Tidak perduli meeting baru berjalan setengah dan belum ada kesepakatan serta keputusan. Eddriz bergegas pulang memenuhi permintaan Raline. Hanya Asisiten Wibi yang diperintahkan untuk melanjutkan meeting dan akan dipantau melalui online."Tuan Ed sekarang benar-benar sedang mabuk kepayang dengan istri barunya," gumam Asisten Wibi saat melihat Eddriz bergegas ke luar dari ruang meeting yang ada di perusaahaaan di Thailand.Dari kantor sampai bandara dan menuju Indonesia, Eddriz terus chatting dengan Raline. Raline tetap tidak mau ke luar dari kamar hotel yang tadi ditempai dua sahabat. Hanya Jenny saja yang menemani di dalam kamar, sedangkan Pak Basri menunggu di samping lobi mengawasi sekitar hotel.Perjalanan Thailand Indonesia tidak lah sebentar. Bersamaan Seminar selesai bersamaan Eddriz sampai di lobi hotel. Bersamaan pula Disainer kondang Arum Maharani dan tim keluar dari ruang aula. Aula berada di samping lobi paling ujung dan posisi lift ada di tengah. Eddriz dengan pengawala
Eddriz tersenyum sambil memandang Raline yang terlelap dalam pelukan. Mengusap rambut yang terurai, mengusap bibir yang mungil. Kemudian berpindah ke pipi dan mengecupnya sekilas."Abang berjanji akan menunggu sampai kamu siap, Ra. Tolong jangan pergi dari sisi Abang," monolog Eddriz sendiri.Setelah Raline terlelap, Eddriz turun dari tempat tidur. Duduk di sofa panjang dan membuka laptop. Harus melanjutkan meeting dengan pemegang saham yang ada di negara Thailand.Walau ada perbedaan waktu antara dua negara, tetapi tidak ada kendala sedikitpun. Mungkin karena Eddriz hatinya sedang berbunga-bunga. Tidak ada emosi dan marah seperti biasa saat meeting tidak sesuai ekspektasi.Eddriz ikut tidur di samping Raline saat sudah selesai meeting. Yang dulu tidur selalu di batasi dengan guling, sekarang guling itu sudah berubah fungsi. Guling yang bernapas lebih hangat dan lebih menyenangkan.Pukul sepertiga malam, Raline terbangun seperti biasa. Yang biasanya bisa langsung turun tanpa menggeser
Perlahan Raline mendekati benda yang jatuh di tengah taman. Ada koran yang dugulung dan terlihat kusut. Jika didengar dari suaranya kemungkinan ada benda keras di dalamnyaBaru saja jongkok untuk memeriksa, tiba-tiba ada suara berteriak, "Jangan disentuh, Ra!" teriaknya."Astagfirullah, Abang bikin kaget saja!"Eddriz langsung menarik Raline dalam pelukan. Tadi berniat mengajak sarapan berdua di taman. Tidak menyangka tiba-tiba ada sesuatu melayang sampai di tengah taman.Tidak mengetahui berasal dari mana benda itu datang. Yang terlihat sesaat benda itu berada di tengah taman. Seperti surat kaleng yang tidak bernama."Jack!" teriak Eddriz dengan suara menggelegar.Tidak hanya Bang Jack yang datang, lima anak buah dan tiga security juga ikut datang. Ditambah Pak Basri dan Jenny juga ikut datang. Suara Eddriz yang terdengar seperti suara saat dia mengalami krisis kepercayaan diri dulu."Ada apa, Tuan?""Itu benda terbungkus koran hampir mengenai Ra, kamu periksa sekarang!""Siap, Tuan.
Dalam laporan Bang Jack mengatakan dua laki-laki itu sudah ke luar dari komplek perumahan elit itu sesaat setelah melempar batu setengah jam yang lalu. Tepatnya sesaat setelah melempar ke taman mereka langsung pergi meninggalkan komplek perumahan.Nomor motor yang dipakai hanya nomor palsu. Setelah diselidiki dan di croscek dengan teman kepolisian yang berwenang tidak ada nomor itu. Dicari dikaryawan ojek online juga tidak ada yang mirip seperti motor itu."Jadi bagamana, Bang?" tanya Raline."Dia sudah ke luar dari komplek saat Jack ke pos pintu gerbang komplek."Raline memegang dagu sambil mengangguk, "Padahal Ra ingin tenang di sini, tetapi mengapa lebih tidak lebih tidak tenang, ya?" "Apakah mau pindah lagi?""Pindah ke mana, Bang?""Jangan seperti orang miskin, Ra. Abang masih punya rumah selain di sini, punya apartemen juga. Ra tinggal bilang mau yang seperti apa?"Raline tersenyum kecut, dibilang orang miskin, dari kecil sudah terbiasa hidup dengan pas-pasan. Tidak pernah tahu
Walau Raline tidak bisa membalas saat Edrriz mengeksplor dan menyusuri bibir mungilnya. Namun, Raline bisa merasakan dan menikmati getaran yang disalurkan. Sampai Raline hampir kehabisan oksigen, tautan dua bibir itu baru terlepas sempurna."Abang." Wajah Raline merona seperti tomat karena malu.Eddriz mengusap bibir Raline yang basah setelah menurunkan Raline, "Apakah Ra baru pertama melakukannya?" "Iya, Ra jadi malu.""Pantas saja, lain kali dibalas jangan hanya menikmati saja!"Raline memonyongkan bibirnya lima centimeter, "Ra tidak tahu caranya, bagaimana bisa membalas?""Mau Abang ajarin?" Badan Eddriz sedikit membungkuk.Raline spontan melihat jam diniding yang berada di atas pintu. Sebentar lagi suami harus berangkat kerja karena akan meeting. Selain karena malu juga masih canggung karena tidak pernah melakukan adegan dewasa itu."Coba lihat sudah jam berapa, Abang?""Meeting bisa ditunda, kalau Ra mau diajarin.""Eee, tidak Ra malu.""Baiklah, Abang tidak akan memaksa."Akhir
Asiten Wibi bercerita kepada wartawan tentang jati diri dan identitas Raline Mariyam. Dalam kartu undangan hanya di tulis dengan nama Ra Maryam. Putri dari Almarhumah Ibu Rayya dan Almarhum Ayah Hasan.Seorang gadis yatim piatu yang hidup sebatang kara tanpa keluarga. Tidak menceritakan tentang pernikahan kedua ibu dari Raline. Seolah pernikahan itu telah dihapus dan pernah terjadi dalam kehidupan Almarhumah Ibu Rayya.Terkadang uang memang yang berkuasa, seluruh berita, bukti dan apapun yang menyangkut ayah tiri sudah hilang lenyap tanpa bekas. Hanya ada cerita dari mulut ke mulut tanpa bukti. Asisten Wibi sudah mengantisipasi segala kemungkinan cerita Raline yang berkaitan dengan ayah tiri.Saat sedang memberikan keterangan kepada wartawan, Bang Jack mencurigai seseorang. Laki-laki kekar itu langsung melapor kepada sang asisten dengan berbisik, "Asisten Wibi, lihatlah ada Nyonya Arum di antara para wartawan itu!" "Yang mana?" "Orangnya memakai serudung hitam dan masker hitam juga.
Raline membelalakkan mata saat melihat sepasang suami istri yang berjalan mendekat. Walau sang istri tidak mengenalnya, tetapi sangat mengenal senyum licik sang suami yang berjalan itu. Ayah Wisnu datang dengan percaya diri, seolah dia adalah orang yang sangat penting dalam acara.Raline memundurkan kakinya dan berdiri di samping Eddriz. Tangan menggelayut manja di lengan suami yang dari tadi terlihat bahagia, "Senyum, Ra. Jangan menujukkan kesedihan, sisanya Abang yang akan mengatasi, mengerti?""Hhmm."Bang Jack berdiri tegak di samping pasangan pengantin. Eddriz selalu menerima uluran tangan ucapan selamat para tamu yang hadir. Raline hanya melipatkan tangan di dada saat ada tamu yang mengucapkan selamat.Baru saja Ayah Wisnu dan istrinya melangkah di panggung pelaminan. Tangan direntangkan ingin memeluk mempelai pria, "Menan ...!" Laki-laki yang sering disebut ayah durjana itu tidak melanjutkan ucapannya.Ada derap langkah pasukan penting masuk dengan berkomando suara yang tegas.
Ibu dari anak laki-laki itu berlari mendekati Ayah Wisnu untuk meminta maaf. Bang Jack juga mendekati ayah tiri Raline yang mengibaskan tangannya. Untung hanya pungung tangan yang terkena kuah panas soto betawi dan mangkuk masih dipegang tangan satunya.Anak buah Bang Jack langsung datang membawa sasu botol air putih, "Bang, ini untuk pertolongan pertama!""Benar juga bawa sini, cepat kamu panggil petugas kesehatan untuk ke sini!""Iya, Bang."Bang Jack langsung menyiramkan air putih ke punggung tangan Ayah Wisnu. Dengan bantuan air mengalir kulit tidak akan melepuh. Walau masih terasa panas, tetapi luka itu tidak akan membekas."Silakan, Anda duduk saja!""Terima kasih."Petugas kebersihan langsung sigap membersihkan lantai yang basah. Datang petugas kesehatan membawa salep untuk mengatasi luka bakar. Luka hanya memerah dioleskan merata pungung tangan Ayah Wisnu."Kami ambilkan lagi menu makan yang tumpah tadi, selain soto Betawi apa lagi yang Anda inginkan?" tanya Bang Jack."Tidak