“Sudah sejak kapan dan berapa kali kejadian seperti ini terjadi?“ tanya Dokter Alex—dokter spesialis syaraf—yang selama ini menangani kasusnya.“Sudah beberapa kali, Dok. Tapi kalau sampai pingsan, baru hari ini. Biasanya cuma sakit di kepala sama telinga berdenging tapi tadi pas saya ketemu karyawan baru, kepala saya makin sakit,“ jawab Elang.Dokter Alex terdiam sejenak, lalu menatap Elang lekat-lekat.“Sebenarnya saya kurang yakin. Tapi kemungkinan, karyawan baru Anda ada kaitannya dengan masa lalu Anda. Bisa jadi dia berasal dari masa lalu dan mungkin sangat berkesan di ingatan Anda. Apa Anda sama sekali tak berminat mencari tahu?“ ujarnya panjang lebar.Elang terdiam. Setelah dinyatakan sembuh dari tumor otak, ia mengalami amnesia retrograde. Dimana dirinya kehilangan ingatan di masa lalu dan selama ini, ia hanya mengkonsumsi obat-obatan saja tanpa berminat melalukan terapi seperti yang disarankan dokter juga keluarganya. Ia berpikir semua itu hanya menyita waktu dan membuat usah
“Adeera, kamu ditunggu Pak Air di ruangannya.“Adeera mendongak mendengar ucapan supervisornya. Sambil menerka apa yang kira-kira membuatnya dipanggil, Adeera menyeret langkahnya ke ruangan Elang. Lalu melangkah dengan sopan saat perempuan paruh baya yang merupakan sekretaris Elang, menyuruhnya masuk.“Kamu yang bernama Adeera karyawan baru di divisi keuangan?“ tanya Elang begitu Adeera masuk ke ruangannya.“Iya, Pak.“ Adeera menjawab datar. Mati-matian ia menahan perasaannya yang bergejolak karena melihat rupa dan suara sang bos yang begitu mirip dengan sahabatnya. Ia berusaha seprofesional mungkin dan tak ingin mengulangi kesalahan yang sama seperti hari kemarin.“Kemarin ...““Maaf, Pak. Kemarin saya salah orang. Maaf jika tingkah laku saya membuat Bapak risih. Maafkan kelancangan saya kemarin dan percayalah, saya gak ada niatan apapun sama Bapak,“ sela Adeera. Elang tersenyum tipis.“Sepertinya kamu sudah paham kenapa saya panggil.“Adeera hanya diam dengan kepala tertunduk.“Sebe
Elang menyetir sambil meracau kesal. Lalu setelah cukup jauh melaju, matanya tak sengaja melirik ke kursi di sampingnya dan kemudian berdecak saat melihat tas gadis yang membuat emosinya meluap-luap.“Dasar Ceroboh!“ umpatnya sambil menarik napas dan menepikan mobil. Sebelum kembali melaju, Elang mengusap wajahnya, mengusir emosi yang berkelindan.“Lu kenapa sih, Lang? Kenapa lu gak bisa ngontrol emosi sama orang yang baru dua kali lu temui? Lu nyebelin banget, padahal itu cewek cuma salah paham,“ gumamnya pelan dengan kepala tertunduk di stir. Lalu pandangannya pun teralih saat mendengar dering ponsel dari tas Adeera. Bibirnya pun lantas melengkung membaca nama yang tertera di layar.“Beloved, Rey,“ ucapnya dengan bibir mencucu.“Dasar lebay. Dikiranya dia doang yang punya pacar, enggak keles. Banyak yang punya pacar tapi gak alay,“ lanjutnya.“Eh ... kalau dia punya pacar, kenapa kemarin meluk-meluk gue?“ tanyanya dengan dahi mengernyit.“Wah gak bener nih cewek. Maruk amat masih
Sinar matahari menerobos masuk melalui celah kaca jendela. Adeera menggeliat, rasa kantuk yang masih mendera membuatnya enggan beranjak dari pembaringan. Alih-alih bangun, Adeera justru menarik selimutnya hingga ke wajah.“Kamu nggak kerja?“Suara pintu terbuka dan pertanyaan dari sang ibu, membuatnya berdecak. Lalu menumpuk siku, menatap sang ibu sambil menggelengkan kepala.“Kenapa?“Adeera mendesah pelan. Lalu beranjak duduk.“Aku resign, Ma,“ jawabnya.“Kenapa?“ sang ibu menatapnya dengan mata terbelalak. Adeera meniup dengan bibir bawahnya.“Aku ribut sama Bos,“ jawabnya.“Ya ampun, Adeera ... Kok bisa ribut sih? Baru dua hari loh.““Bosnya nyebelin, Mah.“ Adeera merengut kesal. Sementara sang ibu hanya geleng-geleng kepala.“Yang namanya kerja sama orang pasti ada rintangannya, Adeera. Kalau gini terus, kamu gak bakalan betah kerja dimana-mana juga,“ sahutnya.“Tapi bosnya emang nyebelin, Mah. Aku gak suka,“ timpal Adeera. Sang ibu memutar bola matanya, paling tak suka dengan si
Sekembalinya dari restoran, Elang tak mampu menahan tawanya. Ia sama sekali tak mengira akan mudah membuat Adeera kembali ke perusahaannya. Elang pun menyandarkan punggung di kursi kebesaran lalu mengingat kejadian dua jam lalu.Ketika hendak menemui Adeera di rumahnya, ponsel Elang berdering. Ada meeting mendadak dengan kliennya yang datang dari Surabaya.Walau agak kesal, Elang menemui kliennya dan tak disangka, gadis yang dicarinya ada di restoran yang sama.Setelah mengamati gerak-gerik Adeera, sebuah ide muncul begitu saja. Dirogohnya ponsel lamanya yang membangkai dalam tas kerja. Lalu ia membuat drama seolah-olah kejadian tadi sebuah insiden.“Ternyata tidak sulit juga menaklukanmu, Gadis Aneh. Kamu memang pintar di bidang akademi, tapi cukup mudah dimanipulasi,“ gumamnya sambil menatap ponsel lamanya yang kini semakin retak tak berrbentuk.Elang menghela napas lega, lalu
“Jangan-jangan apa?“ Elang menyahut dengan dahi mengerut.“A-pa jangan-jangan Bapak mau menjadikan saya sugar baby?“ “Apa?“ Elang langsung tersedak, lalu terbatuk. Setelah itu menatap Adeera dengan nyalang.“Apa kamu pikir aku ini Om-om? Aku masih muda dan jika aku mau, bisa saja kusewa satu gadis berbeda setiap harinya. Tapi aku bukan lelaki seperti itu. Aku ini lelaki baik-baik,“ lanjutnya membuat Adeera mengerucutkan bibir.“Lalu, kenapa Anda memberikan gaji dan fasilitas selengkap itu pada saya?“ tanya Adeera.“Karena di sini, kamu harus bekerja sangat keras. Kamu harus bisa mencapai target, memperluas jaringan pasar dan ... Meningkatkan daya tarik pembeli,“ jawab Elang.“Gila!“ umpat Adeera dengan mata terbelalak.“Pekerjaan sebanyak itu harus saya kerjakan sendiri?“ sambungnya tak percaya. Elang mengangguk santai.“Apa kamu pi
“Enggak usah segitunya ngelihatin aku. Nanti kalau kamu naksir, kamu juga yang ribet.“Ucapan Elang yang disertai senyuman geli membuat Adeera langsung melotot dan mencubit lengan kokoh itu.“Aw ... Kamu ini apa-apaan. Sakitlah.“ Elang menggerutu. Tapi Adeera malah tersenyum. Dalam hati merasa bangga pada sosok yang terkadang menyebalkan itu..Mobil berhenti tepat di depan pagar rumah Adeera. Gadis itu turun, diekori Elang yang matanya meliar ke sekeliling rumah yang tiba-tiba membuat kepalanya dilanda pusing.“Ini rumah kamu?“ tanyanya. Kali ini mata Elang memicing dan tangan berpegangan pada pilar kecil di teras rumah Adeera.“Iya, Pak. Bapak mau mampir dulu?“ balas Adeera. Elang hampir mengangguk, tapi urung karena pusing yang semakin menyerang kepalanya.“Bapak nggak apa-apa?“ Adeera langsung menaruh barang-barangnya di meja d
Adeera meninggalkan kantor dengan wajah bersimbah air mata Sementara Elang langsung menghampiri sang sekretaris dan meminta pendapatnya. Perempuan yang tak lagi muda itu jelas terkejut mendengar penuturan sang bos.“Pak Air memang keterlaluan. Pantas saja Mbak Adeera angkat kaki. Apa Bapak pikir pekerjaan itu mudah dan bisa dikerjakan seorang diri? Seharusnya Bapak membentuk team khusus untuk divisi baru ini. Kalau begini, Bapak sama saja melanggar visi dan misi perusahaan ini,“ cerocos sang sekretaris, panjang lebar. Membuat Elang mematung. Seketika rasa bersalah menyeruak di hatinya.Sekretarisnya benar. Apa yang ia perintahkan pada Adeera sudah melanggar visi dan misi yang dibuatnya. “Oh My ...“ Dia mengacak rambut dengan kedua tangannya dan mengusapnya kembali. Lalu kembali ke ruangannya.“Bagaimana bisa maju perusahaanmu, kalau kamu tak memerhatikan kesejahteraan karyawanmu, Lang?“ Dia bermonolog. Lalu memejamkan matanya sejenak. Sejurus kemudian, menghela napas panjang. Sete