Share

Bab Dua - Pacar

Setibanya di kota tempat Edgar bertugas…

“Sebentar lagi kita sampai, dek.”

“Mampir dulu ke warung makan langganan kakak ya. Kamu pasti lapar.”

“Boleh kak, yang ada di belakang Polda bukan sih tempatnya?

“Betul sekali. Seratus buat Marissa, sejuta buat Kak Edgar.” ucap Edgar sembari mengacak gemas rambut Marissa.

“Kalau cuma sejuta aku juga punya. Gak perlu nunggu Kak Edgar kasih.”

“Iya deh yang gajinya mendekati dua digit, apalah kakakmu ini, yang gajinya gak seberapa.” ujar Edgar merendah.

“Merendah untuk meroket sekali kakakku ini. Emang bener sih gaji kakak gak seberapa, tapi remon plus tunjangan kinerja kan banyak.”

“Udah-udah jangan dibahas lagi, nanti kamu minder lho. Mending sekarang kita turun aja, udah sampai lho ini.”

Edgar pun turun dari Honda HR-V hitam miliknya, yang kemudian langsung masuk ke dalam warung makan langganannya, tak lama kemudian disusul oleh sang adik. Setibanya mereka di dalam warung makan, seluruh atensi pengunjung tertuju kepada Marissa yang terlihat mengekori Edgar.

“Tumben bang ajak pacar makan di warung.” celetuk salah seorang laki-laki yang diklaim merupakan salah satu junior Edgar di kantor.

Marissa yang mendengar pertanyaan itu pun hanya melempar pandang ke arah Edgar, seolah meminta penjelasan tentang kata pacar yang diucapkan salah satu pengunjung warung makan.

“Biarlah sesekali dia tahu kalau kehidupan seorang polisi tak selalu bergelimang harta. Supaya jadi pembelajaran juga kalau esok menjadi istri polisi harus bisa memanjakan suaminya.”

Seketika raut wajah Marissa berubah, seolah menahan amarah kepada kakaknya itu. Ingin rasanya Marissa membela diri dan mengungkapkan bahwa dirinya adik dari Edgar.

“Kamu mau makan apa dek? Mau makan di sini atau dibungkus saja? tutur Edgar yang terdengar sopan dan lembut di pengupingan setiap orang yang mendengarnya.

“Samain kaya kakak, bungkus aja, terus makan di rumah biar cepet.” balas Marissa dengan ketus.

“Wah, marah tuh pacarnya, bang. Harus cepat dirayu itu bang, supaya gak terjadi gonjang-ganjing rumah tangga. Bahaya lho kalau sampai wanita marah, bisa kaya singa kelaparan.”

Sementara Marissa hanya melempar pandang ke arah junior sang kakak dengan tatapan yang tak mampu diartikan. Tatapannya hampir sama seperti singa kelaparan yang hendak memangsa target buruannya.

“Bu, catat dulu ya, besok pagi saya bayar sekalian.”

“Beres Pak Edgar, kayak sama siapa aja.” jawab wanita pemilik warung kepada Edgar dengan senyum yang dibuat semanis mungkin seolah sedang menebarkan heroin cinta.

“Malu-maluin gue sumpah. Begini nih yang bikin pedagang kecil gulung tikar.” umpat Marissa dalam hati.

“Jadi totalnya berapa bu? Biar saya saja yang bayar, sekalian tagihan makan milik mas yang duduk di pojok itu.” ucap Marissa seraya membuka dompetnya.

“Totalnya enam puluh delapan ribu mba.” jawab pemilik warung.

Kamudian Marissa menyerahkan dua lembar uang kertas berwarna biru kepada sang pemilik warung.

“Kembaliannya simpan dulu aja bu, buat jaga-jaga kalau Edgar makan tapi gak bayar.” Ucap Marissa dengan nada sinis sembari menatap tajam kakaknya.

Sedangkan yang ditatap hanya tersenyum kikuk sembari mengambil bungkusan makanan yang berada di atas etalase. Akhirnya Marissa pun keluar dari warung makan tersebut tanpa berucap sepatah kata. Mengetahui jika sang adik keluar dari tempat tersebut, akhirnya Edgar menyusul sang adik keluar. Tak lupa pula ia berpamitan kepada juniornya yang sedang menikmati makanan di pojok ruangan itu.

Edgar pun keluar dengan tergesa-gesa karena melihat sang adik yang sudah bertengger di depan mobil kesayangannya dengan raut muka yang terlihat seperti dosen killer.

"Kak, mana kunci mobil lo? Biar gue aja yang nyetir." ucap Marissa dengan datar.

Edgar yang mengetahui perubahan pada adiknya itu hanya bisa pasrah menerima keadaan, pasalnya ia tahu jikalau adiknya marah ataupun kecewa kepada seseorang, pasti ia akan merubah gaya bicaranya.

"Ini dek."

"Tapi kamu jangan ngebut ya bawa mobilnya. Kakak ngeri kalo diajak ngebut kamu."

"Ck! Berisik aja sih lo, kak!"

"Percaya aja sama gue, gue gak akan bikin lo celaka apalagi mati muda." jawab Marissa disertai seringai kecil yang terlukis di wajah cantiknya.

Akhirnya kedua kakak beradik itu melanjutkan perjalannya yang tertunda. Perjalanan dari warung makan ke rumah dinas Edgar tak membutuhkan waktu yang lama mengingat karena Marissa mengendarai mobil milik kakaknya itu dengan kecepatan 80 kilometer per jam. Sedangkan sang kakak hanya bisa menghembuskan napas lega karena mereka berdua tiba di rumah dengan selamat.

"Dek, besok lagi jangan ngebut ya. Kak Edgar takut."

"Gue gak janji kak. Lagipula kalau lo ngejar buronan kabur juga bakal diajak ngebut kan?"

"Ya tapi kan ngebutnya kira-kira juga, dek. Kamu kan perempuan."

"Jadi karena gue perempuan jadi gak dapet ijin ngebut gitu? Buat apa Kartini memperjuangkan hak wanita kalo yang begini aja masih disepelekan? Terus buat apa ada pembalap perempuan? Cuma buat ramein sirkuit doang? Biar penonton sorak-sorak aja gitu? Tolong mikir sampe situ kak!" 

"Dan satu hal lagi yang perlu lo tahu kak, gue gak suka kalo lo nutup-nutupi identitas gue di depan temen-temen lo. Kalo emang lo malu punya adek macem gue, harusnya lo bilang ini dari awal, supaya gue gak usah ikut lo pindah ke sini dan tentunya lo juga gak repot ngurusin gue."

Ucapan dari Marissa seakan tamparan keras yang diterima oleh Edgar. Dirinya merasa amat sangat bersalah akibat ulah usil yang ia perbuat kepada adiknya.

"Maafin Kak Edgar, dek."

"Kakak gak ada maksud buat nutupin identitas kamu di depan teman-teman kakak."

"Kakak cuma mau lindungi kamu, kakak gak mau kalau kamu jadi incaran teman-teman kakak yang genit." ucap Edgar dengan penuh penyesalan.

"Tapi lo kan seharusnya bisa nyangkal waktu temen lo bilang kalo gue pacar lo! Ayolah kak, gue bukan anak kecil umur dua belas tahun yang gampang tergoda dengan rayuan gombal gak bermutu dari temen-temen lo. Buktinya gue bisa jaga diri selama lo jauh dari gue."

"Sekali lagi kakak minta maaf, dek. Kakak janji gak akan ulangi lagi. Jadi, kakak mohon jangan pernah bilang elo gue lagi ke kakak, ya? Kak Edgar sayang banget sama Marissa."

Begitulah Edgar yang sedang berjuang meminta maaf serta membujuk adik kesayangannya agar sang adik mau mengubah gaya bicaranya lagi.

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status