Shera memapah Kevin menuju kamar, udara di ruang tengah terlalu dingin karena hujan yang tiba-tiba turun dengan sangat deras. Tubuh Kevin masih terasa hangat membuat Shera khawatir. Shera merasa kesal dengan sikap Kevin yang sok kuat padahal tubuhnya berkata lain, padahal sudah seperti ini, namun sok-sokan tak butuh orang lain.
"Aku ambil minum dulu di ruang tengah." Ujar Shera, lalu segera bengkit menuju ruang tengah meninggalkan Kevin yang perasaannya sudah tidak karuan saat ini gara-gara memeluk Shera.Rasa nyaman yang Kevin terima saat memeluk Shera membuat jantung pria itu berdetak tak karuan, Kevin sangat sadar jika hal itu adalah salah, Shera adalah keponakan Selena mantan istrinya, dan tak sepantasnya ia merasakan perasaan itu terhadap Shera."Minum dulu, aku gosok pakai minyak angin dulu perutnya." Shera menyodorkan segelas minuman yang tadi ia buat kepada Kevin, lalu setelah itu tanpa sadar ia juga turut meminumnya karena haus."I-itu bekas saya, kenapa kamu minum?" Tanya Kevin dengan nada gugup."Hm? Kenapa? Aku haus, minta dikit." Jawab Shera tanpa dosa, padahal Kevin benar-benar salah tingkah gara-gara ulah asal Shera.Setelah meletakkan gelas diatas laci, Shera lantas membuka laci Kevin dan mengambil botol minyak angin disana, ia ingat kemarin ia menaruh botol tersebut di dalam laci.Meskipun menyentuh perut Kevin membuat jantung Shera berdebar-debar karena bentuknya yang liat dan kotak-kotak, namun Shera rupanya malah semakin suka menyentuhnya lagi."Udah tua, tapi badannya masih bagus begini, Tante Elen matanya rabun kali." Gumam Shera tanpa sadar membuat kedua mata Kevin memicing."Kamu bilang apa barusan?" Tanya Kevin membuat Shera langsung menatap pria tampan itu."Bilang apa? Nggak bilang apa-apa tuh." Balas Shera dengan cengiran polos tanpa dosa."Sudah!" Kevin segera menyingkirkan tangan Shera yang meraba-raba perutnya, membuat Kevin panas dingin dibuatnya."Belum selesai, dadanya belum, biar hangat." Ujar Shera, tangannya mulai meraba dada Kevin yang bidang dan... Tungguh! Kenapa Shera tiba-tiba saja merasa ada yang aneh dengan tubuhnya? Bukan hanya Shera, tapi juga Kevin.Entah kenapa Kevin tiba-tiba jadi merasa tegang, bukan tubuhnya, melainkan miliknya."She-shera..." Suara Kevin bahkan sampai tersendat karena menahan gairah yang tiba-tiba memuncak tanpa sebab yang jelas."O-om juga?" Shera menatap Kevin dengan tajam, begitu pula sebaliknya, namun perlahan tatapan keduanya berubah menjadi tatapan yang saling menginginkan. Nafas Shera sudah tak terkendali, seluruh tubuhnya terasa gatal dan panas, apalagi melihat perut Kevin membuat nafsu Shera sudah tak bisa ia kendalikan lagi."Enggak Shera, kamu keponakan saya." Kevin masih saja berusaha untuk menahannya, ia tak mungkin melakukannya dengan Shera meskipun dalam kondisi terdesak seperti ini."Tepatnya keponakan Tante Elen, mantan istrinya om Kevin, kita nggak punya hubungan darah apapun." Ungkap Shera pada Kevin dengan nada tertahan, melihat tubuh Kevin yang menggiurkan, membuat Shera semakin tak bisa menahannya lagi. Gadis itupun mulai mengecup puting milik Kevin dan menghisapnya pelan, membuat Kevin tiba-tiba meremas sprey dengan kuat, jakunnya naik turun karena menelan ludah berkali-kali."Sherahhh... Ini salah..." Gumam Kevin dengan susah payah, logikanya menolak namun tubuhnya malah tak bisa menolak segala bentuk sentuhan Shera."Aku tau om, tapi aku juga udah nggak bisa menahannya lebih lama lagi, mungkin ada yang salah sama minumannya, jalan satu-satunya kita harus melakukannya sekarang juga." Shera mulai berani membuka resleting celana Kevin, membuat Kevin langsung mencekal tangan Shera."Enggak Shera, ini salah, saya om kamu." Kevin masih saja menolak, namun Shera sudah tak bisa menahannya lagi."Oke, baik. Aku nggak akan sentuh om Kevin." Seru Shera dengan nada kesal, lalu iapun segera meninggalkan Kevin, Shera langsung masuk ke dalam kamar mandi dan menutup pintunya. Dasar minuman sialan, Shera benar-benar tak habis pikir kenapa minuman itu bisa membuat dirinya menjadi sangat bernafsu seperti ini. Shera bukan gadis bodoh, ia tahu jika minuman tersebut mengandung obat perangsang. Entah ia salah ambil atau bagaimana, yang jelas Shera tidak tahu. Dan sekarang yang paling penting, ia harus bisa meredam hawa nafsunya dengan cara apapun kecuali berhubungan badan dengan Kevin."Oh come on, uuhhh..." Shera terus saja mendesah sambil mengguyur seluruh tubuhnya dengan air dingin. Gadis cantik itu bahkan sudah membuka seluruh pakaiannya dan hanya menyisakan celana dalam saja.Kevin sendiri juga sedang berperang melawan hawa nafsu yang menggelora, berpikiran secara jernih pun percuma, pikirannya sudah sangat kacau balau sekarang dan ia sudah tak bisa menahannya lebih lama lagi. Yang ada miliknya semakin terasa sakit dan berdenyut-denyut tak karuan."Sial!" Umpat Kevin dengan sangat frustasi, menatap pintu kamar mandi dengan cukup lama lalu selanjutnya iapun berjalan tertatih, membuka pintu kamar mandi yang ternyata tidak dikunci lalu menutupnya kembali. Kevin terkejut melihat tubuh Shera yang sudah tak memakai sehelai benang satupun. Shera tampak begitu sangat indah dengan guyuran air yang memancar dari shower. Membuat Kevin semakin bernafsu dan tak mampu berpikir jernih lagi."Omhhh..." Panggil Shera dengan nada sensual, Kevin pun mendekat kearah gadis itu, melucuti seluruh pakaian yang ia kenakan, hingga Shera bisa melihat dengan jelas pahatan diseluruh tubuh pria seksi itu.CupKarena tak tahan, Kevin langsung mengecup bibir mungil Shera. Dan selanjutnya tak hanya kecupan, melainkan lumatan panas, remasan dan pelukan hangat yang memabukkan, membuat hasrat Kevin dan Shera semakin menggelora tak mampu mereka tahan-tahan lagi.Kevin sudah tak peduli lagi akan statusnya sebagai paman Shera, lagipula Shera ada benarnya, mereka tak punya ikatan darah apapun. Situasinya juga sudah sangat mendesak, mereka sama-sama butuh pelepasan yang sudah tak bisa ditunda-tunda lagi.***Di lain tempat, Vita tampak gelisah memikirkan Kevin, apalagi hujan tengah turun dengan sangat deras, ia takut atasannya itu sendirian dirumah, kondisinya pun belum cukup baik. Bagaimana kalau Kevin membutuhkan apa-apa, apalagi waktu sudah menunjukkan pukul empat sore, pasti ibu Kevin sudah pulang meninggalkan Kevin."Kenapa kok bengong terus? Lagi mikirin apa?" Tanya Ola, salah satu pegawai di restoran Kevin, teman kerja Vita."Lagi mikirin chef Kevin La, dia sendirian di rumah, aku khawatir." Balas Vita."Ck, tadi kan kamu udah kesana.""Iya itukan tadi sebelum hujan.""Masih berharap aja sama Chef Kevin? Vit sadar! Kamu tuh siapa, jangan berkhayal terlalu tinggi, nanti jatuh, sakit." Tutur Ola pada Vita yang tampak mendengus kesal."Iya La, aku tuh sadar, tapi apa salahnya kalau kita tuh punya mimpi yang tinggi? Nggak ada salahnya kan? Lagipula Chef Kevin sekarang udah jadi duda, dia single, dia baik dan perhatian La, aku yakin dia pasti nggak akan mandang status seseorang untuk dijadikan pasangan." Jelas Vita dengan segala argumentasinya."Iya tapi kamu tuh harus inget siapa mantan istri Chef Kevin, dia tuh dokter, dokter kecantikan, sekolahnya tinggi, anak orang kaya, sedangkan kamu?""Aku tau La, tapi aku nggak peduli, mungkin karena itu juga kenapa Chef Kevin bisa cerai sama istrinya, karena istrinya terlalu sibuk, sedangkan Chef Kevin itu butuh perhatian dan kasih sayang, dan semua itu bisa dia dapetin dari aku. Aku bisa kasih dia cinta, perhatian dan kasih sayang, nanti lama-lama dia pasti jatuh cinta juga sama aku." Vita masih saja ngeyel membuat Ola menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir."Terserah kamu deh Vit, dibilangin susah banget, awas aja kalau nanti kamu patah hati, aku sukurin kamu.""Bodo, kamu tuh sama temen bukannya ngedukung tapi malah nyukurin.""Ngedukung apaan? Ngedukung mimpi disiang bolong?""Udah sana! Aku mau telepon Chef Kevin dulu, mau tau keadaannya." Vita pun mendorong lengan Ola, dan Ola pun segera pergi meninggalkan Vita.Vita langsung mencari kontak Kevin di ponselnya dan menelepon atasannya itu, berharap Kevin menjawabnya dan mereka bisa mengobrol bersama.Pukul sebelas malam Shera terbangun, ia terbangun diatas tubuh Kevin yang ternyata juga sudah membuka mata sejak beberapa menit yang lalu. Shera yang masih mengantuk dan lelah segera menyingkir dari tubuh Kevin lalu berbaring tepat disebelah tubuh pria tampan itu. Bukannya apa, Shera hanya tak nyaman dengan situasi yang ia hadapi saat ini, begitu membingungkan sekali, tapi semuanya sudah terlanjur, jadi mau bagaimana lagi. Kevin sendiri tak menyangka jika ia sudah memerawani Shera, ia pikir Shera sudah tidak perawan, tapi diluar dugaan ternyata keponakan Selena itu masih suci."Kamu masih...""Meski tinggal di Rusia tapi bukan berarti semua pergaulan harus bebas mengikuti dunia barat. Aku nggak menyesal meski kesucianku harus hilang ditangan om Kevin." Sahut Shera tiba-tiba, wanita itu sudah mengerti kemana arah pembicaraan Kevin. "Saya minta maaf." Ungkap Kevin dengan penuh rasa sesal. "Om nggak perlu merasa bersalah karena aku juga menginginkannya. Semuanya udah terlanjur jadi
Seminggu lagi Shera harus kembali ke Rusia karena masa liburan dan pekerjaannya di Indonesia sudah selesai. Liburan kali ini di Indonesia tidak membuat Shera menjadi lebih baik, namun malah membuat pikirannya semakin kacau gara-gara insiden satu malam bersama Kevin. Sudah satu Minggu lebih dan selama itu pun Shera sama sekali belum bertemu lagi dengan Kevin. Mau bertemu pun tidak mungkin, karena Shera sudah terlanjur kecewa terhadap Kevin gara-gara ucapan pria tua itu. Setiap kali mengingatnya, Shera selalu uring-uringan sendiri, bad mood, kesal dan marah dengan status yang mereka miliki. Sungguh rasanya Shera ingin sekali membuat Kevin menyesal karena sudah menolaknya secara tidak langsung. Seorang Sheravina Danilova, model seksi dan cantik berdarah Rusia ditolak oleh pria tua seperti Kevin? Sungguh harga diri Shera seakan sudah dihancurkan oleh Kevin dalam sekejab. "Sher, kamu masih mikirin soal om Kevin?" Tanya Clara, salah satu sepupu yang sangat dekat dengan Shera. Clara Sasmit
Hari ini adalah jadwal check up Kevin ke rumah sakit, ia sudah membuat janji bersama dokter yang biasa menangani penyakitnya. Entahlah kenapa Kevin jadi tiba-tiba semangat seperti ini, padahal biasanya ia sangat malas melakukan check up rutin, hanya tiga kali pertemuan dan setelahnya Kevin tidak pernah melakukannya lagi. Namun sekarang, Kevin ingin sekali melihat perkembangan penyakit yang ia miliki. "Roland!""Ya chef?""Saya tinggal dulu ke rumah sakit, saya ada janji dengan dokter saya. Nanti saya langsung pulang, jadi tidak kembali ke sini lagi." Tutur Kevin pada salah satu pegawainya."Baik chef. Terus masalah laporan bulanan?""Biar Rino yang pegang dulu, saya sudah bilang sama dia tadi.""Oke chef." Roland pun mengacungkan jempolnya dan Kevin pun tampak tersenyum samar."Chef! Resep dessert yang baru udah chef Kevin tulis belum? Kata Chef Juan resepnya mau dicoba sekarang." Kevin sudah mau pergi, tapi masih ada saja yang menghalangi kepergiannya. "Soal itu saya lupa Vita, nan
Dahlia sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Wanita paruh baya itu harus menerima sejumlah perawatan karena mengalami Hipertensi. Sejak dulu, wanita itu memang sudah langganan keluar masuk rumah sakit karena mengidap Hipertensi. Kondisi Dahlia akan semakin memburuk jika hati dan pikirannya sedang tertekan. Harusnya ada salah satu anak yang mengurus dan merawat Dahlia, namun nyatanya Selena yang Dahlia harap-harapkan, tak bisa mengabulkan keinginan kecilnya itu. Selena malah berkata kurang ajar dan menentang perkataan Dahlia, membuat Dahlia merasa kecewa dan akhirnya sakit seperti ini. "Kira-kira kapan mama saya sadar dok?" Tanya Kevin pada dokter yang tengah memeriksa Dahlia. "Kita tunggu saja ya pak, saya tidak bisa memastikannya. Namun anda tidak perlu khawatir, kondisi ibu Dahlia dalam keadaan stabil." Ucap dokter yang memeriksa Dahlia pada Kevin. "Syukurlah, terimakasih dok." "Sama-sama pak, saya permisi dulu." Pamit dokter tersebut. Kevin pun lantas mendekat kearah Shera yang
Keesokan harinya, Dahlia akhirnya sudah sadar dan kini sedang mengobrol dengan Shera. Karena dirinya yang sakit, Shera pun akhirnya membatalkan kepulangannya ke Rusia, hal itu pun membuat Dahlia menjadi merasa bersalah pada sang cucu. Padahal Shera mempunyai banyak pekerjaan disana, namun terpaksa harus meninggalkannya karena harus mengurus Dahlia disini."Harusnya kamu pulang, ada mbak Yuli yang akan jaga Oma. Oma jadi merasa bersalah karena kamu meninggalkan pekerjaan demi Oma." Ungkap Dahlia pada Shera dengan tatapan sedih. "Oma jangan ngomong begitu, aku nggak masalah kok, malah aku bakalan nggak tenang kalau pergi gitu aja ninggalin Oma dalam keadaan sakit. Sekarang yang penting Oma harus segera sembuh, jangan mikir macam-macam. Oma nggak boleh banyak pikiran." Tutur Shera. "Iya sayang. Karena ada kamu, Oma sekarang jadi senang, ada yang nemenin Oma, Oma jadi makin semangat buat sembuh." Dahlia tampak tersenyum manis."Nah, gitu dong Oma."Nenek dan cucu itu saling bertatapan d
Dahlia sudah pulang ke rumah karena kondisinya sudah membaik. Cepat sekali wanita paruh baya itu pulih, bahkan semakin semangat dan ceria karena Shera tak jadi pulang ke negara asalnya. Jika kondisi Dahlia semakin membaik, maka tidak dengan Shera. Pagi ini, Shera bahkan merasakan pusing dan mual. Mungkin sakitnya semakin berlanjut karena istirahatnya kurang. Untung saja datang bulannya sudah selesai dan hanya berselang selama dua hari. Itupun hanya sedikit, tidak banyak seperti biasanya. Shera sendiri merasa sangat heran dengan siklus menstruasinya. Namun tampaknya Shera tak terlalu ambil pusing mengenai itu, apalagi setelah mengingat jika Kevin memang mandul, tak bisa memberikan keturunan, jadi mana mungkin dirinya bisa hamil sedangkan Selena yang menikah dengan Kevin selama tiga tahun saja tidak bisa hamil karena kemandulan Kevin. Jadi Shera tak perlu cemas, karena dirinya tidak akan mungkin mengandung anak Kevin. "Sarapan dulu non! Non Shera kok jadi makin sakit begini?" Tanya He
Karena tak suka melihat Shera memeluk Kevin, Selena langsung berjalan kearah Shera dan Kevin, dengan sekali hentak, Selena langsung menarik tangan Shera, menyingkirkannya dari tubuh mantan suaminya itu. Hal itupun tentu membuat Kevin dan Shera sangat terkejut. Apalagi Kevin, ia sangat tak suka jika Selena sampai bersikap kasar kepada Shera, apalagi Shera sedang dalam kondisi sakit. "Kamu udah gila ya? Ngapain kamu peluk-peluk laki-laki ini? Tante nggak suka kamu dekat-dekat sama dia Shera." Seru Selena dengan penuh amarah. "Apa hak tante larang-larang aku? Terserah aku mau dekat sama siapa. Lagian om Kevin udah cerai sama Tante, emang kenapa kalau aku deketin dia?" Meski sedang lemah, namun Shera masih sangat kuat untuk berdebat dengan Selena. Shera bukan wanita lemah yang akan diam saja jika ada orang lain ingin mengusik ketenangannya. Tak peduli meski itu Selena sekalipun Shera akan tetap melawannya. "SHERA! Tante itu peduli sama kamu, tante nggak mau kamu berhubungan sama laki-l
Shera meneguk ludahnya melihat makanan yang tersaji didepan matanya. Sungguh menggoda selera, membuat perutnya meronta-ronta. Makanan buatan Kevin memang tak hanya enak, tapi juga membuat Shera selalu takjub karena tampilannya yang sangat menggoda. Sungguh beruntungnya ia bila setiap hari bisa dimasakan oleh chef terkenal seperti Kevin, sudah tampan, gagah, pandai masak, sabar meski kadang sangat menyebalkan, tapi Shera suka. "Tunggu apa lagi? Kenapa belum dimakan?" Tanya Kevin dengan tatapan heran. Shera tampak menggigit bibir bawahnya, menatap Kevin dengan ragu. "Mau disuapi." Pinta Shera dengan penuh harap. Membuat Kevin kembali tertegun. Oh, apalagi ini Shera? Shera sudah kelewat batas, Kevin tak bisa menuruti keinginan gila Shera terus-terusan. "Tangan kamu tidak sakit, yang sakit pipi kamu, kamu masih bisa makan sendiri, kamu bukan anak kecil lagi Shera." Ucapan Kevin yang menohok barusan membuat Shera langsung terdiam. Merasa kesal, lalu iapun menunduk dan memakan makananny