***
Baru sampai di depan rumah benda pipih milikku sudah berdering saja. Segera kurogoh benda itu dari tas kecil yang belum juga terselendang di bahu.Nomor yang masuk tak kukenal, namun aku segera mengangkatnya siapa tahu ada hal penting. Dan itu mungkin dari kantor.
"Ya? Hallo? Assalamualaikum?"
Sejak beberapa kali mendengar kesantunan mereka yang mengucap salam sebelum bicara, aku jadi terbiasa. Sempat malu kepikiran betapa buruknya hidup ini.
"Waalaikum salam. Aurel? Ini Tante Sandra."
Deg!
Baru saja kaki melangkah ke tangga untuk menginjak lantai rumah, aku sudah kaget. Seketika teringat dengan omongan Feri tadi. Kalua ibunya akan meneleponku.
Dan benar saja!
Kugigit ujung bibir bawah. "Em? Ya, Ta-nte?" jawabku gugup. Jauh di lubuk hati ini sa
PoV AndriNamaku Andri Rudianto. Pria yang sejak awal mengincar wanita yang bernama Aurel. Dia adalah anak dari atasanku di kantor. Sempat ingin mendekatinya namun malu dan ragu. Tapi, tak lama setelah niatku muncul, ibunya, bosku meninggal dunia. Dan aku lumayan menaruh iba padanya. Yang ternyata dia hanyalah seorang anak tunggal yang jauh dari sanak saudara ibu atau ayahnya pula.Perjumpaan kami sejak awal hanya sebatas bos dan karyawan. Namun, sejak Bu Bos meninggal, aku mulai memberanikan diri untuk mendekatinya. Dia cantik, sedikit cuek dan mungkin lumayan manja. Di sela kesedihan atas kepergian ibunya aku hadir. Dan dia menerima baik kehadiranku. Mulai berteman. Bertukar nomor handphone dan kami lumayan dekat.Aku tahu banyak pria yang menyukainya. Namun, karena sikap dirinya yang cuek dan seperti angkuh, menjadikan pria lain enggan dan sungkan mendekatinya. Tapi, setelah dekat, Aurel ternyata rendah hati, tak an
PoV Aurel ***Beberapa hari kemudian."Gimana? Sudah siap?" Feri menjemputku dan dia sudah siap saja di depan rumah. Padahal aku tak memintanya untuk menjemput. Mobilku pun sudah siap sejak tadi."Kok di jemput segala? Aku bisa bawa mobil sendiri.""Gak apa-apa. Tanda terima kasih karena kamu juga sudah bantuin aku. Yuk masuk!" Pintanya sembari membukakan pintu. Kepala ini mengangguk saja lalu masuk ke dalam mobil Feri yang berbeda dari sebelumnya. Bicaranya juga tak sejutek awal. Hem, curiga.Feri sudah duduk dan siap menancap gas menuju pengadilan negeri. Aku masih melamun. Bagaimana kalau mereka tak dapat hukuman yang setimpal?"Rel?" Tiba-tiba Feri mengagetkan. "Hem?" kagetku. Dia merayapkan tangannya ke belakangku. Wajahnya juga dekat sekali seperti seorang pasangan yang akan ber ...Aku kaget. "Feri ka-?"Dan t
Like dan Komentar = lanjut***"Rel? Kok murung? Kamu nyesel?" tanya Feri yang fokus menyetir. Dia pasti melihat raut wajahku yang sendu dan sejak tadi diam."Aku masih gak nyangka hidup aku akan seperti ini, Fer. Punya suami baru seumur jagung, udah bercerai. Suamiku juga malah berbuat kriminal. Ya Tuhan ....""Sabar. Allah itu sudah jodohkan setiap makhluknya. Yang baik dengan yang baik, begitupun sebaliknya, yang buruk." Feri menanggapi."Maksud kamu aku buruk? Gak baik?" tanggapku. Dia malah menggelengkan kepala sambil terkekeh. "Bukan, tuh kan suudzon. Bersyukur Allah perlihatkan keburukan Andri sejak awal. Sebelum kalian dapat momongan. Itu artinya, Allah sudah siapkan lagi jodoh buat kamu." Ia memaparkan."Ah sudahlah. Jangan bahas lagi. Oh ya, aku kok bingung sama tingkah kamu sama Arjuna. Kalian sahabat, tapi kayak apa ya? Kayak d
PoV Irlan***Namaku Irlan Genta Mahendra. Seorang sekretaris di hotel megah ini yang sudah bekerja sejak lulus kuliah. Sebelum atasanku meninggal, aku sudah ikut berkecimpung di perusahaan ini. Dapat panggilan dari perusahaan secara pribadi.Sejak awal bekerja, rasa nyaman sudah mulai muncul. Apalagi dengan sikap Almarhum Ibu Bos yang baik dan ramah. Beliau bernama Bu Inneke. Dan dia hanya mempunyai seorang putri yang kini menjadi atasanku. Pengganti beliau, yaitu Bu Aurel. Dia seusiaku, tapi aku memang harus memanggilnnya ibu, karena dia atasanku.Namun, kasihan sekali nasib Bu Aurel. Dia harus menjanda di usianya yang masih muda. Meskipun baru talak satu, tapi aku yakin, keinginan Bu Aurel untuk berpisah dengan Pak Andri memang sudah menggebu-gebu.Dulu, pas pertama kami bertemu dan dia semai senyuman, pastinya aku bahagia sekali. Dia sepert
Pengumuman ; Author sudah"Saudara Aurel dan saudara Andri, mulai saat ini sudah resmi bercerai. Tok tok tok!"Kalimat itu akhirnya terdengar juga oleh telingaku. Kini, aku sudah resmi menjadi seorang janda. Dan akta cerai akan menyusul di urus oleh pengacara.Pada persidangan kali ini Mas Andri datang. Dia dapat izin dari lapas. Tapi sepertinya tak ada daya dan upaya lagi untuk mempertahankan aku sebagai istrinya. Kami sudah resmi bercerai. Mas Andri kini sudah meneguk kepahitan sebagi seorang duda di dalam penjara.Kulihat tatapan dia yang serba salah. Tapi ia tak bisa lagi berkilah, kini, dia bukan siapa-siapaku lagi."Nih tisue!" Feri menawarkanku sehelai tisue."Apaan? Aku gak nangis," tegurku."Kirain bakalan nangis darah.""Fer, jangan lupa, aku yang putusin semua ini. Kamu jangan sok ngomong aneh-aneh, deh. B
"Makasih loe udah jemput adik gue. Dan gue berterima kasih karena loe udah lindungin adek gue." Itulah kalimat yang diucapkan Arjuna dengan nada lembut sambil terus mengelus mahkota Tania yang terurai sebahu.Liur ini spontan terteguk. "I-iya, sama-sama," jawabku merendahkan kepala. "Maaf kalau lagi-lagi aku bawa masalah. Tadi entah mengapa aku lewat sekolah Tania, dia lagi nunggu taksi dan aku menawarkan diri untuk mengantar adik kamu pulang." Aku bicara dengan hati-hati. Tania masih memeluk erat kakaknya itu."Iya, gue ngerti. Gue juga tahu dari Tania, tadi di telepon Tania sempat jelasin dan kasih tahu kalau kalian ada disini dicegat oleh penjahat." Arjuna bicara lagi dengan nada yang sama. Tak angkuh jumawa menuding seperti apa yang kupikirkan. Karena tadi dia sempat menatapku dengan emosi. Ternyata dia mengerti juga. Mungkin belajar dewasa dari Tania.Tapi kok Arjuna ngo
Tok tok tok!"Masuk!" jawabku pada orang yang mengetuk pintu. Yang datang pasti Irlan, tadi aku memintanya untuk kemari."Ibu panggil saya?" katanya setelah masuk."Iya. Silahkan duduk." Aku mempersilahkan dia untuk duduk. Meskipun badannya atletis dan macho, Irlan kalau bertemu denganku pasti saja menunduk dan seperti grogi. Entah kenapa. Dia seperti takut aku marahi atau apa? Padahal aku ini baik. Hehe."Nanti kita akan bahas rancangan interior baru yang di tawarkan oleh pak Arjuna. Kamu nanti ikut saya meeting di resto. Dia tidak bisa kesini. Dan waktunya nanti pas makan siang. Gak ada meeting lagi 'kan?" ujarku segera menjelaskan."Oh bagitu, Bu? Tidak, tidak ada meeting hari ini. Ibu jadi rancang ulang design interiornya?" tanya Irlan."Gak semua. Cuma ruangan khusus saja. Saya sudah bicara dengan Arjuna, dan arsitekturnya sudah berikan rancangannya pada dia. Na
Kini aku sudah tancap gas menjauh dari resto tanpa Irlan. Entah mengapa tadi perasaanku jadi aneh saat mereka sok kompak. Jelas aku yang saat ini sudah bersatus janda, jadi kaget dan ... ah, kenapa denganku?Dengan keputusanku seperti tadi, bisa-bisa mereka berfikir kalau aku tadi baper dan malu. Ah masa bodo. Tadi aku benar-benar tidak nyaman. Lalu, Irlan juga pasti kaget dengan tingkahku yang menyuruhnya pulang sendiri saja. Padahal sejak awal aku kekeh ajak dia dan tahan mereka supaya tidak pergi. Kini, malah aku yang pergi.Kujeduk-jeduk jidat ini perlahan pada benda yang sedang kupegangi dengan fokus. Ya, stir ini kujadikan pelampiasan karena malu dan baru terpikir, apa yang aku lakukan? Aurel? Kamu kok bisa bertingkah seperti tadi?Coba di fikirkan, bagaimana bila kalian ada di posisiku. Aku yang sudah sah berstatus janda, duduk, makan, minum, lalu tersedak, dan di perhatikan secara kompak oleh tiga pria berparas dan