Malam yang cerah, bulan dan bintang seakan turut mengiringi acara ulang tahun Lusi. Pita dan balon berjejer epik di tepi kolam renang yang cukup megah dalam kediaman Lusi. Sang pemeran utama acara tersebut sudah berdandan semaksimal mungkin untuk memeriahkan sweet seventeen-nya."Anak mamah cantik sekali,” ucap Bu Siska yang tak lain mamihnya Lusi. “Anak siapa seh?" lanjut Bu Siska memuji, terkesima dengan riasan anak semata wayangnya seraya membelai rambut Lusi yang terurai indah."Anak Mamih dunk.” Lusi mengembangkan senyum sembari badannya berputar bak cinderella yang akan berubah menjadi putri."Dah siap? Ayo turun ke bawah," ajak Mamih Lusi."Ok, Mamih.” Lusi digandeng Bu Siska menuruni tangga lalu menuju sudut kolam renang tempat diadakan acara ulang tahunnya.Para tamu undangan serta teman-teman Lusi sudah banyak yang berdatangan, mengucapkan selamat serta mendoakan Lusi dan tak lupa menjinjing sebuah kado untuk sang empunya hajat. Namun, sosok yang ditunggu Lusi belu
Suasana dipesta ulang tahun sweet seventeen Lusi begitu meriah. Sorak-sorai teman sekelas Lusi seakan menggema di langit yang berhiaskan bintang kala itu, mendengarkan Band Indi melantunkan sebuah lagu, tak sedikit teman-teman Lusi ikut bernyayi.Berbanding terbalik bagi Tya, dikeramaian Tya merasa sunyi. Bagaimana tidak, Rendra yang datang bersamanya pun memilih bergabung dengan Lusi. Bukannya memilih seh, tapi lebih tepatnya dipaksa dan diperkenalkan kepada kedua orang tua Lusi. Dewi pun belum menampakkan batang hidungnya, hingga Tya termenung sendirian di tepi kolam renang, hanya ditemani segelas sirup ditangannya.“Hai, manis. Sendirian aja neh?” Goda Beni melihat Tya duduk melamun.“Lagi nunggu temen, bentar lagi dateng ko.”“Boleh Abang temenin?” ucap Beni dan tanpa persetujuan Tya, dia langsung duduk di dekatnya. “Gue Beni.” Beni memperkenalkan diri sembari mengulurkan tangannya.“Tya.” jawab singkat Tya dan mulai menerima uluran tangan Beni, bersalaman. “Maaf.” Tya mencoba men
Menepikan mobil di pinggir jalan, tampak sebuah warung tenda ber-banner kain berwarna hijau dan gerobag bergambar ikan lele. "Maap ya, dah cantik-cantik tak ajak dinner dipinggir jalan." ucap Rendra memandang Tya, setelah menepikan mobilnya."Gak papa lah, di mana aja pun sama, yang penting sehat dan higienis," jawab Tya sembari tersenyum manis.Rendra pun mendekati abang penjulan, mulai memesan, sedangkan Tya sudah duduk manis disalah satu lesehan di depan ruko menghadap trotoar.Tya tersenyum mengamati malam yang cerah, tampak bintang satu sama lain saling berkerlap-kerlip. Bulan sabit pun seakan tersenyum membalas senyuman Tya yang sedang berbunga.Rendra mulai duduk lesehan di samping Tya, lutut mereka saling bersenggolan membuat tak ada jarak diantara mereka. Tak lama hidangaan pun mulai tersaji di depan mereka. Abang penjual meletakkan dua porsi pecel lele serta dua gelas teh hangat di hadapan Rendra dan Tya. Tak lupa satu mangkuk berisikan air dan irisan jeruk nipis diletakkan
"Pamit Mah... Pah... Tya berangkat," pamit Tya ketika menyudahi sarapannya."Assalamu'alaikum," lanjut salam Tya seusai bersalaman dengan Bu Mirna, lanjut pada Pak Yusuf."Ayo, Kak Andi!" ajak Tya pada kakanya. Kak Andi pun turut berpamitan dan bersalaman kepada kedua orang tuanya sebelum mereka beranjak ke luar rumah.Setibanya di sekolah, Tya berpamitan dan bersalaman pada kakanya. Kak Andi pun biasa berbasa-basi, memberi wejangan dan sesekali meledek adiknya, "Yang bener sekolahnya, jangan pacaran mulu." Kak Andi sambil mencubit gemas pipi adiknya. Mengetahui adiknya sudah mulai dewasa."Ihh. Sakit Kak," ucap Tya sedetik setelah dicubit Kak Andi, sembari mengelus pipinya yang berlesung itu. "Dah, sana pergi," usir Tya, setelah turun dari kendaraan beroda dua milik kakanya.Saat akan memasuki gerbang, wajah Tya menunduk serta berpura-pura tidak melihat Rendra yang berpapasan dengan dirinya. Rendra yang berjalan dari area parkir akan menyapa Tya pun diurungkan, melihat Tya seakan meng
Saat masuk kelas Zulfa keheranan mendapati Dewi tengah duduk dibangkunya. Lusi yang melihat mimik muka Zulfa heran langsung berkata “Lo duduk dibelakang, bareng ma Tya.” Datar Lusi berkata tanpa ekspresi bahkan tanpa menoleh baik kearah Zulfa maupun Tya, pandangan Lusi lurus kedepan dengan wajah sinis.Zulfa adalah salah satu siswi berhijab, terurai menutupi dadanya. Dia aktif dalam kegiatan Rohis, salah satu organisasi sekolah yang bergerak dibidang keagamaan islam. Menjabat divisi da'i yakni kepanjangan dari divisi dakwah dan iptek, menuntut ia berpengetahuan luas, tentunya mengenai agama islam. Tak heran dia terpilih menjadi divisi tersebut karena memang Zulfa sosok yang bisa dibilang kutu buku. Walaupun sifat Zulfa introvert, akan tetapi jika mengenal dia lebih dekat, orangnya lumayan asyik dan bisa diajak sharring.Zulfa meletakkan tas dan sebuah kresek hitam berisi baju renang lengan panjang berikut hijabnya yang tengah basah, seragam renang yang tadi digunakannya dalam praktek o
“Ty, itu si Marko bikin rusuh. Dia sedang bersiap melakukan aksi katakan cinta, dan denger-denger loe yang akan jadi targetnya. Dia mo nembak Lo,” ucap Dewi menerangkan. Belum sempat Tya membalas perkataannya, Dewi langsung berpamitan, “Dah yah, gue ditunggu Lusi.” Dewi buru-buru karena tak ingin diketahui, akan menambah marah Lusi. Namun, dirinya pun masih care terhadap Tya. Sejenak Tya memperhatikan kepergian Dewi, sahabatnya itu sekarang jarang bersamanya. Ada rasa kangen akan masa dahulu saat bersa. Namun, hubungan itu merenggang karena Rendra. "Padahal gue ma Rendra tak seperti apa yang ia banyangkan. Dah lah, percuma gue ngejelasin. Toh, dia tetep gak percaya," lirih Tya mematung, berpijak di salah satu anak tangga. Lamunan Tya terbuyarkan dengan suara gaduh di lantai dasar, kedua manik Tya terbelelalak melihat spanduk yang bertuliskan 'Anantya, I LOVE U'. Kini langkahnya berbalik, menaiki anak tangga yang hampir saja ia selesai turuni. "Apa-apaan itu si Marko!" gumam Tya semb
"Hey, ko ngelamun? Ayo cepet ambil air wudhu sana, aku tunggu di dalam," tutur Zulfa, membuyarkan lamunan Tya.Tya pun beranjak dari duduknya menuju tempat wudhu, bersuci diri dari hadats kecil. Ia meraih tas yang diletakkannya di samping tempat dia berpaku melamun tadi, dibawa menuju ke dalam masjid. Diletakannya tas itu di samping lemari kecil yang berisikan beberapa mukena.Tya meraih salah sepasang mukena yang ada dalam lemari kaca tersebut, memakainya tuk menutupi seluruh tubuhnya, kecuali wajahnya yang manis dan kedua telapak tangannya.Zulfa menempatkan diri di shoft paling utama barisan putri, mulai berdiri tatkala iqomah sudah dikumandangkan. Tya dengan segera berdiri bersebelahan dengan Zulfa, mulai khusyuk menjalankan sholat dzuhur yang diimami oleh Kak Irham, presidium Rohis tahun ini.Seusai sholat dzuhur Tya yang sedang memakaikan sepatu dikedua kakinya celingukan mencari keberadaan Rendra. Namun, tak kunjung dia temukan. "Mungkin sudah pulang," batinnya."Apa gara-gara c
Tya berpamitan ke toilet karena penat, acara tak kunjung dimulai seperti tertera dalam undangan. Wajahnya tertunduk saja saat menuju toilet, ia pun menabrak Rendra yang tengah keluar dari dalam toilet."Lo gak papa?" tanya Rendra sembari memapah Tya berdiri."Gak papa ko."Setelah mendengar jawaban dari Tya, Rendra pun cepat berlalu dari hadapan Tya. Ada rasa yang aneh dalam hati Tya, rasa yang tertinggal saat kini Rendra seakan mengacuhkannya.Dengan sedikit menghirup udara dengan napas panjangnya, Tya pun bergegas menuju toilet. Di dalam toilet, ia hanya membasuh mukanya. Memberi kesejukan di wajahnya, walaupun kucuran air itu tak bisa membasuh hatinya yang sedang gundah gulana.Suara cek speaker dari ruang aula terdengar dari toilet, menandakan akan dimulainya acara. Tya pun bergegas kembali menuju alula, berkumpul dengan calon pengurus lainnya.Betapa terkejutnya Tya tatkala akan menghampiri Zulfa, terlihat di kedua manik Tya bahwa Rendra tengah berada dalam shaf kelompok calon pe