Share

Bab Tiga - Bekal

Keesokan paginya...

Pagi ini terasa sangat berbeda bagi Marissa, pasalnya ia harus bangun lebih awal dari biasanya mengingat sekarang ia tinggal bersama sang kakak di asrama kepolisian. Pagi ini Marissa mengawali paginya dengan memasak menu sederhana untuk sarapan serta bekal makan siang sang kakak. Berbekal ilmu memasak yang diajarkan oleh mendiang ibunya, akhirnya pilihan Marissa jatuh pada menu chicken katsu curry sauce untuk bekal sang kakak dan sup ayam untuk sarapan meraka berdua. 

Tak lama kemudian, kedua menu tersebut telah tersaji rapi di atas meja makan. Tak lupa pula bekal untuk sang kakak yang sudah tertata rapi di dalam lunch box

"Akhirnya kelar juga gue masak. Oke, sekarang saatnya gue bangunin Kak Edgar, terus mandi deh."

Kemudian Marissa melangkahkan kakinya menuju kamar utama, kamar yang ditempati oleh Edgar. Lalu Marissa memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar itu.

"Kak... Kak Edgar... Ayo bangun kak."

"Rissa udah masak buat sarapan tuh."

"Kakak... Bangun dong..."

CEKLEK...

Tanpa aba-aba dari sang pemilik kamar, tiba-tiba saja pintu kamar itu terbuka yang membuat Marissa hampir jatuh karena dirinya tak sengaja bersandar pada pintu. Lalu munculah Edgar dengan seragam lengkap kepolisian yang membuat dirinya terlihat lebih gagah dari biasanya.

"Ck, kalo mau buka pintu tuh kasih aba-aba dulu kek. Atau jawab dulu gitu, biar Rissa ada persiapan." ucap Marissa sedikit kesal.

"Mohon maaf lahir dan batin ya adik cantikku. Kan Kak Edgar gak tahu kalau kamu nyender di pintu. Kalau kakak tahu juga gak bakal langsung kakak buka."

"Setidaknya jawab gitu lho. Agar supaya saya mengetahui jikalau bapak sudah siap begini."

Edgar yang dicecar adiknya itu hanya bisa tersenyum sembari mencubit gemas pipi sang adik yang chubby itu.

"Gak usah cubit pipi, skincare mahal tau!"

Edgar seolah tak memperhatikan sang adik, tangan kirinya sibuk memainkan ponsel pintar miliknya. Tak berselang lama terdengar nada pemberitahuan dari gawai sang adik. Marissa pun bergegas menuju meja makan untuk mengambil benda pipihnya itu. Tak lama kemudian, ekspresi terkejut tergambar di wajah Marissa.

"Kakak transfer aku? Buat apa kak?"

"Buat beli skincare. Kan kata kamu tadi harga skincare mahal. Jadi kakak ganti rugi aja karena tadi udah cubit pipi gembul kamu."

"Aww... Terimakasih pakpol gantengku. Sering-sering aja kasih uang jajan buat aku."

"Kembali kasih, adik. Gih kamu mandi, bau asemnya kecium sampe portal depan lho."

"Dih lebay kakak tuh, masih wangi aku tuh kak."

"Udah buruan sana mandi."

"Iya-iya kak, bawel bener macem ibu-ibu komplek." ucap Marissa berlalu meninggalkan Edgar yang sudah duduk manis di kursi ruang makan.

"Kakak dengar lho dek. Nanti kakak aduin ke ibu-ibu sini pokoknya." kata Edgar yang sedikit berteriak.

"KAK EGA CEPUUUU! GAK LIKE AKU POKOKNYA!"

Suara tawa Edgar menggema ke setiap penjuru rumah dinasnya yang tak begitu besar. Ada rasa puas di dalam hatinya jika sudah menjahili Marissa. Sekarang tatapan Edgar tertuju pada kotak bekal makan siang yang tersusun rapi di atas meja makan. Matanya terlihat berkaca-kaca setelah melihat pemandangan itu. 

"Terimakasih Marissaku sayang, dengan adanya kamu di sini, setidaknya kakak bisa merasakan kehadiran ibu dan ayah di rumah ini." ucap Edgar lirih.

Lima belas menit kemudian...

"Loh, kakak kok gak makan? Kalo telat gimana?"

"Kakak nunggu kamu, kita sarapan bareng. Kakak gak mau kamu merasa kesepian karena harus makan sendirian. Kakak akan selalu usahakan untuk makan bareng kamu di rumah."

"Utututututu... Manis sekali kakak tampanku ini. Abis kerasukan si manis jembatan pengkol pasti nih." 

"Sembarangan aja kamu ini. Kakak bersikap manis ke kamu salah, bersikap galak salah, jadi yang bener gimana?"

"Yang bener tuh yang gak salah kak." ujar Marissa sembari menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.

"Lho kok kamu makan duluan sih dek? Padahal kakak udah nungguin kamu dari tadi lho."

"Abisnya Kak Edgar ceramah mulu sih. Udah cocok kok kalo jadi Kapolri." ucap Marisa dengan mulut penuh dengan makanan.

UHUK...UHUK...UHUK...

"Bandel sih dibilangin. Kalo makan tuh jangan sambil ngomong, yang ada jadi keselek gini kan? Udah nih minum dulu." kata Edgar sembari menyodorkan segelas air mineral kepada Marissa.

"Thank you pakpolku yang tampan dan gemoy." 

"Dilanjut makannya. Jangan sambil ngobrol. Kakak gak mau tanggung jawab kalau kamu harus keselek sendok."

"Ngeri banget mulut kakak, macem ibu Malin Kundang."

"Kakak udah selesai. Kakak berangkat duluan ya."

"Lah kok cepet banget? Terus kakak berangkat naik apa?"

"Naik motor dong, masa iya naik haji." ucap Edgar sembari melangkahkan kakinya keluar dari rumah."

"Gak lucu becandanya."

"Oh iya dek, nanti kalau kamu mau lihat kampus barumu, kamu pakai mobil kakak aja ya. Gak usah naik taksi online apalagi naik bus. Di sini banyak copet soalnya."

"Siap komandan. Kakak hati-hati di jalan ya. Bekalnya jangan lupa dimakan. Jangan jajan sembarangan. Dan satu lagi, jangan suka kasbon di warung makan, kasihan ibu penjualnya."

Edgar tersenyum manis kepada adiknya. Perkataan Marissa kepadanya mengingatkan tentang mendiang ibunya yang selalu mengucapkan pesan sebelum ia berangkat bekerja.

...

Polda DIY

Hari ini Edgar terlihat lebih bersemangat dari hari biasanya. Hal itu disebebkan karena perlakuan kecil yang dilakukakn adiknya. Kehadiran Marissa membuat Edgar merasa jika ibunya masih ada di sekitarnya.

"Bro, syukurlah lo udah gak sedih lagi. Turut berduka cita ya. Sorry gue gak bisa hadir di pemakaman nyokap bokap lo." ucap David yang merupakan sahabatnya sedari kecil.

"Makasih Dave." jawab Edgar singkat.

"Gue perhatiin dari tadi, kayaknya lo mesam-mesem aja. Lagi kasmaran lo?"

"Enggak lah, gue mana ada pikiran sampe sana. Gue cuma sedikit lebih tenang karena Marissa mau tinggal bareng gue. Gak tega gue kalo harus ninggalin dia sendirian di Jakarta." 

"Jadi Marissa tinggal bareng lo sekarang? Terus kemarin siang yang dilihat Daniel di warung Bu Marni itu si Marissa?"

"Betul sekali anda. Emang Daniel ngomong gimana ke elo?"

"Ya dia bilang kalo lo ngajak cewek lo makan di warung."

"Syukurlah kalo Daniel gak cerita macem-macem."

"Emang kenapa, Ed?"

"Biasa lah, Rissa ngambek gara-gara gue kasbon di warung. Terus dia juga ngambek gara-gara Daniel nyeletuk kalo Rissa pacar gue. Langsung berubah gitu dia. Lo tahu sendirikan gimana Rissa kalo ngamuk?"

"Pasti lo gak belain adek lo. Iya kan? Ngaku aja deh."

Begitulah obrolan singkat antara dua sahabat itu. Sedari kecil Edgar dan David memang sudah bersahabat, mereka tinggal di satu perumahan yang sama. Dari sekolah dasar sampai pendidikan di akademi kepolisian pun mereka selalu bersama. Hingga akhirnya mereka di tempatkan di tempat tugas yang sama.

Akhirnya, jam makan siang pun tiba. David pun menghampiri Edgar untuk mengajaknya makan bersama.

"Bro, mau makan gak?" kata David yang berhasil memecah konsentrasi Edgar.

"Skip dulu deh. Gue bawa bekal."

"Tumben bawa bekal lo?" ucap David sembari mendekati Edgar.

"Rissa masakin gue tadi pagi. Kata dia, gue gak boleh jajan sembarangan. Jadi dia masak deh buat bekal gue." jawab Edgar dengan mata berbinar.

"Idaman betul adek lo. Kalo gue lamar buat jadi Bhayangkari gue boleh gak?" 

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status