Share

BAB 6 Menjodohkan Kalian

Di hari berikutnya, saat siang tiba, Stella dengan penuh kasih menyuapi ayahnya dengan makanan yang disediakan oleh rumah sakit.

Roman terlihat makan dengan lahap, seolah-olah tidak merasakan rasa sakit sedikit pun.

Meskipun terus dipantau secara intensif oleh dokter dan perawat, keberadaannya di kelas VIP memberinya perlakuan istimewa.

Stella meletakkan mangkuk itu setelah ayahnya selesai makan, lalu membawakan air minum untuknya.

Roman minum dengan perlahan, dan kemudian memberikan gelas itu kembali pada putrinya.

"Stella, apakah kamu tidak keberatan untuk menikah dalam waktu dekat dan menjalani kehidupan berumah tangga?" tanya Roman sambil menatapnya.

Stella duduk di tepi ranjang, memikirkan pertanyaan itu dengan bingung.

Jika dia berbicara jujur, dan jika ayahnya masih memiliki waktu yang panjang, tentu saja dia akan sangat keberatan dengan permintaan itu.

Baginya, hidupnya saat ini penuh damai dan kebahagiaan, mengapa dia harus menikah dan menjadi istri orang?

"Ini adalah permintaan terakhir Ayah, jadi aku harus menyetujuinya," ucap Stella dengan keraguan. "Tapi bagaimana dengan Ayah? Aku masih ingin merawat Ayah, bahkan setelah menikah."

Saat menikah, tentu ada suami yang akan hadir dalam kehidupannya. Dan Stella khawatir bahwa tidak akan ada yang merawat ayahnya dengan tulus seperti yang dia lakukan.

Meskipun ada perawat khusus, namun perawatan dari seorang anak pasti akan lebih tulus.

Roman tersenyum, "Kamu tidak perlu khawatir. Meskipun kamu sudah menikah, kamu tetap bisa tinggal di rumah bersama Ayah. Kamu bisa merawat Ayah hingga akhir hayat."

Stella hanya menatapnya dalam diam. Ada perasaan yang rumit di hatinya, yang sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata.

Hanya mereka yang mengalami situasi seperti ini yang bisa benar-benar memahami perasaannya.

"Jangan begitu, Ayah," ucap Stella dengan suara lembut, matanya penuh dengan kepedihan. "Aku tidak tahan melihatmu seperti ini. Aku akan menuruti keinginan Ayah untuk melihatku menikah, tapi Ayah harus sembuh dulu."

Roman memandangnya dengan tatapan penuh kasih. Dia menganggukkan kepalanya dengan lembut, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

Tidak lama kemudian, seorang perawat memasuki ruangan dengan langkah lembut. "Nona Stella, dokter memanggil Anda," ujarnya dengan suara lembut.

Stella mengangguk, mencoba menahan rasa gelisahnya. Dia berdiri dan mengikuti perawat itu keluar dari ruangan.

Sementara itu, Roman mengeluarkan ponselnya dan menelepon seseorang.

"Di mana kamu?" tanyanya dengan suara terburu-buru.

"Saya sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit, Tuan. Bersamanya," jawab suara di ujung panggilan.

Roman menganggukkan kepalanya dalam pengertian, berbicara sebentar, lalu mengakhiri panggilan itu.

Ia lalu merebahkan tubuhnya dengan tenang, seolah-olah beban terbesar dalam hidupnya telah terangkat.

"Semoga saja apa yang telah menghantui pikiranku selama ini tidak akan terjadi," gumam Roman pada dirinya sendiri, mengisyaratkan ketegangan yang ia rasakan.

Tak lama kemudian, pintu terbuka dan Stella masuk dengan ekspresi lesu. Langkahnya terasa berat, dan tubuhnya terlihat sangat lemah. Wajahnya pucat, bahkan lebih pucat dari ayahnya, meskipun begitu, kecantikannya tetap bersinar.

"Apa yang terjadi, Nak? Kamu terlihat sedih," tanya Roman dengan khawatir.

Stella duduk di tepi ranjang dengan pandangan kosong, lalu menggelengkan kepala pelan.

Dari ekspresi wajahnya, Roman bisa merasakan kegelisahannya.

Roman mengulurkan tangannya dan meraih tangan putrinya dengan erat. "Jika ada masalah, katakan saja pada Ayah. Jangan takut bahwa Ayah akan sedih. Yang penting, Ayah ingin tahu agar bisa membantumu."

Stella berusaha untuk tersenyum, tapi ekspresinya masih terlihat tegang.

"Tidak, Ayah. Dokter hanya mengatakan bahwa Anda harus tetap dirawat hingga sembuh. Takutnya jika pulang, dokter akan sulit memantau perkembangan Anda," ujarnya dengan suara serak.

Roman berpikir sejenak, karena sebelumnya ia telah meminta dokter untuk menambah dosis obatnya agar ia bisa lebih cepat pulang atau bahkan mencoba berobat jalan.

Namun, dokter melarangnya, sehingga Roman hanya bisa patuh pada anjuran dokter.

"Ya sudah, tidak apa-apa. Ayah juga tidak keberatan untuk tetap di sini meskipun acara pernikahanmu berlangsung. Lagipula, kita bisa melakukan video call. Itu sama saja," kata Roman dengan tulus, mencoba menenangkan putrinya.

Setelah ucapan itu, pintu diketuk oleh seseorang. Percakapan mereka terhenti, dan keduanya menoleh ke arah pintu secara bersamaan.

Saat itu juga, seorang pria berusia tiga puluhan tahun tahun masuk ke dalam ruangan dengan pakaian formal yang layaknya seorang pejabat.

Stella pasti mengenalnya, dia adalah Dani, orang kepercayaan ayahnya.

Namun, yang membuatnya bingung adalah Dani tidak datang sendirian kali ini. Dia ditemani oleh seorang pria berusia dua puluhan tahun dengan pakaian sederhana dan wajah yang tampak datar.

Stella merasa jijik melihatnya.

"Astaga, mengapa Dani membawa pengemis ke sini? Atau apakah dia tidak sadar bahwa dia diikuti oleh pengemis dari tempat parkir?" tanya Stella dalam hati, keheranan melihat kedatangan tak terduga ini.

“Tuan Roman, bagaimana kondisimu?” tanya Dani dengan penuh perhatian.

Roman menganggukkan kepalanya. “Kondisiku stabil. Selama masih bisa berbicara, itu tidak terlalu buruk.”

Dani mengangguk, lalu meletakkan sesuatu di atas meja.

Roman menatap Dani, dan segera mengerti pesan yang disampaikan olehnya.

Seorang pemuda kemudian mendekati Roman dengan langkah hati-hati.

“Halo, Tuan Roman, saya Aksa,” sapa pemuda itu dengan ramah.

Roman menganggukkan kepalanya sambil tersenyum lembut.

Namun, Stella justru menatap Aksa dengan ekspresi jijik.

Meskipun Aksa terlihat tampan, dari pakaiannya Stella bisa menebak bahwa dia adalah seorang yang kurang mampu.

Bagi Stella, tidak masalah jika seseorang miskin, asalkan tidak merepotkan orang lain. Namun, jika seseorang miskin dan menjadi beban bagi orang lain, itu yang sangat menyebalkan baginya.

Roman berusaha untuk bangkit, dan Aksa dengan cepat membantunya.

"Aksa, kamu masih ingat aku?" tanya Roman sambil menatapnya.

Aksa mengangguk, "Tentu saja, saya tidak mungkin melupakan seseorang yang menyelamatkan hidup saya. Selain itu, Anda juga bos saya. Sungguh tidak pantas jika saya tidak mengenal atasan saya sendiri. Ditambah dengan reputasi yang Anda miliki, sungguh bodoh jika saya tidak mengenali Anda sama sekali."

Roman tersenyum mendengar hal itu. Kata-kata Aksa bukanlah sekadar omong kosong, melainkan fakta yang jelas.

Tidak dapat disangkal bahwa Roman memiliki reputasi yang besar.

Roman tersenyum dan mengangguk, "Syukurlah kalau kamu masih mengenaliku. Jadi tidak perlu berkenalan lagi."

Stella yang mendengarkan percakapan mereka terkejut. Dia tidak menyangka kalau ayahnya cukup dekat dengan Aksa.

"Apakah kamu masih bekerja di tempat yang kuberikan padamu?" tanya Roman.

Aksa menjawab, "Masih Tuan. Saya mandor di sana."

Stella yang mendengarnya, semakin jijik saat memandangnya.

"Ah, ternyata hanya mandor. Kedatangannya, pasti ingin mengeluh soal gaji," cibir Stella dalam hatinya. Dia melipat kedua tangannya di depan dadanya, menatap Aksa dengan jijik.

Roman menoleh ke arah Stella, "Nak, tolong bawa kuris itu ke sini."

Stella memandang kursi di sebelahnya, lalu membawanya.

"Aksa, ini putriku. Namanya Stella. Cantik, bukan?" tanya Roman sambil tersenyum, memperkenalkan Stella pada Aksa.

Aksa melihat Stella dan menganggukkan kepalanya. Sementara Stella, dengan kening berkerut, hanya menatap ayahnya.

Namun, Stella tidak mengatakan apapun. Dia langsung berjalan pergi menuju Dani yang masih duduk di sofa.

"Siapa dia? Ayah sedang sakit, kamu malah menambah masalah dengan membawa orang yang akan meminta kenaikan gaji," Stella menggerutu pada Dani sambil duduk di sofa bersamanya.

Dani hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya tak berdaya.

Stella memang seperti itu, sangat dingin pada pria yang tidak dikenalnya.

"Dia tidak datang untuk meminta kenaikan gaji, Nona. Saya yang membawanya kesini atas perintah Tuan," jelas Dani.

Stella tentu saja terkejut mendengar hal ini.

"Ayah yang mengundangnya? Bagaimana bisa?" tanya Stella dengan bingung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status