Share

3. Rumah baru.

Malam terakhirnya tidur di kasur kecil, Renja berhimpitan dengan Darel si pria berbadan keras. Semua orang mungkin telah tidur pulas, hanya Renja yang masih terjaga menatap langit-langit kusam yang tidak pernah absen untuk dilihat sepanjang hidupnya.

Lampu tidur redup, kipas angin cacat, mereka selalu menemani Renja lebih lama dari apa pun. Besok dia akan meninggalkan semua kenangan tersebut, terkurung dalam ruang sempit tak berpenghuni.

Lantas Renja melirik Darel dari ujung matanya, pria itu tidur tenang tanpa mengeluarkan suara dengkuran.

Apa dia sama sekali tidak merasa canggung? Renja bertanya-tanya bagaimana cara pria itu mengatasi emosionalnya pada kenyataan sekarang.

Renja tidak tahu apakah Darel sedih, marah, kecewa, apapun segala bentuk emosi, Renja benar-benar ingin tahu perasaannya.

Pemikiran itu terbawa sampai ke alam mimpi Renja, namun di sana pun Renja tidak menemukan jawaban selain mimpi tidak nyambung yang selalu berpindah-pindah tempat secara mendadak.

***

Aroma harum masakkan pagi-pagi buta tercium lezat mengundang penghuni rumah bangun. Kopi dan teh panas telah tersaji di atas meja makan, mengeluarkan kepulan asap terbang ke udara.

Darel terbangun, tidak merasakan kehadiran sang istri dalam ruangan tersebut. Lantas dia pergi mengikuti aroma lezat, dan disanalah istrinya berkutat sibuk melakukan ini itu.

"Ini masih sangat pagi," kata Darel, dia menatap Renja dalam keheningan subuh nan dingin.

Renja tersenyum tipis, menghampiri pria berwajah lesu untuk dibimbing duduk di kursi. Darel menurut, membiarkan istrinya memanjakan dirinya seperti seorang ibu pada bayi kecil mereka.

"Kau minum teh atau kopi? Ambil saja." Setelah itu Renja kembali ke kompor, membersihkan sisa kotor akibat percikan minyak atau tumpahan kuah.

Darel menyeruput teh nya sembari memperhatikan bagaimana si rajin bergerak sana-sini. Darel harus bersyukur sebab gadis yang menikah dengannya adalah gadis sederhana dan penurut. Kesan gadis penipu bisa ditutup sekarang. Darel sudah mengetahui apa penyebab gadis itu menipu, gadis yang terlalu takut pada orang tuanya bisa apa?

"Kalau mau makan duluan, silahkan," ucap Renja di sana tanpa memandang.

Darel memperhatikan lauk pauk sederhana tetapi menggoda selera, perut Darel langsung terasa lapar. Lalu seperti tawaran Renja barusan, Darel makan duluan seorang diri.

"Keluargamu belum bangun, apa tidak apa-apa membiarkan kopi dan teh nya dingin?" Darel berucap sembari menuang kembali teh ke dalam gelasnya.

"Sebentar lagi mereka akan bangun. Papa berangkat pagi hari ini, mama juga."

"Adikmu?"

"Adikku enggak memiliki kebiasaan minum hangat di pagi hari. Dia suka yang dingin-dingin."

Renja selesai dengan sisa pekerjaan, lalu dia kembali ke meja makan menemani Darel makan. Renja hanya memperhatikan setiap suapan lahap--senang masakannya bisa diterima oleh lidah sang suami.

"Bagaimana? Apakah sesuai dengan seleramu, Darel?"

Darel hanya mengangguk-angguk, tidak menjawab sebab mulut penuh. Benar-benar ... dia makan sebelum membersihkan wajah atau sikat gigi terlebih dahulu.

"Renja, kamu sudah siapkan bekal papa?" Amar lewat menuju kamar mandi belakang, tidak berniat mendengar jawaban karena barusan dia memerintah bukan bertanya. Pria itu pun menghilang di balik pintu tak menegur menantu.

Darel berhenti mengunyah, membiarkan makanan membuat pipinya menggelembung lucu. Mematung menatap Renja dalam ekspresi penasaran.

Renja tertawa kecil. "Jangan khawatir, sudah aku siapkan semua. Makan lagi, nambah juga boleh." Renja memberi tahu halus, menghempas rasa khawatir Darel sebab dia sudah makan terlalu banyak--takut yang lain nggak kebagian. Atau mereka akan marah pada si miskin ini?

Satu persatu mereka bangun semua, membersihkan diri lantas makan. Tidak ada yang menggunjing Darel, mereka manusia masih punya empati untuk setidaknya jangan mempermasalahkan makanan yang telah ditelan.

"Hari ini kalian pergi, ya?" Sera memiringkan kepala, terkikik mengejek kakaknya. "Aku penasaran seperti apa rumah Bang Darel. Tidak bocor, kan?"

Renja memelototi adiknya, memberi tanda untuk berhenti bicara. Mulutnya kurang ajar!

"Maaf, tapi aku hanya takut kakakku kedinginan," godanya membentuk raut sedih, kemudian dia pergi bersiap-siap untuk sekolah.

Sementara Darel tidak menanggapi, dia bukan tipe yang mudah terpancing emosi. Sosok yang tenang berpenampilan kasar menawan. Lagian dia akan membawa Renja pergi pagi ini juga. Mereka sudah siap semua.

"Ma, Pa, Sera." Renja berbalik sebelum naik ke atas motor. Menatap sedih keluarganya dan rumah tempat ia tumbuh. "Aku pergi. Terima kasih."

Mereka mengangguk malas, bergantian menerima salam dari Renja. Sedangkan Darel menyusun tas Renja yang hanya berisi pakaian saja. Tidak banyak, satu tas cukup memuat semua pakaian Renja.

"Sera ... kamu jangan nakal, ok!" Dia menekan jidat adiknya, memberi peringatan sebagai seorang yang selalu memperhatikan adiknya.

"Nyatanya kau yang digerebek warga, bukan aku, si anak nakal ini." Sera berbisik menahan tawa. Kakaknya yang baik, tidak menikah dengan cara yang baik. Membuktikan tidak semua orang baik akan berakhir baik.

"Dasar. Kalau ada waktu, bantu mama mengurus rumah. Jangan kabur."

Setelah itu Renja berbalik badan, naik ke atas motor yang sudah siap membelah jalanan. Renja melambai, motor berjalan meninggalkan keluarga dan rumahnya. Tangan Renja beralih menyeka air mata perpisahan, biar jarak mereka tidak jauh--terpisah 25 menit perjalanan motor--tempat Renja pulang tidak sama, selama dia masih menyandang status istri.

'Kayak ditinggal mati saja.'

Darel tidak habis pikir, dulu dia meninggalkan orang tua tanpa beban atau rasa takut akan kerinduan. Melihat Renja ... rasanya aneh. Memang begini ya gadis rumahan? Padahal Renja seperti babu diperlakukan oleh mereka.

Sesampainya di tempat tinggal Darel, Renja diam di dekat pagar dahan dari sebuah rumah berbahan kayu namun tampak mewah dan elegan. Dia tidak percaya ini.

Apa benar ini rumah Darel? Renja menoleh sana-sini, pepohonan tumbuh menjulang tinggi menyejukkan udara serta teduh. Suara hewan seperti burung, jangkrik dan katak, menambah kesan tenang yang sesungguhnya.

Tak jauh dari tempat Renja berdiri, sekitar 13 meter, terdapat rumah lain yang juga berbahan kayu. Tentu tidak hanya dua rumah, ada sekitar 15 rumah yang telah Renja hitung namun jarak mereka tidak ada yang kurang dari 5-7 meter.

Pemukiman ini seperti hutan, akan tetapi berpenghuni. Rumah mereka semua berbahan kayu, rasanya adem serta aesthetic untuk dilihat.

Ini jauh dari gambaran rumah bocor seperti yang keluarganya pikirkan.

"Tunggu apa lagi? Ayo masuk." Darel memimpin jalan, sekaligus membawa tas Renja masuk.

Ketika Renja menginjak lantai kayu, lantai tersebut sama sekali tidak berderit—seperti lantai marmer mengkilap dan halus. Namun, keindahan ini dirusak oleh barang-barang berserakan tidak pada tempatnya.

Renja berjanji akan membuat rumah ini menjadi indah seperti keindahan alam juga rasa nyaman saat melihatnya.

"Aku tidak menyangka kau memiliki selera rumah yang seperti ini," tutur Renja terus terang. Mau dilihat bagaimanapun, dari penampilan dan gaya berantakan Darel, Renja sempat mengira rumah Darel berada di pemukiman panas dan berisik.

Darel berhenti di depan sebuah pintu ruangan, berbalik badan menanggapi Renja. "Kau tidak suka?" Sebelah alisnya terangkat. Ingin tahu.

"Aku suka. Tempatnya tenang dan adem. Jauh dari ributnya kendaraan. Hanya saja aku tidak menyangka kau memiliki sisi lembut."

"Sisi lembut, ya?" Darel tertawa tipis. "Aku mencari rumah yang tenang, agar aku bisa beristirahat dengan baik." Lantas Darel membuka pintu, masuk dan diikuti oleh Renja.

Kamar yang lebih besar juga ranjang dahan pohon ditimpa kasur tebal satu jengkal orang dewasa. Jendela di sisi kepala ranjang, lampu tidur di sebelah kiri, juga kipas angin di langit-langit. Itu tampak nyaman, Renja langsung duduk di kasur.

"Darel, tempat ini benar-benar nyaman." Renja tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya, kehidupan pernikahan sederhana seperti ini memang mimpi Renja, termasuk tinggal di tempat yang tidak berisik.

"Istirahatlah dulu, aku mau pergi ke bengkel."

Renja mengangguk.

Setelah Darel pergi menggunakan motornya, Renja berdiri. Mana bisa dia istirahat sementara rumah barunya begitu berantakan. Dia akan istirahat setelah suaminya tampak bersih dan rapi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status