Suara senj*ta api yang meletuskan pe luru membuat sebuah ballroom yang ramai seketika menjadi senyap. Semua orang berhenti dari aktivitas mereka dan serempak menoleh ke asal suara tembakan. Tak terkecuali Riga.Pria itu mematung, dengan sekujur tubuh terasa kaku. Matanya tak membola terkejut seperti orang-orang di sana. Mata lelaki itu seketika diselimuti kekosongan.Kepala Riga diserang sakit yang teramat untuk beberapa detik. Di matanya, muncul kilasan beberapa peristiwa. Dimulai dari Mahira yang menolong anak jalanan yang nyaris di puku li pre man. Mahira yang tersenyum, Mahira yang hanya melirik malas padanya. Kemudian, bayangan saat Mahira menangis.Riga mengerjap. Gelas di tangan yang sempat ia cengkeram kuat, akhirnya terjatuh ke lantai. Pria itu mundur satu langkah, sebab tubuhnya seolah dihantam sangat kuat.Mahira di sana. Di hadapannya. Tergeletak tertelungkup di atas lantai yang dingin. Dengan bagian punggung dress putih si perempuan yang dihiasi noda da rah.Tak jauh dari
"Mahira."Memanggil nama perempuan itu di sini, di ruang rawat rumah sakit, di samping ranjang yang istrinya baringi. Riga terkenang pada hal pertama yang membuatnya sangat penasaran pada seorang gadis asing yang tak sengaja ia lihat saat bertandang ke negara asal ibunya.Mahira namanya gadis dengan mata coklat itu. Selain karena tatapannya yang tak tampak gentar saat bertemu pandang dengan Riga, nama Mahira juga amat mencuri atensi si lelaki.Alih-alih mencari arti nama itu di internet atau buku, Riga malah mengikuti si gadis sore itu. Mahira baru pulang bekerja. Namun, perempuan itu tak langsung menuju rumah.Mahira berhenti di salah satu pertigaan jalan besar. Gadis itu berjongkok di trotoar beberapa saat, hingga mentari sepenuhnya padam.Lalu, dua orang anak kecil dengan pakaian lusuh menghampiri Mahira. Dari dalam mobilnya yang terparkir agak jauh, pemandangan saat Mahira tersenyum lebar pada anak-anak itu bisa Riga saksikan dengan jelas. Menambahi rasa penasaran.Secara penampil
"Riga!"Suara teriakan yang samar itu membuat Riga berhenti menggosok tangan di bawah air keran wastafel. Lelaki itu langsung keluar dari toilet dengan berlari. Dan betapa ia terkejut saat melihat ada dua orang berada di samping ranjang yang Mahira huni.Dua lelaki itu menoleh pada Riga, tetapi tak menghentikan kegiatan mereka. Satu dari mereka memegangi kedua tangan Mahira, satunya lagi membekap wajah si gadis dengan sebuah bantal.Tak buang waktu, Riga menarik senjatanya dari pinggang. Melepas satu peluru pada si pemegang bantal, seraya kakinya bergerak cepat menerjang yang satu lagi.Riga menyeret kepala pria yang tadi memegangi tangan Mahira, hingga menjauh dari ranjang. Penjahat itu berusaha memberi perlawanan, tetapi Riga lebih dulu menendang perutnya hingga tersungkur di lantai.Melihat lawannya terbaring di lantai, Riga berjalan cepat ke sana, lalu menendang dan menginjak-nginjak tubuh penjahat itu dengan seluruh tenaga yang dipunya. Semua bagian yang bisa kakinya jangkau, Rig
"Apa ini akan selesai jika kau membunuh pamanmu?"Di ruang tamu kediamannya, Renzo tengah menatap sang putra dengan kernyitan susah di dahi.Beberapa jam lalu, Riga yang dipenuhi amarah mendatangi rumah Erick. Nyaris anaknya melakukan pembantaian kalau saja Alex tak memberitahu, hingga Renzo bisa tiba tepat waktu untuk mencegah.Membawa paksa anaknya dari sana, kali ini Renzo berusaha membuat Riga paham. Menghabisi Erick hanya akan menambah pelik masalah.Erick memang dalang dari insiden hampir celakanya Mahira di rumah sakit tempo hari. Itu memang perlu diberi ganjaran, tetapi bukan dengan saling menghabisi.Renzo sudah yakin. Jika Riga benar-benar melenyapkan Erick, maka keluarga mereka akan benar-benar habis. Para kerabat sudah terpecah. Ada yang berpihak pada Erick dan siap membantu upaya balas dendam atas kematian Damian. Sementara yang lain siap mendukung Renzo dan Riga."Selain hotel, kakekmu juga mewariskan keluarga ini, Riga. Apa kau mau kita benar-benar saling menghabisi sat
"Duduk dengan benar, Mahira." Riga membuka kotak obat, saat istrinya naik ke atas pangkuan dan membelitkan lengan ke leher."Aku ingin begini saja," tolak Mahira."Bagaimana bisa aku mengganti perbanmu kalau kau menempel seperti koala begini?" Riga berusaha melepas jepitan kedua paha Mahira, tetapi perempuan itu bersikeras tak mau pindah."Aku ingin bercerita soal apa yang terjadi di rumah Agnes. Jadi, biarkan aku di sini."Ucapan itu membuat Riga berhenti protes. Pria itu pasrah dan mulai melepas perban kecil di punggung Mahira."Jangan banyak bergerak. Tahu diri sedikit, kau sama sekali tak mengenakan pakaian."Mahira mengangguk. Ia mulai bercerita. "Kami menemukan buku harian itu di kamar Agnes. Aku menyuruh Damian membacanya.""Rumah itu masih tak berpenghuni?""Iya. Sehabis dia membacanya, Damian hanya diam. Kurasa, setengah jam dia hanya duduk di lantai dengan tatapan kosong.""Dan kau dengan bodohnya malah menunggui dia dan bukannya kabur?" Riga bersuara dengan nada penuh cemo
"Jangan beritahu Riga kalau kita bertemu Alex tadi."Pada Mahira, Albert mengangguk. Pria itu menutup pintu rumah, kemudian ikut duduk bersama Mahira di ruang tamu.Beberapa hari ini Riga sedang ada pekerjaan. Dan untuk memastikan Mahira tetap aman selama di rumah, lelaki itu membiarkan ajudannya tetap tinggal. Kalau saja ada Alex, Riga pasti meminta tolong pada sang sepupu.Seharian ini, Mahira ditemani Albert. Mereka sempat keluar untuk mencari makanan, baru saja kembali dan kini duduk santai di ruang tamu."Albert," panggil Mahira sehabis menilik jam di dinding.Ini baru pukul dua siang. Dan ia bosan. Jalan-jalan tadi hanya sebentar. Karena ditelepon Riga, mereka harus segera pulang."Kau tidak bosan?"Albert menggeleng. "Kau butuh sesuatu, Nona?"Menyipitkan mata pada Albert, Mahira bertanya, "Ceritakan padaku tentang dirimu."Diberi kalimat demikian, Albert terlihat menaikkan alis. "Ceritakan soal apa?"Mahira mengusapi dagu. "Seingatku, aku tak tahu apa-apa soal dirimu. Aku tahu
"Bos, Alex ada di depan."Pemberitahuan dari salah satu anak buahnya membuat Riga beranjak dari kursi di samping tempat tidur. Pria itu akhirnya keluar dari kamar, setelah berjam-jam di sana demi menunggui Mahira yang beristirahat.Seperti yang Riga perintahkan. Tak ada satu pun anak buahnya yang membiarkan Alex masuk ke rumah. Riga memilih untuk tak menemui sepupunya itu dalam waktu dekat. Selain karena masih ingin menjaga Mahira yang ia putuskan untuk rawat di rumah. Juga, ia merasa belum siap mengambil keputusan.Tidak diragukan, Riga yakin kalau Alexlah yang memberi racun itu pada Mahira. Tertuduh Albert agak menyangsingkan sebab ajudannya itu saja ikut-ikutan tumbang dan sampai sekarang masih dirawat di rumah sakit."Pergi dari sini," usir Riga dengan nada dingin dan menusuk saat membuka pintu dan mendapati sepupunya ada di sana.Alex tak gentar membalas tatapan penuh kecewa dan amarah yang Riga berikan."Aku ingin menjenguk Mahira."Riga tersenyun sinis. "Untuk apa? Untuk memast
"Mahira men--"Pada Alex yang barusan datang, Riga melirik penuh isyarat. "Jangan bicarakan apa pun tentangnya," katanya memperingatkan.Hubungan Alex dan Riga membaik. Albert yang saat ini masih dalam sekapan Riga sudah mengakui bahwa memang bukan Alex yang memberi biji buah jarak itu pada Mahira.Nyaris saja Riga melenyapkan kerabatnya sendiri karena sebuah kesalahpaham. Dan ... cemburu."Siapa di rumah sakit?" tanya Riga tanpa menatap sepupunya. Pria itu sibuk menikmati sigaret."Ayahmu. Kau tentu tak akan membiarkanku di sini, kalau aku tak meminta bantuan seseorang yang andal."Riga tak bersuara. Pria itu tampak melamun. Ia sedang memikirkan sang istri.Semenjak kejadian penembakan oleh Albert, setelah mengantar Mahira ke rumah sakit, Riga tak lagi pernah menemui istrinya itu. Riga sudah memutuskan. Ia dan Mahira memang tidak cocok.Sebagai ganti, Riga meminta Alex menggantikan tugasnya. Sepupunya itu harus siap siaga di rumah sakit 24 jam setiap hari. Mengurusi semua hal soal M