"Berbaringlah di samping Ezra, Jav! Dia masih belum bisa anteng, nih ...,"
Ucapan Shifra terdengar aneh dan seketika pria itu mengerutkan dahi sambil berbalik menatap wanita yang menepuk-nepuk sisi kasur di samping Ezra."Apa?" desisnya tak yakin.Javaz memejamkan mata dan menggeleng, tapi lengannya ditarik agar naik ke kasur. Dengan berjalan memutar dia akhirnya naik ke sisi Ezra yang langsung menggenggam satu jarinya."Iya, Sayaaang Ayah di sini, hm? Dengerin Bunda ngaji, ya? Ssstttt bobok yang nyenyak ...," desisnya mengelus kepala dan mencium pipi Ezra dengan mata tertutup, karena dalam posisi mengisap ASI.Lantunan ayat suci yang dibaca Shifra membuat pria itu ikut diserang kantuk yang tak tertahankan lagi. Beberapa menit berlalu dia benar-benar kehilangan kesadarannya, menuju alam mimpi.'Allah ... hamba hanya ingin melakukan kewajiban hamba patuh pada suami hamba ... lembutkanlah hati hamba agar bisa menerima semua takdir"Assalamualaikum, Pak Javaz! Cepat buka pintunya!" Suara dari luar rumah semakin melengking dan memburu dengan ketukan lebih keras dari sebelumnya.Sedikit berlari Javaz menuju sumber keributan, memutar kunci dan menarik handle pintu dengan cepat."Apa yang membuatmu sangat panik, Ron?" pekik Javaz kesal saat melihat sosok yang langsung menarik lengannya, begitu mereka bertatap muka.Tak ada jawaban dari mantan asisten Elzien sekaligus sahabat Javaz itu. Baron mengempaskan tubuh pria yang bahkan masih memakai celana pendek rumahan dan kaos oblong polos ke dalam mobil. Gerakan cepat pria yang tak mengeluarkan sepatah kata pun itu berlari memutar dan duduk di balik kursi kemudi. Melajukan dengan kecepatan di atas rata-rata, menerabas semua kendaraan yang menghalangi. Tangan pun tak berpindah menekan klakson di tengah setir bundar berlogo tiga lingkaran itu."Lo gila, Ron?!" umpat Javaz menahan tubuhnya agar tak terombang ambing dengan berpegangan pa
"Zora!!!""NO!!!"Semua orang di rooftop dan di bawah sana berteriak histeris.Dengan gerakan cepat Javaz membungkukkan badan meraih tangan Zora yang sudah terlepas dari genggaman Baron. Pria itu meringis, sekuat tenaga menarik dua tubuh orang dewasa yang bergelantungan di tepi atap.Kacamata Baron terlepas dan terlempar ke bawah saat berusaha menggapai lengan Zora. Kedua kakinya sudah menggantung di tembok pembatas balkon seteng badannya menjuntai ke bawah. Lengan atasnya berhasil ditarik Javaz yang juga menahan tangan kanan adik perempuannya.Tiga orang petugas dari Damkar yang sudah stanby membantu Javaz menarik Zora dan Baron. Ketiganya berhasil selamat. Tim medis tiba di rooftop dan memeriksa keadaan satu-satunya wanita di atas rumah mewah itu yang tak sadarkan diri."Apa yang terjadi, Ron?" Masih dengan terengah-engah mengatur napas, Javaz menatap tajam Baron yang tengah diperiksa petugas kesehatan."Siapkan ambula
"Lo gila??? Gimana dengan Nadia? Mau dikemanain istri gue, wooy!!!" teriak Baron meninju pelan lengan Javaz.Keduanya terkekeh bersamaan dan saling sikut berebut untuk masuk ke ruang rawat Zora yang baru saja dipindahkan dari ruang tindakan."Kapan Lo waras sih, Ron? Kucing aja Lo kasih nama Nadia dianggep bini pula?! Dah berapa anak Lo?" Javaz menggeplak kepala Baron dengan tertawa geli sekali mendahului masuk ruangan VVIP khusus keluarga Kagendra.Wanita yang baru saja selamat dari kematian itu masih belum sadarkan diri. Matanya tertutup rapat dengan berbagai peralatan medis melekat di tubuhnya. Adik perempuan satu-satunya Javaz itu terlalu tertekan beberapa hari ini."Apa yang harus gue lakuin sama Bian, Jav?" tanya Baron duduk bersedekap dada di samping Javaz yang terus menatap wajah Zora."Yakin? Dia yang bertanggung jawab atas keadaan Zora hingga seperti ini?" jawab pria itu dengan wajah datarnya tanpa mengalihkan pandangan."Pertama kali Zora mulai mengenal dunia malam saat dia
"Dalam tidurku, dia datang melalui sebuah cahaya terang. Lalu memintaku menolongnya di jurang yang sama saat dia terjatuh. Mas El masih hidup, Kak ...! Masih hidup ... masih hi ... dup-" Kalimatnya terhenti saat tubuhnya tiba-tiba melemah."Zora!" Javaz mengguncang dan menepuk pipinya, tak bergerak sama sekali. Napasnya sesak tak mampu memanggil nama Zora.Baron dengan cepat menekan tombol darurat yang langsung terhubung dengan perawat jaga. Dia ikut panik dan mengecek semua monitor alat yang tampak normal dan tak berbunyi tanda bahaya."Mungkin dia hanya pingsan, Jav. Semua alat normal," katanya sedikit lega, memberi sebuah tepukan di bahu Javaz.Beberapa perawat memasuki ruangan VVIP berfasilitas layaknya hotel bintang lima itu setelah sebelumnya mengetuk pintu. Satu diantaranya memeriksa dengan stetoskop dan lainnya mengecek peralatan yang masih terpasang sempurna."Hanya belum pulih kesadarannya saja, Pak. Tidak ada masalah serius. Karena efek obat juga, jadi masih seperti halusin
'Aku bisa menahan rasa yang kamu berikan, Jav ... tapi aku nggak bisa hilangkan memori tentang Mas El dari kepalaku ... jadi, maaf aku hanya memanfaatkanmu demi Ezra!' ungkapnya dalam hati dengan dua tangan mengepal di sisi tubuh. Tangisan Ezra membuat keduanya berjarak, Shifra mundur dan mengusap wajahnya yang basah dengan dua tangan."Maaf, Shifra ...," lirih Javaz lagi menahan lengan wanita yang baru saja melewatinya."Ezra nangis, Mas!" Sapaan Shifra kembali membuat pria itu mengulas senyuman dan mengusap kepala wanita yang menatap sekilas wajah Javaz dengan anggukan kecil.Wanita yang sejak dulu dikenal dengan kepolosan dan keluguannya. Tak pernah neko-neko dalam hidupnya dan lebih memilih kesedrhanaan sebagai santri pada umumnya. Ternyata sekrang lebih mementingkan ego dan pembalasan rasa sakit yang diterimanya. Hatinya tak lagi sama seperi Shifra yang dikenal Javaz sebelumnya."Aku mungkin akan menjaga Zora beberapa hari di Rumah Sakit, apa ka--""Ya, dia tanggung jawabmu saat
"Ikut gue urus perusahaan peninggalan Elzien! Tebus semua kesalahan Lo dengan melindungi semua milik kakak Lo itu, sanggup?" Baron menjawab dengan seringaian tipis yang tak terlihat oleh dua kakak beradik yang melongo mendengarnya."Apa?!?" pekik keduanya bersamaan."Nggak! Zora ikut gue ke rumah kontrakan! Tinggal bareng sama Gue dan Shifra! Dia masih tanggung jawab gue!" tegas Javaz merangkul adiknya dari samping.Wanita yang menyandarkan kepala di bahu kakaknya itu menggeleng."Aku nggak mau ganggu kalian, Kak ...," ucapnya membuat jarak, menatap Javaz."No! Lo harus sama gue! Apapun yang terjadi, Lo harus sama gue, Ra!" kata Javaz mengusap kepala Zora penuh perhatian.Pertama kalinya pria yang terlahir dari embrio beku milik mendiang Kagendra Wijaya dan istrinya itu memberikan ketulusan pada Zora. Selama hampir sepuluh tahun sejak Mama yang melahirkan saudara serahim itu meninggal, Javaz tak pernah lagi peduli dengan sekitarnya.Sebulir bening menetes di punggung tangan Zora yang
Hai hai hai ...Temen temen readers .... 🤗💌💌 Ditinggal Suami, Dinikahi Adik Ipar 💌💌Author mau kasih inpoh niiih ya?Sebelumnya minta ma ... af ... banget 🙏🙏🙏🙏🙏Di Aplikasi GN dan KBM ada kesalahan Bab 8, Bab 9 dan Bab 10 yang sudah terlanjur kalian baca 😫🙏🙏🙏Selanjutnya bisa diulang baca lagi setelah revisi, ya? 😬🙏Sekali lagi maaf atas ketidak nyamanan pembaca yang budiman🙏😍Semoga berkenan melanjutkan mambaca bab berikutnya dan bab revisian yang pasti lebih seru👍Sekian in phoh dari Author Iftiati Maisyaroh 😇Selamat membaca dan Semoga semua yang telah readers berikan untuk membaca Shifra-Elzien-Javaz diganti dengan rezeki yang berlimpah dan sukses lancar segala urusan readers semua 🤲😇 Terima kasih 🙏
"Mas El masih hi-dup???" ulang Shifra menatap kosong.Ingatannya kembali pada masa sebelum kehilangan suaminya itu."Semoga dengan ini, kamu bisa memberikanku keturunan, Sayaaang. Aku ingin jika nanti aku harus pergi ke luar kota atu ke Luar Negeri untuk bisnis, ada anak-anak kita yang menjagamu, menemanimu, Kamu nggak kesepian, hem?" ujar Elzien menyelipkan anak rambut Shifra ke belakang telinga.Wanita dalam pelukan suaminya itu menggeleng kuat semakin erat mengaitkan lengannya di pinggang Elzien di atas ranjang."Mas jangan ngomong gitu, Ich! Aku nggak suka!" katanya dengan cemberut dan mencubit perut kotak Elzien dengan susah payah. "Iya ... maaf!" balasnya menangkap tangan sang istri di perutnya dan mengecup penuh kelembutan sambil memejamkan mata."Aku nggak mau ditinggal tinggal setelah ini! Kalopun harus ke luar kota atau ke Luar Negeri sekalipun, aku ikut Mas! Titik!" protes Shifra masih dengan menekuk wajahnya hingga bibirnya mengerucut."Iya ... Sayang ... Mas akan selalu p