Lydia menghela napas panjang. Cacing di perutnya yang sedari tadi meronta-ronta kini sudah terdiam, walau nasi gorengnya belum tersentuh. Rasa syoknya jauh lebih mendominasi ketika melihat wajah pucat ibunya. “Sekali lagi makasih, Pak ya.” Lydia menunduk pada pria yang tadi menyelamatkan ibunya. “Tidak apa-apa, Bu. Saya hanya kebetulan saja menjalankan tugas dari Pak Reino untuk menjenguk keluarga karyawan yang sedang sakit. Kebetulan beliau siibuk dan saya yang diutus untuk menjenguk.” “Aduh, rupanya Pak Reino itu baik banget ya,” seru Liani yang kini sudah cerah ceria. Ya. Tadi Liani terlihat pucat hanya karena syok dan karena kejadian tadi. Ditambah dengan perempuan yang menyamar sebagai perawat tadi rupanya mencabut infus dari tangan Liani dengan kasar sampai berdarah. Untung jarumnya tidak sampai tertinggal di dalam. “Jangan berlebihan deh, Ma. Pak Reino seperti itu pasti karena kewalahan gak ada aku di kantor. Belum juga ditinggal cuti,” gerutu
Diluar dugaan Lydia, proses pemulihan ibunya cukup cepat. Selang di kepala Liani bahkan sudah dilepas sebelum satu minggu karena memang darahnya tidak banyak. Dan setelahnya, Liani sudah bisa beraktifitas seperti biasa dan boleh pulang dalam waktu dekat. Itu tentunya kabar buruk bagi Lydia karena itu berarti dia sudah harus kembali ke kantor senin ini. Dan itu berarti perjanjian mereka sudah akan berjalan. Tiba-tiba saja Lydia berharap dia datang bulan saja agar bisa menghindar. Tapi itu jelas tidak mungkin karena Lydia baru selesai bulanan 2 hari lalu. Mau berbohong pun Lydia takut kalau Reino meminta bukti. Karena itu disinilah Lydia sekarang, berdiri di depan gedung kantornya dengan helaan napas panjang. “Kamu bisa, Lyd,” gumamnya melangkah masuk. Suasana aneh terasa begitu Lydia masuk ke lobi kantor. Rasanya hampir semua orang menatapnya sambil berbisik. Ada yang memandang penuh tanya, ada juga
Tiba-tiba saja, rapat direksi diadakan. Dalam waktu satu jam setelah perdebatan di lantai lima tadi, seluruh penghuni lantai itu sudah duduk di meja rapat. Berikut para sekretaris atau asisten pribadi masing-masing. Agenda rapat hari ini tentu untuk membahas kelakuan CEO, sekaligus anak pemilik perusahaan. Lydia amat sangat bersyukur karena mantan mertuanya sudah menetap di Denmark dan tidak diikutkan rapat. Alasannya sederhana, di sana hari masih malam dan semua orang pastinya masih tidur. Kalau mereka sampai ikut, masalahnya akan menjadi makin pelik. Masalah kali ini sudah sangat pelik, jadi tidak perlu lagi ditambahkan masalah lain. Terutama fakta soal Lydia dan Reino yang adalah suami istri. Atau tepatnya mantan suami istri “Jadi bisa jelaskan kenapa bisa ada masalah seperti ini Reino?” tanya Pak Fendi yang terlihat paling tenang. Mungkin karena usianya yang sudah matang, membuat pria itu senantiasa tenang.
“Tadi Pak Reino ngomong apa di depan semua orang?” hardik Lydia begitu sampai di ruangan bosnya itu. Lydia tidak perlu lagi khawatir soal kamera pengawas karena Hadi dan orang-orangnya sudah membersihkan semua benda itu. Dia kini bisa melakukan apa pun dengan bebas. “Hanya itu yang bisa kupikirkan. Atau kau mau membeberkan kontrak itu?” geram Reino marah. Reino saat ini sudah sangat kesal gara-gara kasus tidak masuk akal ini. Tapi lihatlah Lydia kini membuat emosinya makin menjadi. “Ya. Gak gitu juga kali, Pak. Nanti saya malah dicap yang aneh-aneh,” seru Lydia frustasi. Yeah. Manusia dan kecurigaannya. Setelah ini pasti banyak orang yang akan mencurigai Lydia masuk ke PT. Linder karena orang dalam. Atau bisa jadi asisten Reino karena hubungan mereka. Bisa jadi Lydia malah dituduh tidur dengan Reino, walau itu tidak salah sih. “Jadi kau ada ide lebih cemerla
Pada akhirnya Viktor sebagai kuasa hukum yang menyelesaikan semua masalah. Tidak instan memang, tapi katanya masih bisa diatasi. Dan pria itu juga meminta Reino memberi klarifikasi. Karena itulah kini Lydia sibuk mengatur konfrensi pers. “Ugh, padahal aku pikir hari ini bisa pulang cepat,” Lydia mengeluh karena kegiatan itu dilakukan pada malam hari. Padahal kan bisa dilakukan besok. Dan karena kejadian ini juga tersebar ke mana-mana, Liani jadi panik menelepon anaknya. Ibu Lydia itu bahkan sampai menelepon ke kantor, membuat Lydia menjelasakan dengan terburu-buru. Dia bahkan harus melapor tiap beberapa jam sekali dan itu membuat Lydia sakit kepala. Sakit kepala Lydia makin menjadi ketika menyadari tatapan orang-orang padanya. Pastinya ini semua gara-gara Polar Bear dan mulut sialannya itu. Untung saja dia sibuk dan tidak terlalu memperhatikan tatapan menusuk itu. “Belum pulang, Lyd?” Lydia mendonggak melihat orang yang menyapanya saat hendak masuk ke
Warning! 21+. Feel free to skip. “Sekarang buka.” Lydia membeku ditempat ketika mendengar ucapan Reino itu. Dia amat sangat paham apa yang dimaksud pria itu Tapi karena saking gugupnya, Lydia malah bertanya balik. “A... apa yang... dibuka?” “Kau tahu apa yang kumaksud,” geram Reino terdengar jelas karena suara dari luar sama sekali tidak terdengar. Sepertinya ruangan itu benar-benar kedap suara. Lydia yang masih saja gugup, membuat Reino merasa makin kesal saja. Dan karena wanita kurus itu masih berdiri dekat pintu, Reino memintanya mendekat hanya dengan gerakan tangan. Dan entah apa yang terjadi, tubuh Lydia seperti bergerak sendiri. Pikirannya mengatakan dia tidak boleh mendekat, tapi kakinya melangkah dengan pelan untuk medekati Reino. Lydia berhenti tepat di selangkah di depan pria arogan itu. “Buka,” perintah Reino sekali lagi. Lydia ingin sekali menolak dengan berbagai alasan yang sudah dia rangkai di otaknya, tapi yang terjadi ma
Masih ada adegan 21+, tapi cuma dikit di bagian pertengahan. Kalau mau skip, dibagian situ boleh.***“Maaf, Pak. Ruangan ini tidak bisa asal dimasuki,” seorang pegawai club itu menghalangi para polisi yang berkerumun di depan pintu. Yeah. Club malam yang tidak pernah dirazia polisi dan satpol pp, tiba-tiba saja didatangi. Parahnya mereka memaksa untuk memeriksa setiap ruangan yang ada, termasuk ruangan VVIP private yang disewa Reino. “Buka saja. Kalau tidak kamu bisa kena masalah,” jawab salah seorang polisi. “Maaf, Pak. Justru saya bisa kena masalah kalau anda memaksa,” pegawai itu meringis mendengar polisi tadi. Dan yeah. Para kumpulan penegak hukum itu menerobos masuk begitu saja. “Astaga!” teriak beberapa orang. Reino yang mendengar suara itu, segera menarik Lydia ke pelukannya dan berbalik memunggungi orang-orang itu. Lydia yang t
“Hah.” Entah sudah berapa kali Lydia menghela napas hari ini. Ini bahkan belum jam makan siang, tapi rasanya Lydia sudah sangat lelah. Dan ini semua gara-gara Reino Andersen, si Polar Bear mesum tukang cari masalah. Semua gara-gara omongannya saat rapat darurat kemarin. Gara-gara pengakuan yang asal diucapkan pria itu, Lydia jadi target gosip. Ya. Target gosip. Sudah sejak dia menjejakkan kaki di kantor pagi ini, Lydia bisa melihat orang memandanginya. Bahkan ada beberapa yang berbisik di depannya. Ada juga yang menyindir terang-terangan. “Pantas dia bisa tiba-tiba jadi asisten padahal sudah ada Pak Hadi.” “Yeah. Aku juga gak tahu apa yang dilihat Pak Reino dari perempuan kurus seperti dia. Mungkin kalau di ranjang dia liar.” Lydia kembali menghela napas ketika mendengar kalimat itu. Dia langsung berbalik dan menemukan dua orang yang ber