PoV Feri
_________"Gimana? Kalian udah lacak keberadaan nomor tersebut?" tanyaku pada orang yang sengaja di tugaskan untuk melacak keberadaan nomor yang mengirim pesan pada Aurel.
Kami bicara lewat telepon genggam. "Sudah, Pak Feri. Saya akan kiriman alamat detailnya."
Segera panggilan kuakhiri. Satu lengan fokus memegangi setir, sedang satu tangan lagi fokus melihat benda pipih menyala yang akan di kirimi lokasi para penjahat oleh anak buahku.
Menunggu beberapa detik, akhirnya kuketahui dimana posisi orang yang menjebak Aurel. Aku yakin dia di jebak, karena Simbok ada dan baik-baik saja di rumah.
Pedal gas kuinjak sekuat tenaga untuk menuju lokasi yang lumayan jauh. Dan mereka pasti pergi menggunakan mobil milik Aurel. Kata orangku posisi mereka sudah diam, tidak melaju, itu artinya kemungkinan besar Aurel sudah dalam penyekapan. Siapa yang m
PoV Aurel__________Entah mengapa Ibu melakukan ini. Aku benar-benar bersyukur karena Simbok ada di rumah dan baik-baik saja. Aku sangat histeris dan ketakutan. Dan benar, Simbok di rumah baik-baik saja. Apa maksud ibu? Tapi aku dengr jelas suara Simbok meminta tolong."Simbok baik-baik saja, Non. Tadi ada orang datang buat betulkan kabel telepon. Katanya suruhan, Non," kata Simbok setelah suasana tenang. Karena sejak awal datang, aku tak henti mengisak tangis mengkhawatirkan sosoknya."Sama sekali aku gak suruh siapapun, Mbok. Lagian gak ada masalah dengan telepon rumah. Tapi aku beneran bahagia Mbok baik-baik saja." Kembali kupeluk wanita paroh baya berbobot sekitar enam puluh tujuh kilogram itu dengan haru. Arjuna sudah pergi. Dia tadi datang untuk menyelamatkanku. Dan ternyata ibu sengaja ingin menjebak untuk mendapatkan uang dariku. Mungkin ia juga akan curi mobilku.
PoV Aurel__________"Fer?"Feri kaget. Ia menoleh ke arahku yang sudah berdiri sedikit menunduk. Dokter telah pergi, maka dari itu aku memberanikan diri mendekatinya. Baru sadar, wajah Feri nampak lebam dan ada biru-birunnya. Tapi itu sejak kemarin ia menghampiri untuk menolongku di tempat penyekapan sana. Dia berantem? Aku baru sadar sekarang."Rel?" Ia menyapa balik dengan heran.Kedua alisku meninggi. "Ka-kamu ngapain? Siapa yang sakit?" tanyaku lirih dan mengiba. Kasihan sekali dia. Padahal aku juga sudah tahu Tante Sandra 'lah yang sedang ia jenguk. Ibunya.Terlihat Feri menghembuskan nafas lemas. "A-aku lagi ....""Mas Feri. Pemasangan ring akan dilakukan sekarang juga. Jadi kami akan memindahkan bu Sandra sekarang juga." Tiba-tiba dokter datang kembali. Aku kaget. Benar? Penyakit jantung Tante Sandra sudah memburuk sampai pembuluh darahnya har
"Non? Mas Arjuna sudah pulang?" Bi Atun bertanya sambil menghampiriku yang baru saja masuk ke dalam rumah."Udah, Bi." Aku langsung duduk melepas lelah."Dari tadi dia disini?" imbuhku."Iya, Non. Kekeh pengen nunggu. Udah hampir tiga jam lebih. Gak pulang-pulang. Eh, Non balik malah pulang," jelas Bi Atun."Aku yang suruh." Kujawab sambil meraih gelas bersih lalu menuangkan air putih ke dalamnya. Sudah tersedia di meja sejak tadi. Tapi bukan bekas Arjuna."Oh, pantesan.""Gak tahu tuh orang keseringan banget datang." Kusimpan gelas air setelah setengahnya di teguk untuk melepas dahaga."Kayaknya mas Juna suka sama Non, ya?" kata Bi Atun sambil mengelap vas bunga dan bunganya."Katanya sih gitu. Tapi aku gak suka sama dia." Kujawab dengan santai nan sedikit kesal."Jadi bener? Mas Arjuna sudah ungkapkan perasaannya sama No
Feri nampaknya mengikuti mobilku dari belakang. Aku gak bakalan berhenti Feri. Tetap, aku akan temui ibumu.Mobil Feri meluncur cepat hingga ia mampu mengejarku. Dia tidak tahu kalau aku seorang wanita yang lumayan jago ngegas. Terus saja ikuti aku sampai ke rumah sakit. Aku harus tahu apa masalahnya, Feri.Feri terus mengejar mobilku dengan cepat. Nihil. Aku tidak terkejar olehnya. Sempat makin mendekat, namun kini aku sudah sampai di parkiran rumah sakit. Mobilku sampai lebih dulu.Segera tubuh ini kudorong ke meja administrasi untuk menanyakan dimana Tante Sandra di rawat setelah keluar dari mobil tanpa basa-basi."Permisi, Mbak, pasien VVIP bernama bu Sandra ada di ruangan mana ya?""Bu Sandra Susilawati yang mengidap penyakit jantung?" Staff admin memastikan. Aku mengangguk."Beliau berada di
Tok tok tok!"Permisi!" sahutku setelah mengetuk pintu. Pintu rumah Tante Sandra tertutup rapat. Tadi kata security bilang, ada beberapa asisten rumah tangga di dalam.Krek.Pintu akhirnya membuka."Assalamualaikum, Bi?" salamku setelah salah satu asisten rumah tangga Feri membukakan pintu. Ia memakai pakaian khusus asisten. Pun aku sedikit masih mengingat kala dulu aku di bawa makan malam ke rumah ini."Waalaikum salam. Cari siapa ya, Non?" tanyanya setelah menjawab salam."Hem. Bibi masih ingat saya, kan?"Ia terdiam dan mengingat. "Hemm. Oh, Non yang dulu pernah di bawa majikan saya den Feri kesini ya? Aduh, maaf, Non, den Feri sedang tidak ada di rumah. Begitupun dengan ibu." Ia menjawab lalu menjelaskan.Aku tersenyum sambil mengangguk tanda mengerti. "Iya, Bi, saya tahu kok. Saya kesini mau bicara sama Bibi. Bukan sama Feri atau sama
"Aurel?"Baru saja aku masuk, Tante Windy sudah berdiri sigap ke arah pintu. Mungkin ia sedang menungguku?"Tante? Om?"Mereka, yang datang adalah Om dan Tanteku dari Kanada. Selama beberapa tahun kami tak pernah bersua. Lalu mereka datang tiba-tiba. Mereka adalah adik almarhum papa."Hallo, Aurel? How are you?" katanya apa kabar sambil berjalan mendekat lalu memelukku."Baik, Tante, Aurel baik-baik saja.""Om?" Kusapa Om Idris adik ipar almarhum papa. "Rel?" Ia menghampiri. Lalu kukecup punggung tangannya seusai cipika-cipiki dengan Tante Windy."Siang, Om, Tente, Rel?"Aku terkejut. Si Arjuna datang dari arah belakang. Ini seperti sebuah rencana. Om dan Tante Windy pun tak kaget dengan kedatangan pria jahat itu."Hallo, Arjuna?" Arjuna mengecup punggung tangan Tante Windy. Mereka kenal? Seperti sudah kenal dekat?
"Non? Ada den Arjuna sudah menunggu." Simbok lapor. Biasanya Bi Atun, mungkin ia sedang sibuk nyuci."Oh, oke. Suruh tunggu ya, Mbok.""Non sekarang mau pergi sama den Juna? Simbok pikir Non ora mau di joddohi?" Komentar Simbok. Ia nampak heran.Aku tersenyum kecil. "Biar itu jadi urusanku, Mbok. Mbok santai saja. Gak usah khawatir." Simbok bingung. Lalu ia garuk kepalanya."Non beneran?" Ia memastikan. Aku mengangguk hepi. "Ya sudah, Mbok suruh dia tunggu saja, ya?" titahku. "Hem, yo wes, lah," katanya iya.Aku masih bingung dengan sikap Tante Windy dan Om Idris. Tak ada cara lain lagi supaya aku dikira menuruti mereka. Aku harus pura-pura mau di dekati Arjuna. Sekalian kuselidiki, apa rencana mereka. Supaya langkahku tidak mereka curigai.Ting ...Ada panggilan masuk."Ya? Hallo?" Yang masuk adalah nomor anak buahku."Non Aurel. Kam
Mohon kasih like dan komen ya, Kak. Biar aku semangat 🙏🙏♥️♥️♥️***Anak buahku sudah tes kebenaran tentang kejiwaan mantan ibu mertua yang terganggu. Pun mereka datangi rumah saudaranya berpura-pura menagih hutang. Mereka katanya tak mau jawab. Tak mau ada urusan lagi dengan mantan ibu mertua. Bahkan mereka bilang 'wanita gila pembawa susah saja' tentang mantan ibu mertua.Setelah kami pantau, ibu mertua nyatanya hanya diam di pinggir jalan. Dia benar-benar kurang waras. Dan saat itu juga aku segera menelepon rekan yang ahli mengurus ODGJ. Ia pun datang dan kusuruh bawa mantan ibu mertua supaya hidupnya tidak terlantar. Tanpa ibu tahu kalau aku yang menyuruh orang membawanya.Awalnya kelihatan ibu tidak mau, tapi setelah di beri pengertian, akhirnya dia mau masuk ke dalam mobil khusus untuk menarik orang-orang yang jiwanya terganggu.