Bagaimana jika kamu mendapati tunanganmu berdesah ria dengan sepupumu? Divya jelas tak pernah membayangakannya itu akan terjadi di hidupnya! Sayangnya, setelah pembatalan pertunangan, pria itu seolah kesetanan dan mengejar Divya! Untungnya, ada Nizar, mantan Divya yang paling tampan, yang entah bagaimana menolongnya. Hanya saja, mengapa Nizar kini ikutan mengejar Divya? Bahkan, sampai membuat insiden salah paham yang tak pernah terbayangkan....
Lihat lebih banyakBRAK!Seorang pria tiba-tiba datang dan menarik tubuh Adrian hingga terpental beberapa meter dan langsung tersungkur ke lantai.Aku mengatur napas ketakutan sampai Nizar yang sejatinya gak kutahu kenapa bisa berada di sini mendekatiku.Raut cemas tercetak jelas di wajahnya.“Kamu gak apa-apa kan, Sayang?” tanyanya khawatir sambil mengusap-usap pipi ini. Aku menggeleng pelan, sontak memeluknya dengan sangat erat. Paling tidak, hati ini sedikit tenang karena menemukan perlindungan darinya. Dapat kurasakan, tangan Nizar bergerak mengusap-usap kepalaku. Sesekali mencium daun telinga ini.“Jangan takut. Aku sudah ada bersamamu, Sayang,” lirih Nizar.Usut punya usut, api pertengkaran yang kupikir sudah padam, justru kembali disiram bensin oleh Adrian.Dia menarik tubuh Nizar dengan kasar hingga terpaksa lepas dari pelukanku. Karena tak siap dengan serangan Adrian, sehingga Nizar tak bisa mengendal
Sepupuku itu sontak menoleh. Namun, buru-buru membuang pandangan ke arah lain barangkali karena tak ingin aku melihat wajahnya yang memerah, juga basah karena air mata. Hanya saja, walaupun ia susah payah menyembunyikan tangis, tapi ak tak tuli. Jelas-jelas, tadi aku mendengar isakannya. Bahkan, tubuhnya yang saat ini terlihat kurus itu pun sedikit terguncang. Tidak mungkin kam terguncang tanpa sebab?Pelan, aku mendekati Alana. Harap-harap cemas kalau kali ini tak mendapatkan penolakan seperti yang lalu-lalu. Di mana, dia seolah tak mau melihatku, sampai menganggap diri ini sebagai penyebab luka hati dan batinnya. Padahal, jika ditelisik, aku lebih terluka karena ulahnya. Tapi, ah sudahlah! Aku tak ingin membahas masalah itu lagi. Sekarang, aku sudah sangat bahagia bersama Nizar. Dan sudah kututup perihal Adrian dari hidup ini sedari ia berkhianat tanpa belas kasih. “Alana, apa yang kau lakukan di sini sendirian?” tanyaku s
[Apanya yang mampus, Saroh? Sekata dia sendiri yang bikin bayi, tapi kasian tau dia lemas gak berdaya gara-gara bayi hasil karyanya sendiri.][Hahaha! Burung Pipit, gue mules ketawa baca chat lu, bjir!][Makasih, gue emang selucu itu.][Iyain, daripada nangis. Tapi, gini ya Burung Pipit gue yang tersayang. Emang ada beberapa kasus tuh, istrinya hamil suaminya yang ngidam. Konon katanya, kalau suami ngidam pas istri hamil, itu cintanya suami ke istrinya gede. Lebih gede daripada utang negara. Jadi, lu paham kan sesayang apa Nizar ke lu?][Masa?][Di dapur.][Tau ah!][Komunikasi efektif aja sama suami lu. Dengarin curahan hatinya dan kasi perhatian lebih. Berikan feedback-nya jika dia ingin sesuatu. Saling mendukung sih intinya, ya. Semangat sampai launching hasil keringat kalian. Haha.]Pesan terakhir Sarah hanya kuberi react love karena melihat Nizar sudah keluar dari kamar mandi. Aku bangkit dari sof
Ditinjau dan ditelisik dari segi paras, pria bernama Dev ini lumayan ganteng, walau kegantengan suamiku masih belum tersaingi. Sama sekali tak ada kesan misterius di wajah Dev, berbeda aura dengan di media sosialnya yang kalau gak ambil angle miring, pasti ditampakkan belakangnya doang. Jiah! Sudah kayak peramal yang ngomongin aura-aura segala, gak sih?Pria tinggi tapi gak setinggi cintaku pada Nizar itu sontak berdiri. Mengulurkan tangan yang langsung kusambut sebagai salam perkenalan. “Bu Divya, ya?” tanyanya yang spontan kuangguki sebagai jawaban. “Pak Nizar sudah banyak cerita tentang perusahaan Anda. Dan sekarang, saya bisa melihat pelayanan kantor Anda memang cukup baik. Saya belum lama di sini, Bu, tapi sudah disuguhi kopi. Lincah sekali sepertinya karyawannya TalentVista”Aku mengulum senyum. “Terima kasih pujiannya, Pak Dev. Itu sudah jadi tradisi perusahaan kami, melayani tamu dan minimal membuatnya merasa nyaman ketika berk
Aku menarik napas panjang. Hendak melepaskan diri dari rengkuhan Nizar. Berniat untuk bangkit, tetapi pria ini justru memelukku semakin erat. Pada akhirnya, aku mencari posisi ternyaman dalam pelukannya. Sesekali, tangan ini bergerak menyentuh cambang tipis Nizar yang agaknya mulai menghitam dan tebal. Sepertinya, dia tak merawat cambangnya sendiri akhir-akhir ini.Tapi, bukan cambang yang menjadi inti pembahasan saat ini. “Aku juga ngerasa bertanggung jawab sama para karyawan yang lebih banyak protes dan memintaku untuk mempertahankan perusahaan sepenuhnya. Mereka percaya aku bisa dan sebenarnya juga takut kalau TalentVista diambil alih Raymond Group, maka besar kemungkinan kalau sistem kepemimpinan di sini juga berubah mengikuti kebijakan Raymond Group.” Aku melanjutkan keluh kesahku pada Nizar.“Gak menutup kemungkinan kalau kebijakan baru akan ikut mengganti karyawan yang ada di sana. Kasihan ke mereka gak punya kerjaan kalau
Begitu Bu Rani pulang, aku kembali ke kamar karena sebenarnya dari tadi khawatir keadaan Nizar yang sempat mual. Takut kalau sebenarnya penyakitnya serius, bukan sindrom cow... cow apa sih tadi itu kata Bu Rani? Ah, yang intinya sindrom suami ngidam. Aku gak mau kehilangan dia lagi. Di hati ini sudah gak ada tempat untuk orang lain. Cuma ada dia seorang. Huft! Kenapa aku jadi bucin gini sih?Aku baru bisa bernapas lega ketika melihat Nizar tampak berbaring di sofa sambil mengutak-atik ponselnya, dalam keadaan baik-baik saja.Menyadari kehadiranku, ia menoleh sebentar. Lantas menggeser posisinya. Memberiku ruang untuk duduk di dekatnya. Aku membungkuk. Menarik selimutnya, hingga menutupi sampai di bahunya. “Kok belum tidur, Mas? Aku kan suruh kamu tidur aja tadi.”Tak ada jawaban. Pria bercambang tipis itu menyimpan ponsel, kemudian meletakkan kedua tangannya yang saling tertutup di bawah pipinya. “Nungguin
“Kalau hamil harus makan yang sehat-sehat. Terus jangan terlalu capek, apalagi stress.”Aku, Nizar, dan Papa yang saat ini sudah duduk di meja makan sama-sama terdiam mendengar Bunda memberi wejangan padaku sambil meneruskan kegiatannya membantu Bi Ina menata makan malam di meja. Tadinya, aku juga mau membantu, tapi Bunda tak mengizinkan. Suruh duduk manis saja. Padahal aku cuma hamil, bukan lumpuh. Tapi, berasa kayak dimanja banget tuh kalau begini. Dari baru datang ke rumah Bunda sampai sekarang hanya duduk, ngemil. Kalau hamil 9 bulan begini terus, yang ada tubuh idealku ini melar kayak gajah. “Sudah berapa bulan kata dokter?” tanya Bunda. Kali ini, satu tangannya sudah memegang sandaran kursiku. “2 bulan, Bun.” “Beraktivitasnya harus hati-hati banget, Sayang. Jagain calon cucu Bunda. Itu cucu pertama, loh.”Seakan tak mau kalah. Papa menyahut lebih antusias. “Cucu Papa juga tuh.”Aku dan Nizar saling be
“Maafkan Alana, Nak Divya.” Tante Nur menunduk. Sekejap terisak. Sesaat kemudian, mata yang tampak memerah itu menatapku penuh permohonan. Lalu, meraih tangan ini untuk digenggamnya. “Jangan membencinya karena sikap dan apa yang telah dia perbuat padamu, Nak. Tante tau dia salah besar, tapi Tante juga tahu kalau dia dibutakan oleh cinta.”Melihat Tante Nur menangis, air mataku seketika ikut mengalir—membasahi pipi. Ah, aku memang paling tidak bisa melihat orang bersedih, apalagi disertai dengan tangisan. Karena ujung-ujungnya, aku juga bakalan ikut menangis.Sigap, aku menghapus air mata. Gak mau terlihat rapuh. Lantas, tersenyum manis, semanis gulali--yang pasti lebih manis daripada janji mantanmu. Dan memeluk Tante Nur untuk menenangkannya. “Aku gak membenci Alana, Tante. Gak akan pernah. Tante tenang saja, karena aku akan selalu ada untuk mendukung Alana,” tuturku sembari mengusap-usap punggung istri pamanku itu.
Ceklek!Aku membuka pintu ruang rawat Alana dan mendapati orang tua Alana dan orang tuaku saling diam-diaman. Barangkali berkutat dengan pikiran masing-masing. Ada yang tengah menopang dagu, dan di sudut lain ada yang sedang memijat pelan dahinya. Aku mengamati Alana yang terlihat sedang lemah tak berdaya. Raut wajahnya datar saja. Tatapannya lurus tampak menerawang jauh, tetapi kosong.Melihatnya, aku jadi iba. Dia pasti sangat terpukul atas kepergian buah hatinya bahkan sebelum sempat melihatnya lahir ke dunia. Namun, dalam suasana berkabung seperti ini, ke mana Adrian? Seharusnya dia ada di sini, mendampingi Alana. Kalaupun keberadaannya tak bisa mengembalikan bayi mereka, paling tidak kehadirannya bisa sedikit menenangkan suasana hati Alana.Pelan, aku menghampiri Bunda. Mencondongkan wajah ke dekat telinganya. “Bun, apa kata Dokter tentang keadaan Alana?” tanyaku nyaris berbisik. Bunda mengge
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.