Pagi hari ini kusambut dengan keceriaan. Setelah statusku berubah, kurasa tak boleh lagi ada kesedihan. Apalagi yang harus jadi alasan? Mau liburan? Tinggal pergi. Mau perawatan? Tinggal go. Mau apapun tinggal telepon, tinggal petikan jari, langsung sekejap ada di hadapan.
Langkah kaki dengan santai menuruni anak tangga yang jumlahnya lumayan banyak. Sedikit memutar pula.
Terlihat dari kejauhan Bi Atun sudah datang dan berjalan ke arah tangga. Dia belum melihatku karena tatapannya fokus ke lantai sambil jalan. Mungkin takut tersandung. Berbeda denganku kalau berjalan kepala ini melenggak-lenggok dan tak menatap kaki berjalan. Kalau di fikir-fikir, kata si Feri aku benar-benar terkesan angkuh. Tapi itu memang kebiasaanku.
"Eh, Si Non!" Bi Atun terkejut karena sejak tadi jalan menunduk. Saat kakinya mulai menaiki tangga seperempat bagian, dia hampir menabrakku.
"Bi, ada apa? Mau kemana? Cucian kotor udah di
PoV Maya***"Apa? Saya keguguran, Dok? Anak saya meninggal?" Dokter mengangguk lemas mendengar pertanyaan dariku. Aku sangat syok. Dan berharap ini hanyalah mimpi saja."Ah enggak, Dok. Kenapa anakku gak bisa di selamatkan? Padahal usianya sudah hampir empat bulan 'kan, Dok?" kecewaku pada diri ini."Iya. Tapi maaf, janin yang ada di kandungan anda tidak bisa di selamatkan karena benturan hebat yang anda alami. Silahkan anda sekarang istirahat. Karena setelah di kuret, anda butuh tenaga banyak untuk memulihkan tubuh anda kembali.""Saya turut berduka cita. Saya permisi dulu." Dokter pun melenggang pergi. Kian lama seluruh tubuhnya makin menjauh dan menghilang.Anakku mati?Tidak ...Bagaimanapun aku ingin sekali menjadi seorang ibu. Tapi ...Lemas sudah seluruh tubuh ini. Kandunganku keguguran hingga membekaskan kesakitan y
PoV Aurel***"Jadi udah piks, ya." Arjuna kembali memastikan. Dan proyek kami sudah berjalan lima belas persen."Iya." Aku mengangguk. Kami berjalan keluar dari ruanganku. Tadi Arjuna mampir dan bahas soal proyek."Rel?" Ia menyapaku dengan nada tanya."Hem?" jawabku masih terus lanjut jalan. Pun dia berjalan di sampingku. Tapi agak belakang. Tak sejajar."Hemmm. Gue mau minta maaf lagi soal gue yang dulu sempat nuduh loe sebagai penyebab papa pergi. Tapi gue udah sadar, gue gak harus bersikap kayak gitu."Langkah ini terhenti tiba-tiba setelah mendengar kalimat barusan yang di olah lalu di ucapkan dengan nada malu-malu oleh seorang Arjuna. Ada gemetar pula.Kutoleh dia. "Hem? Minta maaf la-gi?" Alisku meninggi heran.Ia terdiam. "Iya. Gue minta maaf, Rel. Ini asli dari lubuk hati gue yang paling dal
Mobilku melaju pelan di tinggal oleh mobil Irlan yang sudah sangat menjauh. Dia benar-benar pergi untuk hidup berdua bersama wanita pilihan ibunya. Tapi aku salut dengannya, dia mampu menerima wanita sebelum rasa cinta muncul. Ah atau mungkin Irlan pun memang menyukai wanita itu. Dan dia berikan aku kesedihan ini.Sampai di rumah lamunan ini masih saja menghiasi. Kacau!Kenapa Irlan katakan semua itu kalau hanya akan pergi? Kenapa? Apa dia tidak tahu alasan kenapa aku sering ajak dia keluar? Itu karena aku ingin mencoba dekat dengannya. Aku bukan tipikal wanita yang susah untuk jatuh cinta, dan sifat itu harus segera kurubah. Mulai sekarang, aku tak boleh mengumbar rasa pada siapapun. Karena pada akhirnya akan sesakit ini. Padahal dengan kasus Mas Andri, itu harus kujadikan cerminan. Ya ampun, mungkin aku dulu kurang perhatian dari mama dan papa. Uang oke, tapi, kalau untuk sekedar ngumpul, makan bareng sama mereka, itu sulit sekali. Walau
"Kamu gak usah masuk ya, Jun. Aku mau langsung tidur." Arjuna kembali mengantarku ke rumah setelah jalan-jalan tadi. Ia tak kusuruh masuk karena entah mengapa sejak ia ungkapkan perasaannya tadi, hati ini jadi tak nyaman."Oke. Aku pulang." Ia pun dengan lapang dada menerima. "Maaf ya," ujarku masih di dalam mobil belum turun. "Gak apa-apa. Lain kali aku main lagi." Ia menjawab santai. Alisku saling bertaut. "Hem, oke."Satu persatu kaki ini pun mulai turun dari mobil setelah pintu kubuka.Blug!Kututup pintu mobil Arjuna."Aku balik dulu." Ia pamit lalu pergi setelah melambaikan tangan. Kubalas kembali lambaian tangannya dengan lemas.Si Arjuna yang ngomongnya loe, gue, kini berubah jadi aku dan kamu. Mungkin ia ingin contoh kakaknya kalau bicara sama wanita itu yang sopan."Gak di ajak masuk, Non?" sapa Pak Satpam yang melihatku berjalan sendiri. Memang
Aku harus bisa tenang. Orang itu tak akan menjahati Simbok. Itu hanya gertakkan dia saja supaya aku cepat bawa uang untuknya.Nafas ini coba kuatur.Tudt ... tudt!Aku makin kaget. Nomor rumah sama sekali tak bisa di hubungi. Apa mereka semua terancam bahaya? Tapi mana mungkin? Untuk masuk ke dalam rumahku saja perlu menghadapi dua orang security. Kenapa bisa Simbok di culik? Apa dia sedang belanja?'Mbok, aku bilang juga apa! Jangan belanja sendiri!'Aku sudah panik. Apalagi teringat dengan tragedi kecelakaan Almarhum Om Yudi. Semuanya kembali terngiang di memori.Feri? Ya, aku berusaha menghubungi dirinya untuk membantuku menyelesaikan semua ini. Dia nampaknya sudah ahli. Dia pasti punya ide brilian untuk penyandraan ini.Segera kututup layar laptop dan pergi meninggalkan ruang kerja. Aku benar-benar panik. Takut sesuatu yang buruk terjadi pada Simbok.
PoV Feri_________"Gimana? Kalian udah lacak keberadaan nomor tersebut?" tanyaku pada orang yang sengaja di tugaskan untuk melacak keberadaan nomor yang mengirim pesan pada Aurel.Kami bicara lewat telepon genggam. "Sudah, Pak Feri. Saya akan kiriman alamat detailnya."Segera panggilan kuakhiri. Satu lengan fokus memegangi setir, sedang satu tangan lagi fokus melihat benda pipih menyala yang akan di kirimi lokasi para penjahat oleh anak buahku.Menunggu beberapa detik, akhirnya kuketahui dimana posisi orang yang menjebak Aurel. Aku yakin dia di jebak, karena Simbok ada dan baik-baik saja di rumah.Pedal gas kuinjak sekuat tenaga untuk menuju lokasi yang lumayan jauh. Dan mereka pasti pergi menggunakan mobil milik Aurel. Kata orangku posisi mereka sudah diam, tidak melaju, itu artinya kemungkinan besar Aurel sudah dalam penyekapan. Siapa yang m
PoV Aurel__________Entah mengapa Ibu melakukan ini. Aku benar-benar bersyukur karena Simbok ada di rumah dan baik-baik saja. Aku sangat histeris dan ketakutan. Dan benar, Simbok di rumah baik-baik saja. Apa maksud ibu? Tapi aku dengr jelas suara Simbok meminta tolong."Simbok baik-baik saja, Non. Tadi ada orang datang buat betulkan kabel telepon. Katanya suruhan, Non," kata Simbok setelah suasana tenang. Karena sejak awal datang, aku tak henti mengisak tangis mengkhawatirkan sosoknya."Sama sekali aku gak suruh siapapun, Mbok. Lagian gak ada masalah dengan telepon rumah. Tapi aku beneran bahagia Mbok baik-baik saja." Kembali kupeluk wanita paroh baya berbobot sekitar enam puluh tujuh kilogram itu dengan haru. Arjuna sudah pergi. Dia tadi datang untuk menyelamatkanku. Dan ternyata ibu sengaja ingin menjebak untuk mendapatkan uang dariku. Mungkin ia juga akan curi mobilku.
PoV Aurel__________"Fer?"Feri kaget. Ia menoleh ke arahku yang sudah berdiri sedikit menunduk. Dokter telah pergi, maka dari itu aku memberanikan diri mendekatinya. Baru sadar, wajah Feri nampak lebam dan ada biru-birunnya. Tapi itu sejak kemarin ia menghampiri untuk menolongku di tempat penyekapan sana. Dia berantem? Aku baru sadar sekarang."Rel?" Ia menyapa balik dengan heran.Kedua alisku meninggi. "Ka-kamu ngapain? Siapa yang sakit?" tanyaku lirih dan mengiba. Kasihan sekali dia. Padahal aku juga sudah tahu Tante Sandra 'lah yang sedang ia jenguk. Ibunya.Terlihat Feri menghembuskan nafas lemas. "A-aku lagi ....""Mas Feri. Pemasangan ring akan dilakukan sekarang juga. Jadi kami akan memindahkan bu Sandra sekarang juga." Tiba-tiba dokter datang kembali. Aku kaget. Benar? Penyakit jantung Tante Sandra sudah memburuk sampai pembuluh darahnya har