penguat saya. Mereka berdua selalu menyemangati saya, terutama Bayu, dia yang mengurus pengobatan saya, tempat tinggal, restoran bahkan semua bisnis saya selama saya terpuruk. Awal mau menikah dengan Selena, Bayu sudah berkali-kali memperingati saya untuk tidak menikahi Selena, tapi saya tetap bebal. Padahal, Bayu jauh lebih mengenal karakter Selena dibandingkan dengan saya." Jelas Kevin panjang lebar.

"Tapi bila dipikir-pikir, sikap Selena itu ada benarnya juga. Memang siapa yang mau dengan pria mandul seperti saya? Semua wanita juga pasti akan merasa jijik." Imbuh Kevin membaut Shera merasa kesal.

"Om kok ngomong begitu sih? Om jangan pesimis gini dong om, om Kevin masih ganteng kok, masih kuat lagi, masih banyak wanita diluar sana yang mau sama om Kevin, apalagi om Kevin kaya, uuupss..." Shera langsung menutup membekap bibirnya. Sedangkan Kevin malah menatapnya dengan senyuman geli. Demi Tuhan wajah Shera langsung memerah karena malu.

"Benar saya masih ganteng? Apa nggak kelihatan tua? Usia saya sudah empat puluh tahun Shera." Tanya Kevin dengan nada menggoda.

"Be-be-benar kok om."

"Kamu mau dengan saya?"

Deg

Jantung Shera langsung berdetak tak karuan. Apa-apaan sih Kevin? Kenapa bisa bertanya seperti itu pada Shera?

"Apaan sih om? Nggak lucu tau." Shera langsung salah tingkah, apalagi melihat senyuman Kevin yang sangat tampan, membuat darahnya berdesir seketika.

"Tapi itu nggak mungkin, dan jangan sampai, karena kamu adalah keponakan saya." Ujar Kevin sambil mengacak-acak rambut Shera. Shera pun hanya tersenyum pahit, entah kenapa ada rasa tak nyaman dihatinya ketika Kevin berkata seperti itu.

"Kalau gitu kita lupain aja." Ungkap Shera tanpa melihat Kevin.

"Ya, tentu saja. Kita harus melupakan ini semua, anggap saja nggak pernah terjadi apa-apa diantara kita. Kita kembali seperti bisa." Kenapa hati Shera terasa ngilu? Bukannya ini yang ia mau? Kenapa Shera malah tidak rela?

"Hm, ya udah aku mau bersih-bersih dulu om."

"Baiklah, kamu nanti bisa tidur disini dulu, ada kamar kosong disebelah."

"Iya om." Angguk Shera, lalu iapun segera beranjak menuju kamar mandi.

Sedangkan Kevin kini tengah mengatur nafasnya, menetralkan detak jantung yang terus bertalu-talu tanpa henti meskipun Shera kini sudah menghilang dibalik pintu kamar mandi.

"Dia keponakanmu Kevin." Bisik Kevin dengan penuh penekanan. Kevin harus berusaha untuk meyakinkan dirinya atas status diantara dirinya dan juga Shera. Kevin tak boleh memiliki perasaan apapun terhadap Shera, ia tak boleh sampai jatuh dan hal itu juga haram ia lakukan. Kevin harus sadar jika hal itu adalah salah, dan ia sama sekali tak boleh melanggar ketentuan itu.

***

Seminggu berlalu, keadaan berjalan sebagaimana mestinya. Kevin sudah sembuh dan sudah bisa kembali beraktivitas di restoran. Sedangkan Shera kini tengah berlibur ke Bandung bersama dengan para sepupunya.

Seminggu tak bertemu dengan Shera, bahkan tak menjalin komunikasi sama sekali, entah kenapa membuat Kevin merasakan rasa rindu yang tak tertahankan kepada Shera. Kevin terus berusaha menghilangkan bayang-bayang Shera dari pikirannya dengan cara bekerja, membantu anak buahnya untuk memasak dan berbelanja bahan baku di supermarket.

Beberapa karyawannya bahkan sampai heran atas tindakan Kevin, karena tak biasanya Kevin mau terjun langsung ke dapur untuk membantu para karyawan. Karena biasanya pria itu hanya datang untuk memantau dan sedikit berbincang dengan para karyawan.

Dulu saat awal merintis karir, Kevin memang sering membantu karyawannya di dapur, namun seiring berkembangnya usaha restoran yang ia geluti, Kevin jadi semakin sibuk dan tak ada waktu.

"Ash!" Kevin mendesis, hal ceroboh ia lakukan, gara-gara bayangan Shera, tangan Kevin jadi teriris oleh pisau.

"Chef kenapa chef?" Tanya Vita yang tampak cemas melihat Kevin.

"Ah, nggak apa-apa, hanya tergores pisau sedikit, nggak apa-apa Vita." Ungkap Kevin lalu iapun menghisap jarinya yang berdarah.

"Ya ampun chef, kenapa bisa begini sih chef? Hati-hati dong, nggak biasanya chef Kevin kena pisau begini. Biar aku ambilin obat dulu chef." Vita pun segera bergegas mengambil kotak obat, lalu segera mengobati jadi Kevin, memberikannya plaster luka.

"Tuh lihat si Vita, nggak tau diri banget tuh cewek." Ungkap salah satu pegawai Kevin.

"Tau, caper banget sama Chef Kevin, eneg gue lihatnya."

"Lo aja eneg, apalagi gue? Hueekk..."

"Sssttt... Jangan kenceng-kenceng nanti dia denger."

"Lagian chef Kevin mau-mau aja dideketin si Vita."

"Yah... Mau gimana lagi, dari sekian banyak karyawan, si Vita yang paling jago masaknya. Itu sebabnya chef Kevin selalu deket sama Vita."

"Iya, semoga aja chef Kevin jodohnya sama yang lain. Gue nggak setuju kalau sampai sama Vita, mereka nggak cocok."

"Ember..."

Selalu seperti itu komentar dari para karyawan Kevin ketika Kevin dekat dengan Vita. Banyak yang tidak suka. Mungkin karena sikap Vita yang terlalu percaya diri dan selalu membangga-banggakan diri sendiri sehingga membuat banyak karyawan lain tak suka dengannya.

***

Disisi lain Shera kini juga tengah berusaha melupakan Kevin, tepatnya melupakan malam panas mereka di rumah Kevin. Berlibur keluar kota menjadi pilihan Shera untuk melupakan Kevin.

Meski singkat, namun bagi Shera malam laknat itu cukup berkesan baginya. Sungguh malam yang sangat sulit untuk ia lupakan meskipun sudah berusaha mati-matian.

"Om Kev apa kabar? Om nggak kangen aku?" Gumam Shera dengan nada lirih, sembari menatap langit yang cerah dan hamparan pohon yang hijau.

Bukan hanya Kevin saja yang tersiksa, tapi Shera juga, bahkan lebih tersiksa akibat memendam rindu kepada Kevin.

Mereka berdua agaknya sama-sama menyimpan rasa, namun sayangnya harus terhalang oleh status diantara mereka. Mungkin Shera bisa menerimanya, namun tidak untuk Kevin, karena sampai kapanpun, Kevin tak akan mungkin menjalin hubungan dengan mantan keponakannya sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status