Share

4. Istri yang baik.

Renja sudah selesai bersih-bersih, rumah disulap menjadi bersih dan rapi. Dia menyeka keringatnya, lalu berkacak pinggang melihat betapa hampa rumah ini. Tidak ada peralatan masak selain panci kecil untuk merebus air, kulkas atau hal lain yang menunjang dapur, sama sekali tidak ada. 

Bagaimana makan siang nanti? 

Renja pergi ke luar, rasa lelahnya seketika disapu oleh ketenangan alam. Pohon-pohon tinggi, rumput, dan suara air sungai. Renja penasaran dari mana asal suara air itu, lantas di memasang sandal, berjalan menelusuri jalan kerikil abu-abu dan biru. 

Renja melihat wanita di teras rumah tengah menggendong anak, dia tersenyum ramah ketika mata mereka saling bertemu. Wanita itu cantik, pakaiannya juga bagus, Renja tidak pernah melihat pakaian model itu di pasar. 

Tinggal tiga meter lagi Renja sampai di sungai jernih yang memiliki batu-batu alam yang besar. 

Renja takjub, tempat ini benar-benar indah. "Kenapa sedikit sekali yang tinggal di sini?" Dia naik ke atas batu, arus sungai tidak begitu deras, dangkal dan bergerak aman. Renja mencelupkan kakinya di sungai, merasakan suhu dingin yang menyegarkan. 

"Seharusnya tempat ini ramai didatangi." Rasanya mengganjal, tempat indah yang mudah dijangkau kendaraan malah sepi. Renja ingat danau bekas galian tambang saja sering ramai pengunjung. 

Renja segera mengalihkan pikiran pada sesuatu lebih berguna. 

"Di sini kayaknya bagus jadi tempat mencuci baju." Renja sudah memiliki gambaran bagaimana dia akan menghabisi waktu dengan tumpukan pakaian kotor di sini. Bukan ide buruk jika sekalian mandi juga. 

Jantung Renja berdebar tidak sabar, bibir membentuk senyum halus begitu girang sekaligus gugup akan menjalani kehidupan rumah tangga. Renja berjanji akan menjadi istri yang baik, mencoba melakukan yang terbaik. 

Lalu Renja mendengar suara motor, dia menoleh ke belakang sebab mengenal suara itu. "Darel," gumam Renja. Pria itu juga dapat melihat Renja dari sana, tetapi dia hanya diam dan menunggu di atas motor. 

Renja beranjak dari batu, berjalan pelan dan berhati-hati pada batu yang licin oleh kaki yang basah. Renja berjalan di atas kerikil separuh berlari, Darel terlihat seperti tengah menunggu Renja sehingga Renja tidak berpikir untuk jalan santai. 

"Air di sungai sana sangat jernih," lapor Renja tersenyum bahagia ketika dia sampai di hadapan Darel. "Menyenangkan jika mencuci baju di sana."

Gadis ini benar-benar ... Darel tidak tahu harus berkata apa untuk menanggapi kebahagiaan sederhana gadis itu. Dia benar-benar mendapat sosok lembut khas gadis desa sesungguhnya. 

"Lapar?" Darel berucap sembari memperlihatkan tentengan di tangannya. Berupa nasi bungkus. 

"Iya." Renja balas antusias, dia menunjukkan ekspresi menantikan yang membuat siapa pun melihatnya akan merasa dihargai. Gadis ini pandai menjaga perasaan orang lain, karena dia dibesarkan untuk mengerti keadaan. 

Lalu mereka berdua masuk ke dalam rumah, Darel terdiam ketika pintu terbuka lebar. Lantas dia melirik Renja, kembali lagi melirik ruangan. Darel tak mampu menahan tawa tipisnya, beginilah jika dia memiliki seseorang yang rajin. Ruangan bersih dan rapi akan terjamin. 

Darel merasa pangling dengan rumahnya sendiri. 

"Ada apa?" Kepala Renja miring ke kanan, menatap pria yang jauh lebih tinggi dengan mata bulatnya. "Kenapa kau tiba-tiba tertawa?" Renja kembali bertanya, semakin membuat wajahnya cantik dan imut. 

Darel membuang napas kasar, tangannya bergerak menutup pintu. "Aku bilang kau istirahat saja dulu, kan?"

"I-iya, tapi aku tidak lelah." Renja pikir dia telah melakukan kesalahan. "Apa aku ..." Dia menunduk takut. "... aku memindahkan barang yang tidak boleh dipindahkan?"

"Tidak, bukan itu maksudku. Ah, sudahlah. Ayo makan, kau tidak melakukan kesalahan apa pun."

Renja mengangguk. 

Mereka berdua duduk lesehan di depan meja segi empat panjang kurang sedikit satu meter. Menikmati makan siang berusaha membuang canggung. Lalu Renja memikirkan sesuatu, hal yang memang harus dibicarakan. 

"Aku tidak bisa memasak tanpa alat," singgungnya langsung tanpa basa-basi. Renja gugup, berusaha mengalihkan pandangan seraya mengaduk-aduk nasi. 

Tiba-tiba sebuah kartu mendarat di meja. Renja melihat tangan Darel yang meletakkan kartu itu, tentu Renja mengenal apa kegunaan dari kartu tersebut. Renja mendongak, mereka saling pandang. 

"Ini ..." Renja memegang kartunya, dia meragu dalam kegelisahan tidak enak hati. 

"Itu khusus untukmu. Aku akan kirimkan uang setiap bulannya. Setelah ini kita pergi berbelanja kekurangan yang kau maksud."

Untunglah. Renja menangguk semangat. Ia pikir Darel akan kesulitan dan akan marah, ternyata dia mengerti dan setidaknya memiliki simpanan untuk mengisi dapur atau lainnya. 

***

Renja tidak menyangka bahwa barang yang datang akan sebanyak ini, maksudnya dia bisa membeli semua barang itu dalam sehari tanpa menabung terlebih dahulu. 

Di luar dugaan! 

"Darel tidak semiskin yang mereka pikirkan." Renja terkikik geli. Dia penasaran bagaimana tanggapan orang tuanya pada Renja yang bisa membeli barang sebanyak ini? 

Mobil pengantar terparkir di depan, orang-orangnya membantu menurunkan barang juga menyusun di tempat yang Renja inginkan. 

Sebelum matahari terbenam, semua telah tertata membentuk rumah impian. Ini semua lebih lengkap dibandingkan peralatan di rumah Renja sebelumnya.

"Darel jam berapa ya pulang?" Renja melirik jam dinding. Tadi setelah berbelanja, Darel mengantarkan Renja pulang lantas pergi lagi. Renja berpikir akan menyiapkan makan malam dari sekarang, makanan yang dibuat dengan kasih. 

Ketika hari telah gelap, Renja berhasil menyiapkan tiga lauk. Dia kemudian duduk rapi di dekat meja, beberapa kali melirik jam menantikan kepulangan Darel. 

Tiba-tiba dia cemas, bagaimana jika Darel belum pulang setelah semua makanan telah dingin? Renja memainkan jarinya, ia ingat waktu tengah malam ketika motornya rusak. Saat itu Darel masih di bengkel. 

Renja tidak memiliki ponsel untuk menghubungi, satu-satunya pilihan adalah dengan bersabar. 

Sudah pukul sembilan malam, semua sajian telah dingin. Renja meringkuk sabar, setelah ia rasa cukup, Renja memakan bagiannya seorang diri. Renja sudah mengantuk, dia tidak tahan menunggu lebih lama. 

"Nanti kalau dia pulang aku panaskan." Renja sama sekali tidak berkecil hati, dia harus pengertian pada suami yang bekerja. 

Sebelum masuk ke kamar, Renja mengintip ke jendela, pada suasana menyeramkan yang berbanding terbalik ketika siang. 

Renja langsung merinding, berlari kecil ke kamar. Dia menutupi seluruh tubuhnya menggunakan selimut, mendengarkan suara alam yang kental. Gesekan daun, serangga, dan katak. Suara yang menyenangkan sekaligus membawa historia berbeda. 

Mengerti? Tenang, tapi rada seram. 

"Semoga dia cepat pulang." 

Perlahan-lahan dia terlelap. Kasur tebal pembawa kenyamanan, selimut lembut yang dia sempat beli tadi siang juga cocok. Renja jadi menikmati setiap hembusan napas hangat, dirinya lepas dari lelah setelah membenah rumah seharian. 

Tidak ada yang memaksa Renja bangun dalam perkataan memerintah. Renja bebas mau tidur berapa lama. Padahal ini adalah tempat baru baginya, namun untuk merasa nyaman, Renja tidak perlu berusaha mengenal lingkungan. 

"Istri ... baik." Dia bergumam dalam lelapnya, terus menekankan diri atas pedoman tersebut sampai ke alam mimpi. Tangannya menggenggam selimut, bulu mata hitam lentik sesekali bergerak ketika dia memejam erat dalam ringisan pelan. 

Gadis lembut yang cantik. Dia tidur sendiri menanti suami pulang entah sampai jam berapa. Ketika itu tiba, dia bersedia bangun untuk memanaskan makanan untuknya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status