Share

FIORE
FIORE
Penulis: Etheldreda Cindy

01

Debu yang menempel pada permukaan botol kaca terlihat begitu tebal, bahkan menutupi label kertas yang menempel pada botol tersebut. Seorang remaja bernama Iris Campbell— sedang menggosoknya dengan ujung lengan bajunya sebelum ia mengingat peringatan dari ibunya untuk tidak menggunakan pakaiannya sebagai kain lap. Sebagai gantinya, Iris mengambil kain yang selalu ia bawa dan masuk di dalam saku celemek kerja yang ia kenakan.

Iris menggosok botol itu dengan kuat, sedikit demi sedikit memperlihatkan tulisan tangan yang tertera di label tersebut. Tulisan tangan yang rapi, menandakan apa isi dari setiap botol yang tersimpan dengan rapi dan sesuai dengan kategorinya pada setiap lemari setinggi tiga meter.

Di ujung lemari, tertutup oleh toples kaca, Iris menemukan satu toples berukuran sedikit lebih besar dan badan toples tersebut masih terbungkus oleh kertas. Dengan rasa penasarannya yang besar, Iris mengambil toples tersebut.

Ia mencengkeram tutupnya dan memutarnya dengan sekuat tenaga. Iris mengalami kesulitan saat membukanya dan setelah beberapa saat, akhirnya tutupnya dapat terlepas, bersamaan dengan kepulan debu bertebaran di udara, tepat di depan wajahnya. Iris terbatuk dan melambaikan satu tangannya yang bebas, berusaha menyingkirkan kepulan debu dari wajahnya.

Dari ruang terdepan dari bangunan tersebut yang digunakan sebagai farmasi, suara percakapan terdengar samar-samar di telinganya. Iris melirik ke arah pintu dan mencoba untuk mendengar percakapan tersebut.

“Bagaimana kalau saya rekomendasikan orang lain? Orang lain yang saya anggap tepat.”

Iris berhenti kegiatannya dan toples yang sedang dipegang langsung diletakan kembali dan turun dari tangga dengan perlahan. Ia mencoba mendengarkan percakapan tersebut dengan lebih dekat lagi. 

“Dan siapa itu?” Iris tidak mengenali suara tersebut dan ia hanya dapat berasumsi dari cara ayahnya berbicara kalau ia cukup mengenali orang tersebut. 

“Putri saya sendiri.”

Satu kalimat tersebut membuat Iris bertanya-tanya. Berbagai pertanyaan muncul di benaknya, positif maupun negatif. Iris memutuskan untuk keluar dan melihat langsung apa yang sedang terjadi. 

Iris membuka pintu dengan cukup pelan dan ketika ia keluar dari laboratorium, asap tipis mengepul keluar sebelum ia berhasil menutupnya. Iris masih berdiri di tempatnya tanpa melangkah sedikitpun.

Gadis tersebut melihat seorang pria muda yang ia tebak adalah salah seorang dari Kerajaan. Terlihat dari pakaian yang pria tersebut kenakan.

“Nah, itu dia.” Ayah Iris— Ben, menggesturkan tangannya ke arah Iris dan pria muda tersebut mengalihkan pandangan kepadanya. 

“Selamat malam, nona.” sapa pria tersebut.

“Selamat malam,” Iris membalas sapaannya dengan canggung.

“Ini Iris.” kata Ben ketika Iris mendekati mereka dan berdiri di sebelah ayahnya. “Ia sudah membantu disini cukup lama hingga secara natural, Iris cukup memiliki pengetahuan tentang obat-obatan herbal.”

“Baiklah, Nona Iris.”kata pria tersebut. “Nama saya Maximilian. Max untuk singkatnya.”

Iris yang tidak mengerti apa yang sedang terjadi, menoleh ke arah ayahnya dengan raut wajah bingung. Ben menyadari kalau Iris tidak sepenuhnya menangkap apa yang sedang terjadi, membuka mulutnya. “Kerajaan sedang membutuhkan orang untuk mengisi posisi di farmasi dan Tuan Ben adalah orang yang dicari, namun sepertinya ia keberatan.” jelas Max, menatap Iris dan Ben bergantian. 

Iris menoleh ke arah ayahnya. “Benarkah?” tanyanya.

Ben hanya menggangguk dan berkata, “Benar, tapi ayah merekomendasikan kau,” Ia menatap putrinya dengan senyum samar.

“Eh? Aku?” Iris tidak percaya dengan apa yang ia dengar. “Kenapa?”

“Ayah merasa senang disini,” kata Ben. “Tapi aku juga tahu kemampuanmu, Iris. Jadi, mungkin saja kau bisa menggantikanku, benar?”

“Baiklah,” kata Max. “Tapi saya perlu mendiskusikannya terlebih dahulu sebelum memutuskan.”

Ben mengangguk. “Tidak masalah.” katanya. 

Pria tersebut mengangguk perlahan. “Baiklah, saya rasa cukup sampai sini.” katanya, sambil melihat ke arah jam kantong yang dikeluarkan dari saku celananya. “Berikutnya akan di infokan melalui surat saja, tidak apa-apa?”

“Oh, tidak masalah.” kata Ben.

“Selamat malam, Tuan Campbell.” kata pria tersebut kepada Ben, sebelum ia menoleh ke arah Iris dan memberikan salam dengan tubuhnya.

“Apa itu tadi?” tanya Iris dengan pelan, menoleh ke balik bahunya. Namun ayahnya bergerak lebih cepat karena ia sudah masuk ke dalam laboratorium. Iris mengedikkan bahunya dan menatap kelua jendela, dimana ia melihat pria yang disebut dengan nama Max tadi menaiki sebuah kereta kuda besar dan mewah sebelum kereta kuda tersebut pergi menjauh,menghilang dari jarak pandangnya.

Iris menghela nafas pelan dan memperhatikan sekelilingnya. Jika sebagian besar bangunan keluarga lainnya memiliki sofa yang empuk, perapian untuk menghangatkan seluruh anggota keluarganya, keluarga Iris memiliki satu lantai bangunan penuh dengan rak-rak kayu berisi botol-botol kaca penuh dengan tanaman kering, belasan hingga puluhan pot tanaman kecil, cairan alkohol dan minyak. Sebuah mesin kasir dan beberapa kursi untuk para pelanggan yang datang.

“Selamat malam,”

Iris menoleh ke arah pintu dan raut wajahnya langsung berubah drastis. Iris terlihat sangat senang dan kedua matanya berbinar-binar. Ia tidak bisa kesal terlalu lama tentang masalah tadi.

“Ethan!” Iris berseru dan berjalan mendekati salah satu pelanggan apotiknya. Di ambang pintu, seorang pemuda berdiri dengan senyumannya yang ramah.

“Halo Iris.” sapanya.

Ethan tersenyum, lalu berkata. “Aku datang untuk mengambil pesanan beberapa hari yang lalu.” Keduanya matanya melihat sekelilingnya. Melihat setiap sudut dari apotek kecil tersebut.

“Tentu saja. Semuanya sudah disiapkan.” Iris bergegas mengambil sebuah kotak yang sudah di bungkus dengan rapi. “Semuanya sudah ada di dalam ini, beserta dengan petunjuk pemakaiannya.”

“Terima kasih, Iris.” Ethan mengambil kotak tersebut dengan kedua tangannya. Ethan membuka bungkusan tersebut dan memeriksanya satu per satu. Dan Iris juga menjelaskan setiap manfaat dari obat tersebut. “Akan aku pastikan ayahku akan meminum ini sampai habis.” Iris tertawa pelan dan mengantarkan Ethan ke pintu.

Ethan tidak terlalu tampan, tapi Iris menemukan bahwa penampilannya serta raut wajahnya dan ketajaman mata berwarna cokelat keemasannya terlihat menarik.

“Iris.”

Iris menoleh ke belakang dan melihat ayahnya melangkah keluar dari pintu yang mengarah ke laboratorium, lapisan tipis asap mengepul masuk ke apotek sebelum ia berhasil menutup pintu. Aroma pahit dari obat-obatan langsung tercium oleh hidung.

“Oh, Ethan?” seru Ben. 

Ethan memberi salam kepada Ben. “Selamat malam,”

“Malam, Ethan.” sapa Ben. “Mengambil pesanan?”

Ethan mengangguk. “Iya.”

Ben menoleh ke arah Iris dan Iris menatapnya sejenak sebelum meninggalkan Ethan bersama dengan ayahnya untuk mengambil pesanan milik Ethan. “Bagaimana kabar ayahmu?” tanya Ben lagi. 

“Beliau terlalu fokus bekerja sehingga keadaannya sedang tidak cukup baik,” Ethan menghembuskan nafas pasrah. “Aku dan ibu sudah hampir setiap hari memberi peringatan tapi ayah tetap saja keras kepala,”

Ben bergumam. “Ayahmu masih belum berubah rupanya.”

Mereka saling berbincang-bincang untuk beberapa saat hingga Iris kembali dan memberikan satu kantung kertas berwarna coklat. Ethan akhirnya pamit untuk pulang. Iris mengantarkan Ethan ke depan farmasinya, melihat pemuda tersebut pergi meninggalkan farmasi.

Iris kembali masuk ke dalam setelah membereskan beberapa barang yang perlu di masukkan ke dalam. Ketika pintu tertutup, bel yang terpasang pada pintu masuk tiba-tiba terlepas dari engselnya dan jatuh ke lantai. Iris menoleh ke arah suara tersebut.

“Menambah satu lagi ke dalam daftar hal yang harus dibetulkan...” Iris mendengar ayahnya bergumam kepada dirinya sendiri. Ayahnya menuliskan bel pintu masuk setelah atap yang bocor dan beberapa lemari kayu yang telah lapuk.

Ibunya— Myra melangkah turun dari tangga yang menghubungkan antara farmasi dengan rumahnya yang terletak di lantai atas bangunan tersebut. Myra berjalan mendekati Ben dan melihat apa saja yang tertulis di dalam buku catatan di tangan suaminya. “Seluruh bagian dari bangunan ini memang sudah waktunya direnovasi,” katanya.

Hari sudah semakin larut. Kedua orangtua Iris sudah kembali ke kamar mereka untuk beristirahat, meninggalkannya sendirian di dapur untuk membereskan peralatan makan setelah makan malam.

Berbeda dengan lantai satu yang hanya tercium aroma obat-obatan, lemari dan puluhan pot tanaman berisi berbagai tumbuhan herbal. Di lantai dua tercium aroma yang manis dan lembut, sisi kiri dan kanan dari pintu masuk terdapat jendela yang digantungi dengan gorden manik-manik berwarna kuning keemasan dan bingkai-bingkai foto tergantung dimana-mana dengan berbagai ukuran. Ada tangga dengan pegangan kayu yang diukir dengan sangat rapi dan penuh detail menuju lantai tiga.

Iris memijat bahu kanannya dan menggerakkannya perlahan. “Akhirnya aku bisa istirahat,” Kedua matanya terpejam sejenak dan ia menghela nafas lelah sebelum Ia melangkah perlahan menaiki tangga menuju kamarnya. “Anna pasti sudah tidur,” gumamnya. Lantai kayu di bawah kakinya mengeluarkan suara derit setiap kali Iris melangkah.

Iris membuka jendela dan melihat ke bawah, halaman belakang rumahnya yang penuh dengan pot-pot tanaman obat. Tidak ada banyak cahaya karena ayahnya sudah mematikan lampu taman, jadi Iris harus menyesuaikan matanya di kegelapan.

Hingga saat ini, ia sendiri masih tidak dapat percaya bahwa akan datang harinya dimana ia akan bekerja di bawah perintah Raja. “Ini pasti semacam tipuan karena tidak mungkin keluarga Kerajaan ingin sesuatu dari seorang yang tidak memiliki hubungan apapun dengan kaum bangsawan.“ gumamnya.

Apabila harus memilih, Iris akan menolak semuanya tanpa berpikir dua kali. Namun keluarganya membutuhkan kesempatan ini. Iris tidak dapat mengatakan bahwa ia ingin menolaknya setelah melihat betapa bahagianya kedua orangtuanya setelah mengetahui berita ini.

”Kesempatan seperti itu belum tentu muncul setiap hari, Iris.” kata ayahnya. Iris tidak mengatakan apapun karena memang benar bahwa kesempatan yang saat ini ia dapatkan sangat jarang muncul. 

Pikiran Iris kembali kepada keadaan farmasi keluarganya. Iris tidak akan menyangkal bahwa kenyataannya farmasi tersebut sudah mulai berantakan, persediaan bahan untuk obat semakin menipis dan saat ini, hampir tidak banyak yang ditemukan di hutan untuk mengubahnya. Namun, situasi mereka tidak begitu genting yang akan membuat mereka hidup dalam ketakutan akan kelangsungan hidup atau apa pun. Keluarganya bukan keluarga yang miskin, tetapi bukan keluarga kaya juga. Iris berpikir tentang generasi sebelum dirinya yang mengisi bangunan ini— kakek dan neneknya, mungkin beberapa generasi leluhur keluarganya yang telah memperjuangkan farmasi milik keluarganya tersebut. Tapi tidak ada yang membutuhkan obat herbal lagi. Tidak saat mereka memiliki farmasi modern di kota yang menjual obat sintetis dari ramuan tradisional dengan membayar setengah harga.

Setelah bekerja seharian membantu orangtuanya, akhirnya Iris mendapatkan waktu kosong untuk dirinya sendiri. Iris berdiri di tengah-tengah kamarnya yang berada di lantai tiga. Dua jendela yang tidak terpasang gorden memperlihatkan pemandangan sekitar. Cahaya bulan menembus masuk ke dalam. Pandangannya menatap keluar jendela, menatap bulan purnama di langit malam yang cerah— tanpa adanya awan sedikit pun.

Pada malam itu, bulan terlihat lebih besar dan lebih bercahaya dari hari-hari biasanya. Besar dan berwarna perak— sendirian di langit malam.

Bukan rahasia umum kalau ujian tersebut diusulkan pertama kali oleh raja Brittale generasi pertama. Tujuan utamanya adalah untuk menemukan orang-orang yang sangat pintar dan ahli dalam bidang tersebut maka obat terbaik akan ditemukan juga apabila suatu saat salah satu keluarga Kerajaan berada dalam bahaya besar.

Dan sekarang ia mendapatkan posisi tersebut dengan mudah hanya karena ayahnya pernah bekerja di farmasi kerajaan untuk waktu yang lama. 

Brittale adalah kota yang makmur, negara yang memiliki pengetahuan dan teknologi yang melebihi negara lain. Oleh karena itu, Brittale disebut sebagai kota orang-orang terpelajar. Pada saat Iris masih bersekolah, ia sering mendengar bahwa betapa beruntungnya mereka yang terlahir di sini.

Dan hingga saat ini, ujian tersebut masih terus berjalan. Bahkan rumornya adalah semakin lama, semakin sulit. Iris merasa beruntung karena ia berhasil lolos.

Iris mengambil sesuatu dari salah satu laci meja dan meletakan sebuah botol kaca yang berisi batu kristal tepat di bawah cahaya bulan dan menyalakan beberapa lilin yang ia bawa. Iris kembali menatap langit dan memejamkan kedua matanya. Kedua tangannya saling bertaut di depan dada. Iris berkonsentrasi, sesuai dengan apa yang diajarkan oleh ibunya beberapa tahun yang lalu.

“Aku adalah penyihir.” Iris mengatakannya dalam bisikan namun tegas.

“Aku tidak mengutuk atau memperdaya orang lain. Aku hanyalah seseorang yang hidup dalam harmoni bersama dengan alam, dan aku mewujudkan impian melalui saluran alam semesta.“

Setelah mengatakan kata-kata tersebut dalam bisikan yang hanya dirinya sendiri yang dapat mendengar, ia membuka kedua matanya. Kristal di dalam botol mulai berubah warna, awalnya berwarna putih, perlahan-lahan berubah menjadi lebih jernih dan nyaris transparan.

Iris duduk di lantai, menunggu dan tiba-tiba ia tersenyum samar. Ia teringat bagaimana reaksinya ketika ia pertama kali melihat ibunya melakukan hal yang sama. Semuanya terlihat sangat asing dan mengerikan bagi Iris yang masih berusia lima tahun. Namun sekarang, Iris sudah terbiasa dengan hal tersebut.

Ia menatap langit. Iris sangat menyukai bulan purnama. Menurutnya, bulan tidak menyerang siapapun dan tidak pernah mencoba untuk menghancurkan orang lain.   Bulan selalu setia kepada alam dan kekuatannya tidak pernah berkurang.

Seringkali, Iris bertanya-tanya kepada dirinya sendiri. Apakah ada hal lain di luar sana yang dapat menyebabkan pasang surut selain bulan?

Iris menunggu berjam-jam dan akhirnya bangkit berdiri dan mengambil botol kaca tersebut. ”Aku rasa ini cukup,“ gumamnya pelan. Iris membereskan semuanya dan tanpa menunggu lama, ia langsung menghempaskan dirinya ke tempat tidur lalu mulai tertidur. 

• • •

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status