“Kucing, kalau kau benar-benar mengenalku berarti insiden malam itu hanya pura-pura? Itu bagian dari tipuanmu?”
Setelah menyerah mencari informasi klinik misterius malam itu, Sagara pun lanjut mengunjungi pasar untuk mencari perlengkapan yang akan dia bawa di hari perekrutan OSIS nanti. Dia sudah terdaftar sebagai peserta pelatihan dan akan menghabiskan waktu selama tiga hari tiga malam untuk resmi diterima menjadi anggota OSIS sampai proses pelantikan.
“Katakanlah begitu, aku menemuimu bukan tanpa alasan sayangnya aku belum bisa mengatakan alasan kehadiranku sebelum kamu mengingat jadi dirimu yang sebenarnya.”
“Kenapa harus begitu? Mungkin dengan kau memberitahuku aku akan ingat siapa diriku dengan lebih cepat.”
Lelaki itu menaiki tangga menuju toko peralatan kemah, Sagara diminta untuk membeli tambang, gunting, kain warna hijau, dan barang-barang lain plus persediaan makanan juga. Sagara harus belanja sendiri karena kedua temannya memutuskan untuk t
Gimana, gimana? Mohon maaf ya jika banyak kekurangan aku masih belajar nulis genre ini soalnya, hu hu.
Malam hilangnya Sagara ... Malam itu seperti akan turun hujan, Sagara sedang dalam perjalanan menuju tempat makanan yang dia mau. Pemuda itu berencana membeli seblak tulang dengan tingkat kepedasan level 10, cuaca seperti mendukung niatannya malam ini. Menikmati seblak pedas di tengah rintik hujan yang menyebarkan sensasi dingin, ah pasti nikmat sekali. Di pertigaan sebelum tiba di tempat seblak, Saga mendengar riuh orang-orang yang sedang bercengkerama. Awalnya Saga ingin mengabaikan mereka, hanya saja ketika nama SMA Tribakti disebutkan, hati Sagara tertarik untuk mengetahui siapa saja yang ada di sana dan apa yang sedang dibicarakan orang-orang itu. “Kalian yakin anak-anak Gunar tidak akan menyerang Tribakti karena masalah ini?” tanya seseorang yang entah siapa, Saga melihat sebagian dari mereka masih mengenakan seragam sekolah sedangkan sisanya tidak terlalu jelas mengenakan apa karena Sagara mengintip dari jarak yang cukup jauh. Ia bersemb
“Terima kasih anak muda, kalau tidak ada kamu Ibu tidak tahu lagi harus berbuat apa,” ungkap ibu pemilik tas tadi setelah kembali mendapatkan barangnya. “Sama-sama Bu, lain kali tolong hati-hati. Jangan bepergian sendiri apalagi ke tempat yang rawan penjambretan seperti ini. Ajak anaknya atau siapa saja untuk menemani Ibu.” “Iya, Ibu akan mengingat pesanmu. Ah, wajahmu terluka, kamu pasti dipukuli penjambret tadi bukan? Kamu mau Ibu antar ke dokter?” “Tidak usah, saya baik-baik saja. Hanya sedikit kena tonjok nanti juga sembuh sendiri.” Wanita itu tersenyum lalu mengeluarkan beberapa lembar rupiah, ia mengepalkannya pada Sagara dan anak itu langsung menolak. “Jangan Bu, saya ikhlas menolong Ibu. Ah, itu dia taksinya sudah datang,” ungkap Saga lagi melihat taksi online pesanannya tiba di pinggir jalan—tempatnya dan ibu itu menunggu. “Kamu anak baik. Siapa namamu?” “Sagara.”
Pagi ini semua peserta LDK OSIS sudah berkumpul di lapangan lengkap dengan perlengkapan yang mereka siapkan. Panitia membariskan peserta sesuai dengan tinggi badan mereka agar terlihat lebih rapi. Sagara berada di penjuru paling kanan, ia menyimpan ranselnya di depan kemudian didatangi salah seorang panitia yang hendak memeriksa barang bawaannya.“Maaf kami terlambat!” ungkap seseorang dengan napas terengah-engah, Sagara membulatkan mata mengetahui orang yang baru datang itu adalah Tyana dan tak lama kemudian muncul Omen.“Kenapa kalian terlambat?” todong Damian yang paling tidak suka pada anggota kurang disiplin.“Maaf Kak, tadi angkot yang kami tumpangi bannya bocor jadi kami terpaksa mencari angkot lain dan itu memerlukan waktu yang cukup lama,” jelas Tyana apa adanya.“Alasan klise, kedisiplinan adalah salah satu syarat mutlak untuk menjadi anggota OSIS. Jika sejak awal sudah lalai bagaimana bisa kalian mengab
Tempat LDK OSIS SMA Tribakti berada di sebelah selatan Kota Kembang. Wilayah yang terkenal sejuk dan memiliki ratusan hektar perkebunan teh, stroberi, juga aneka tumbuhan lain yang cocok ditanam di pegunungan. Euforia sempat terjadi di dalam bus, para peserta sibuk mengabadikan pemandangan indah itu dengan lensa mata mereka secara langsung. Tak ada satu pun yang memegang ponsel karena aturan panitia.Kesenangan itu berakhir setelah satu setengah jam mereka menempuh perjalanan. Rombongan Tribakti berangkat sekitar pukul dua belas siang selepas shalat zuhur dan tiba di sana pukul setengah tiga. Mereka diturunkan di pinggir jalan raya lalu diarahkan untuk berbaris dan berjalan menjauhi jalan raya. Panitia menjelaskan bahwa mulai dari titik pemberhentian itu mereka akan jalan kaki sampai tempat perkemahan. Diperkirakan perjalanan ini akan membutuhkan waktu sekitar setengah jam.Tak hanya berjalan santai, para peserta diminta untuk menyanyikan yel-yel setiap kelompok yang s
Peserta pelatihan berbaris sesuai kelompoknya masing-masing. Damian sedang memberi pengarahan tentang kegiatan jurit malam yang tak lama lagi akan mereka lakukan. Saga menyimak dengan serius setiap penjelasan Damian agar tak satu pun informasi luput dari pendengarannya.“Ada lima pos yang harus kalian temukan selama jurit malam nanti. Di setiap pos kalian akan bertemu dengan senior OSIS yang akan mengetes kemampuan kalian terkait materi yang sudah disampaikan sebelumnya. Kalian mesti ingat, setiap jawaban dan tindakan kalian itu akan dinilai secara objektif. Sekolah kita tak mengenal formalitas dalam berorganisasi, dari 25 orang yang berpartisipasi hari ini kemungkinan ada yang gugur itu sangat besar. Jadi jangan lalai dan terlalu percaya diri, sudah tiba di titik ini bukan berarti kalian akan benar-benar menjadi anggota OSIS. Tetap disiplin, kompak, bertanggung jawab, dan teliti dalam melakukan apa pun. Kalian mengerti?”“Siap mengerti!” jawab
Sementara itu di sudut lain, kelompok Marchel sudah tiba lebih dulu di titik tempat penunjuk arah ke posko satu berada. Anggota kelompoknya yang lain sudah melanjutkan perjalanan, sedangkan ia sengaja berhenti di sana bersama Yandi untuk merencanakan sesuatu. Mereka ingin balas dendam pada Sagara atas kejadian di lapangan basket tempo hari.“Lo yakin hanya kelompok dia yang belum tiba di sini?”“Gue yakin banget, Chel. Tuh lihat di bawah penunjuk arah ini ada cap dari masing-masing kelompok yang sudah melewati titik ini. Kelompok 1-4 udah ngasih cap, tinggal kelompok 5 doang yang belum. Artinya si Saga dan teman-temannya belum tiba di sini,” jelas Yandi sangat yakin.“Oke, kita kerjain mereka sekarang,” ungkap Marchel sambil tersenyum setan.“Tapi Icha sama Dendi masih sama mereka, Chel. Kasihan banget kalau mereka ikut nyasar sama trio kampret itu.”Dua anggota kelompok di tim Sagara adalah teman sek
“Kok kita enggak nyampe-nyampe, Ga?” tanya Omen masih setia menggandeng Sagara sebagai satu-satunya tumpuan menghadapi ketakutan ini.“Mungkin sebentar lagi, Men. Berdasarkan instruksi tadi katanya setelah menemukan petunjuk jalan kita hanya perlu lurus saja sampai menemukan posko 1 bukan?”“Iya memang, tapi ini sudah terlalu lama kita berjalan. Enggak wajar banget, masak tak kunjung sampai. Jangan-jangan ... kita tersesat, Ga?”Sagara memikirkan hal yang sama, ia tak berani menyampaikan kecurigaannya karena takut membuat Omen dan Tyana panik.“Sepertinya kita dijebak, Ga,” gumam Tyana sambil berkacak pinggang, sibuk mengatur napas.“Hah? Dijebak gimana, nih? Apa maksudnya, jangan bikin deg-deg ser dong, Tya!” rewel Omen dengan ekspresi yang minta ditonjok oleh Tyana.Untung Tyana sedang kelelahan kalau tidak, si Omen sudah benar-benar kena bogemnya lagi.“Mm, aku kira
Sagara berlari cepat menjauhi sang babi hutan, babi itu tak menunjukkan tanda-tanda akan mengejar Sagara. Ia malah diam sambil mengamati kemudian berbalik—jalan ke arah yang berlawanan dengan laki-laki itu.“Tyana! Omen! Kalian di mana?” teriak Sagara di sela napas terengah, ia berlari ke sana kemari untuk menemukan kedua temannya namun mereka tak kunjung terlihat.Sagara akan mengutuk dirinya sampai mati kalau sampai terjadi sesuatu pada kedua temannya itu. Dia yang menyuruh Omen dan Tyana untuk berlari tanpa henti tanpa tahu betapa membahayakannya hutan ini. Seharusnya ia terus menjaga Omen dan Tyana berada di sisinya apa pun yang terjadi.“Omen ... Tyana ...! Jawab aku jika kalian mendengar teriakan ini!”Sagara berhenti, teriakannya menggema di seisi hutan akan tetapi kedua temannya tak juga menyahut. Mungkinkah sesuatu yang buruk telah menimpa mereka? Tolong jangan, Sagara tidak mau hal itu sampai terjadi. Dia menyugar r