"Aku takut mengecewakan Kakak," ucap Nami jujur. "Kenapa harus kecewa?" "Mungkin aku akan sangat payah saat berada di atas. Karena aku belum pernah melakukannya." "Kanu lupa? Aku yang akan membimbingmu. Aku gurumu di sini," laki-laki itu menjawil dagu Nami. "Ayo," laki-laki itu mengedipkan matanya lalu memilin salah satu puncak dada Nami. "Kak, tunggu." entah karena mabuk atau memang Nami menginginkannya, setiap laki-laki itu menyentuh area sensitifnya. Nami langsung terbakar gairah dan kembali menginginkan bercinta dengan laki-laki itu seperti tadi. "Manis." panggil laki-laki itu. "Oh, oke." Nami menjawabnya dengan ragu. Ia masih mengingat adegan di situs dewasa yang pernah ditontonnya beberapa minggu yang lalu. Ia membuka kakinya lebar-lebar lalu mengarahkan kewanitaannya ke kejantanan laki-laki itu yang sudah mengeras. Laki-laki itu membantu Nami dengan memegang kejantanannya untuk ditegakkan agar Namu dengan mudah bisa menyatukan pusat inti mereka. "Oh, astaga," kali ini l
"Kamu nanti akan menyesal bila tidak mencobanya. Entah kapan lagi kita akan bertemu." "Apa maksud Kakak, Kakak ingin meninggalkanku setelah percintaan kita ini? Kakak ingin kembali kepada Malika dan bayinya?" "Siapa Malika?" "Jangan pura-pura lupa," Nami bangkit dari tubuh laki-laki itu lalu turun dari ranjang. Laki-laki itu tersenyum misterius karena melihat Nami masuk ke dalam kamar mandi. "Oh, kamu ingin melanjutkannya di kamar mandi? Bukan ide yang buruk, kamar mandi juga salah satu tempat favoritku bercinta." "Kak Oliv," Nami memekik saat dipeluk dari belakang. Saat ini posisi mereka berada di bawah shower. Laki-laki itu langsung membuka shower yang membasahi kedua tubuh mereka. "Hei, apa yang sedang Kakak lakukan?" "Mengajarimu gaya baru," laki-laki itu mengedipkan matanya. "Kak, aku lelah. Aku tidak bisa melakukannya terus-terusan. Tubuhku butuh istirahat." protes Nami "Kamu tidak usah mengeluarkan tenaga, Biar aku yang akan memuaskanmu. Kamu tenang saja," laki-laki itu
Nami menangis, ia membungkam mulutnya. Namun suara tangisnya yang ditutupi oleh tangannya tidak mampu untuk meredam suara yang kini keluar dari mulutnya. Suara tangisan itu membangunkan laki-laki yang sedang tidur memunggunginya. "Kenapa kamu menangis?" Laki-laki itu masih belum membalikkan badannya. "Tidurlah, semalam kamu sangat bersemangat. Kamu pasti lelah. Aku juga ingin istirahat, aku takut kalau aku terbangun, aku ingin mengulangi malam panas kita." Nami semakin terisak mendengar kenyataan jika semalam bukanlah mimpi. Bahkan kini ia merasakan kewanitaannya terasa perih. Seluruh tubuhnya juga pegal-pegal dan yang membuatnya sedih adalah ketika ia melihat warna merah di sprei yang berada di hadapannya. Ia tidak menyangka akan kehilangan kesuciannya dengan seseorang yang tidak ia kenal sama sekali. 'Bodoh, Nami.' Nami memukuli kepalanya. Kenapa ia sangat ceroboh mabuk-mabukkan dan berakhir di ranjang bersama laki-laki yang tidak dikenal. Ini sama sekali tidak pernah terbayangkan
Nami terkesiap saat merasakan tangan James mulai ingin menarik hoodie yang sudah dipakainya. Tubuh kekar itu sudah menindihnya dan lidah basah James sudah menyusuri lehernya. Nami segera mendorong tubuh James. Ia teringat dengan Malika dan bayinya. Nami tidak ingin menjadi Malika yang ke dua. Nami tidak ingin hamil anak James. Akan sangat rumit jika dirinya hamil di tengah hubungan mereka yang sedang kacau. Akan susah baginya untuk meninggalkan James jika dirinya pun hamil sama seperti Malika. "Sayang," James terkejut atas penolakan Nami. Padahal tadi gadis itu diam saja saat James menraba tubuhnya dan mulai menciumnya. Tapi kenapa sekarang Nami seperti mempunyai kekuatan yang sangat besar sehingga mampu mendorong tubuhnya hingga hampir saja terjungkal dari atas ranjang. "A-aku harus pergi," Nami merapikan hoodienya dan branya yang sudah tersingkap ke atas. Ia harus ingat, tujuannya kali ini untuk membeli pil KB. "Sayang, tunggu! Kakak masih merindukanmu." James memeluk Nami dari b
Nami mejabat uluran tangan dari Deborah dengan senyuman hangat. Ia merasa bersyukur ketika dirinya mendapatkan masalah, masih ada banyak orang yang peduli. Makanya Tuhan Maha Adil mempertemukan Deborah untuk menjadi teman baiknya. "Kau bisa menceritakan masalahmu padaku." Deborah datang mengeluarkan segelas cokelat panas lalu memberikannya pada Nami. "Ehm," Nami berdeham, mungkin ia perlu mengeluarkan unek-uneknya kepada Deborah agar pikirannya tidak seberat seperti saat ini. "Percayalah padaku. Aku tidak punya teman. Aku tidak mungkin bergosip. Atau kamu takut aku akan menyebarkannya di media sosial? Kamu bisa memecatku, aku adalah gadis miskin yang sangat memerlukan sebuah pekerjaan. Dan gaji yang diberikan oleh Hamasaki Grup sangat aku butuhkan untuk menopang hidupku. Jadi jangan ragu kalau kamu ingin bercerita." Deborah menggenggam tangan Nami."Terima kasih, Deb." Nami mulai menceritan permasalahannya. Dimulai dari pengakuan Malika yang hamil anak James. Hubungannya dengan Jame
"Kenapa tiba-tiba kamu ingin bertemu dengannya?" Kamaya menatap Nami dengan cemas. "Ma, ini hanya pertemuan biasa. Kami perlu duduk bersama untuk membicarakan hubungan kami. Jika hubungan kami harus selesai pun harus selesai dengan baik-baik. Selama ini aku tidak mau bertemu dengannya dan kekanak-kanakan tidak menyelesaikan masalah kami. Aku tidak ingin berlarut-larut tidak berujung." "Oke, Mama paham. Kalau begitu keinginanmu. Pergilah, hati-hati. Tapi nanti malam kamu harus kembali. Jangan seperti tadi malam, kamu keluar dan kami tidak tahu di mana keberadaanmu." "Iya, Ma. Aku tidak akan mengulangi hal itu lagi." "Mama tahu kamu sudah dewasa. Tidak seharusnya mengekangmu. Tapi karena kamu masih hilang ingatan. Mama dan Papa sangat khawatir. Jika kamu di luar sendirian tidak ada yang menjagamu. Seandainya kamu keluar dengan Naka, kami tidak akan khawatir dan kami akan membiarkanmu bermalam di mana saja." "Aku tahu Mama menyayangiku. Papa juga. Terima kasih, Ma." "Itulah gunanya
"Ma, Pa." Nathalie memanggil kedua orang tuanya yang kini sedang duduk di sofa menunggu kepulangannya. "Kamu pulang Sayang, ayo, makan malam sudah siap. Naka keluar menjemput Clara, Clara akan menginap di sini nanti malam." "Siapkan satu kursi lagi, aku mengundang Kak Oliv untuk makan malam bersama." "Oliver," Kamaya dan Yamada saling berpandangan. "Selamat malam, Tante, Om," James keluar dari belakang tubuhnya Nami. "James," gumam Yamada dan Kamaya. "K-kami berbaikan, aku memutuskan untuk memberi kesempatan kedua padanya. Aku … masih mencintainya." ucap Nami lirih. "Sayang …." Kamaya terdiam saat Yamada menepuk pundaknya sebagai kode. "Sayang, panggil Martha untuk menyiapkan satu tempat duduk lagi untuk James." titah Yamada. "Oke," Kamaya terpaksa setuju dengan permintaan Yamada. "Kak Oliv," Nami menarik tangan James untuk mengikutinya. Yamada dan Kamaya mengembuskan napasnya saat melihat wajah Nami yang berseri-seri. Semenjak kepulangannya dua bulan yang lalu. Baru saat in
"Pa, jangan." teriak Nami ketika Yamada sudah mencengkeram krah bajunya James. Wajah Yamada begitu marah melebihi wajah Naka yang mengamuk tadi. Namun karena Nami memegang tangannya. Yamada lalu melepaskan cengkraman tangannya. "Jangan terpancing emosi, Pa. Kita bicara baik-baik. Aku sudah memikirkannya baik-baik sebelum menerima ajakan Kak Oliv untuk kembali. Aku memberikannya kesempatan kedua karena menurutku Kak Oliv pantas mendapatkan itu." Kamaya datang lalu menarik tangan Yamada untuk duduk di sofa. "Papa tadi yang menyuruh Mama untuk tenang. Kenapa Papa sekarang begitu sangat marah?" tanya Kamaya. "Tentu Papa marah, bagaimana Papa tidak marah kalau kenyataannya calon menantu kita …." Yamada mengembuskan nafasnya. "Menghamili wanita lain." "Apa?" ucap Kamaya terkejut. "Ma, please." Nami menyentuh tangan Kamaya. "Jangan memperkeruh masalah ini, kita bicarakan baik-baik. Aku tidak ingin segalanya berubah menjadi kacau. Bagaimanapun aku sudah memutuskan untuk kembali kepada Ka