"Mama ingin datang kesini, Mas.""Apa!" Abi terlihat begitu panik, bagaimana jika Mama tahu ada Arin bersama mereka. Semuanya bisa menjadi kacau."Setelah dari ruangan dokter, aku menelepon Mama kalau kita tidak bisa kembali sekarang ke ibu kota karena kandunganku yang masih terlalu muda, lantas mama tidak ingin menunggu lama, Mama ingin melihat langsung calon cucunya dari USG," jelas Ratih dengan suara bergetar."Bukankah Mama mengira kita ada di Papua, Dek?" "Iya Mas, tapi baru saja ku beritahu padanya jika kita sebenarnya berada di Singapura,"Abimanyu tampak kebingungan, bagaimana jika ibunya benar-benar datang ke Singapura dan bertemu dengan Arin? Semua rencana mereka akan gagal. Arin hanya bisa terdiam melihat dua orang di hadapan kebingungan, berbeda dengan Ratih dan Abi yang sedang kebingungan , Arin justru merasakan lega di hati, paling tidak nanti dirinya akan di ketahui sebagai istri kedua Abimanyu yang tengah mengandung calon cucunya, bukannya Ratih."Bukankah bagus jika
"Kamu adalah canduku, hasratku dan cintaku, Arin Rismawasih," bisik Abi di telinga Arin."Kamupun bagaikan Air yang menyuburkan hatiku yang gersang, Mas."Abi menatap mesra istri keduanya itu dengan tatapan penuh cinta dan hasrat. Penyatuan mereka berakhir dengan ciuman yang romantis.Kali ini Abi hanya meminta jatah satu ronde saja, mengingat Arin yang tengah hamil muda, Abi harus bisa mengontrol gairahnya, perut Arin yang masih terlihat rata itu tengah Abi elus penuh dengan kasih sayang."Papa sudah tidak sabar untuk berjumpa denganmu , sayang. Apalagi Mama Ratih, juga tidak sabar ingin berjumpa denganmu," lirih Abi lalu mengecup sayang perut Arin.Arin terperangah, padahal baru saja mereka berbagi peluh bersama, saling memuaskan. Tapi sang suami tetap saja tidak pernah menghargainya, selalu Ratih yang dia ingat dan sebut."Mas? Kenapa harus menyebut nama kak Ratih jika kita sedang bersama sih?" "Kenapa? Apakah Aku salah?" Abi seolah tidak bersalah sama sekali."Setengah jam yang l
"Aku sangat merindukan... Bibir ini.. leher ini.. dada sexy ini... Tentunya sarang tempat burungku berlabuh adalah yang paling ku rindukan," celoteh Abi sembari memegangi semua tiap titik tubuh Arin sesuai yang dia ucapkan.Abi kembali Menciumi gemas bibir sexy Arin, gairah selama dua Minggu tidak terpenuhi seolah meminta untuk segera di tuntaskan. Namun, Abi segera sadar bahwa posisi mereka tengah berada di meja makan, Ratih bisa saja melihat mereka, suara shower di kamar mandipun sudah berhenti. Abi hendak melepas pagutannya tetapi Arin malah merengkuh kencang kepala Abi dan tidak mengizinkannya melepas pagutannya."Kalian sedang apa?" tanya Ratih melihat Suami dan madunya malah duduk berjauhan tanpa ada pembicaraan."Sedang menunggumu, Sayang. Apa lagi?" seru Abi setenang mungkin terlebih mengatur deru nafasnya yang terpancing gairah.Abimayu dan Arin sudah duduk berjauhan, dan saling diam."Kamu kebiasaan deh, Mas. Sikapmu itu seperti kulkas empat pintu. Dingiiinnnn... Cobalah be
Setelah pertengkaran besar itu, Ratna akhirnya di putuskan untuk pindah sekolah ke luar kota, padahal semester akhir sekolah hanya tinggal tiga bulan sebelum ujian. "Ayah sudah bicara dengan kepala pondok, ustad Hendra bisa membantu Ayah agar kamu bisa masuk sekolah di penghujung akhir semester ini." tukas Ayah Siswandi pada Ratna yang masih sibuk memainkan ponselnya.Melihat putrinya tidak menjawab, Pak Siswandi mencoba mengulangi lagi dengan memanggil nama putri sulungnya lagi."Ratna!" "Terserah!" jawab Ratna acuh masih tetap memainkan ponselnya.Pak Siswandi mencoba untuk menahan emosinya dengan menarik nafas dalam, agar bisa meredam emosinya. Pak Siswandi sudah berjanji kepada Istri dan putri bungsunya agar tidak memarahi Ratna lagi dan bersikap lebih sabar."Ratna, Kamu harus belajar berbicara sopan kepada orangtua seperti Adikmu, kapan kamu akan bersikap dewasa, kamu sudah mau 17 tahun."Ratna segera menatap Ayahnya, netranya sudah berkaca-kaca, ada kesedihan di kedua netran
Tiga bulan berlalu begitu berkesan. Ratih, Abimanyu dan Arin sudah terbiasa tinggal bertiga, hubungan Ratih dan Arin seperti kakak dan adik, sedangkan Abimanyu masih berpura-pura bersikap dingin kepada Arin. Namun, jika ada kesempatan seperti ketika Ratih tengah mandi, Abimanyu mendekati Arin dan mencumbunya mesra, sudah lama Abimanyu tidak berhubungan intim dengan Arin. Walau dia ingin tapi hasratnya ia tekan agar kandungan istri mudanya itu tetap kuat.Arin seolah tidak ingin melepaskan Abimanyu, sedangkan bunyi shower di kamar mandi telah berhenti, "Sayang...sudah.. nanti ketahuan..hmmppp.." Abimanyu coba untuk berbicara di sela-sela ciuman mereka."Aku rindu dirimu, Mas! Datanglah ke kamar nanti malam." Abimanyu tersenyum hangat dan memegang janggut istrinya yang lancip itu. "Sabar yah, sebulan lagi. Sampai baby disini kuat." ujarnya sembari mengelus perut istri mudanya yang mulai terlihat besar."Aku sudah tidak kuat, Mas. Tolonglah!" rengek Arin dengan nada manjanya."Baiklah,
sebulan berlalu dengan begitu cepat, kondisi rumah tangga Abimanyu, Ratih dan Arin masih sama, Ratih dengan sikap riangnya karena kehamilan Arin, Abimanyu dan Arin yang masih bermain kucing-kucingan di belakang Ratih.walaupun begitu, ada rasa tidak enak di dalam hati Arin kepada Ratih. Dirinya merasa menjadi seorang 'penjahat' yang diam-diam bercinta dengan suaminya. Padahal Ratih memperlakukan Arin dengan penuh kasih sayang."Nah, sudah makan siang dan makan buah lalu minum vitamin juga sudah, kini saatnya kamu tidur siang," tutur Ratih dengan sangat lembut pada Arin."Kak, Aku belum mengantuk," protes Arin karena merasa di perlakukan seperti anak kecil.Arin tahu, semua yang Ratih lakukan adalah semata-mata karena bayi yang dikandungnya."Sudah, ayo berbaring saja. Kakak akan membacakan sebuah cerita dongeng, kata dokter Bayi usia 5 bulan dalam kandungan, sudah bisa mendengar suara di luar." Ratih membaringkan tubuh Arin dengan nyaman, AC juga menyala full membuat ruangan begitu s
"Arin! Jangan diluar batas!" Abi mulai emosi karena Arin menyebut Ratih wanita tua."Kalau begitu pergilah!" ucap Arin datar lalu mulai menutup pintu.Abimanyu hanya bisa mematung di depan pintu kamar Arin, hatinya panas karena pujaan hatinya marah setelah melihat dirinya bercinta dengan Ratih. Di satu sisi , Abimanyu tidak ingin menyakiti Ratih yang sudah begitu setia menemaninya selama 15 tahun karna kini Abi telah membagi hatinya untuk wanita lain.Abi segera mencekal pintu itu agar tidak tertutup, Arin berusaha sekuat tenaga mendorong pintu itu agar bisa tertutup, tapi usahanya sia-sia, tenaganya tidak sebanding dengan seorang Abimanyu.Melihat kesempatan untuk bisa masuk, Abi segera meraih tangan Arin dan segera memeluknya walau Arin memberontak."Pergi! Jangan dekati Aku lagi!" Pekik Arin sembari mencoba melepas pelukan suaminya. "Maafkan Aku, sayang. Maaf!" Permintaan maaf yang tulus dari suaminya mampu meredakan emosi yang meledak-ledak di sanubari Arin."Kamu tega, Mas! Hi
9 bulan lebih 10 hari kini Arin sudah mengandung bayi dari seorang Abimanyu. Gelombang cinta yang di berikan oleh jabang bayi itu sudah sedari subuh tadi, bercak darah dan kontraksi yang semakin lama semakin intens, Arin sudah bersiap di ruang bersalin untuk melahirkan."Ka...hmmmpp.. rasanya sakit sekali.." Pekik Arin merasakan kesakitan kala kontraksi itu muncul.Keringat dingin bercucuran di kening Arin, raut wajah kesakitan begitu kentara. Perjuangan melahirkan seorang anak emang tidak mudah.Ratih yang berada di sisi Arin juga ikut panik, tapi berusaha untuk tidak memperlihatkan gurat kepanikannya. Agar Arin bisa lebih tenang."Tarik nafas perlahan, Dek," ucap Ratih sembari mencontohkannya pada Arin, lantas Arin mengikuti instruksi Ratih.Ratih sudah banyak tahu tentang cara mengatasi sakit akibat kontraksi saat hendak melahirkan lewat buku-buku ibu hamil, walau keinginan dirinya untuk melahirkan tidak terwujud, tapi kini ilmu itu bermanfaat.Arin terlihat lebih bisa menahan rasa