Bella menurunkan sedikit jendela dan menatap jalanan kota Hinton yang telah lama tidak ia lihat. Udara dingin menerpa, salju menutupi segalanya, dan langit mendung seperti biasa, tetapi ia cukup menikmati pemandangan yang tersaji.Dari kejauhan, ia sudah bisa melihat puncak mansion yang menjulang. Damian dan Bella rencananya akan menginap dua malam, kemudian kembali di hari Senin. Piceus telah diurus oleh seseorang yang Damian percaya, jadi mereka tak perlu khawatir Piceus akan kelaparan.Damian memelankan laju mobil dan berbelok ke jalan kecil yang mengarah ke mansion. Bella menurunkan kaca jendela sepenuhnya dan mengulurkan tangannya. Damian terdengar tertawa di sampingnya. Ia sangat merindukan suasana Hinton yang jauh berbeda dengan Alderson.Mobil berhenti di depan pagar dan suara keras Mirabesy sudah terdengar dari pekarangan. “Damian! Bella! Ya Tuhan! Akhirnya kalian datang juga!”Damian dan Bella saling melirik, merasa bersalah karena baru bisa berkunjung sekarang. Damian memba
“BELLLAAAAA!! Astaga! Kami merindukanmu! Ya Tuhan!”Tawa Bella pecah ketika Erina dan Verona menghambur ke pelukannya, nyaris membuatnya jatuh ke belakang saking kerasnya tubrukan mereka. Jika saja Mochelle tidak menahan punggungnya, maka ia pasti sudah jatuh ke lantai.“Kami tidak bisa mengirim surat karena katanya ada masalah,” kata Verona dengan wajah cemberut saat melepaskan diri.“Iya, ada sedikit masalah,” ucap Bella, memberi penjelasan. Bahkan ia sendiri sangat ingin menghubungi Erina dan Verona, tetapi saat itu tidak memungkinkan. “Lengan Damian sampai tertembak.”“Lengan Tuan Damian sampai tertembak?” Mochelle membelalak. “Itu masalah yang cukup serius.” Bella mengangguk pelan. Erina dan Verona saling menatap dengan wajah bersalah, sempat mengira bahwa Bella telah melupakan keduanya. Kemudian Erina mundur dan mulai memperhatikan tubuh Bella dari atas sampai ke bawah.“Kau baik-baik saja, bukan? Kau tidak terluka 'kan?” tanya Erina cemas. Verona juga mulai mengecek keadaan Be
“Istri bos mafia. Istriku, Arabella Charlotte,” bisik Damian, menjauhkan wajahnya. Ia terkekeh dan Bella berbalik dengan wajah cemberut. “Kenapa? Tidak mau?”Bella menggeleng. “Istri bos mafia? Bukankah itu posisi kedua?”Tawa Damian sontak meledak. Ia menggeleng-geleng sambil menatap kekasihnya dengan tatapan tidak percaya. “Jadi maksudmu, kau ingin menjadi bosnya?”“Kurasa begitu.” Bella mengangguk dengan senyum mengembang dan Damian kembali tertawa.“Baiklah, kau jadi bosnya dan aku asistenmu?” tawar Damian, menaikkan satu alis.Bella kesulitan menahan tawa saat Damian menampilkan ekspresi yang begitu serius. Damian mengernyit bingung dan tawa Bella pecah. “Aku hanya bercanda,” ucapnya. “Tapi kau bisa menjadi bosnya, Sayangku. Aku akan jadi asistenmu,” goda Damian, tidak ingin topik itu terputus begitu saja.“Kalau kau bersikeras, mungkin nanti,” kata Bella, mengedikkan bahunya. “Aku perlu berlatih keras sekarang agar bisa melampauimu.”Damian terkekeh. “Ya, kau perlu berlatih ker
Bella terperanjat bangun mendengar suara benda yang jatuh. Ia menyentuh kepalanya yang pusing karena langsung duduk, lalu matanya bergerak meneliti sekeliling kamar.Jam dinding menunjukkan pukul sembilan malam. Seharusnya Damian telah kembali. Apakah suara tadi berasal darinya?“Damian?” panggil Bella, tetapi tidak ada respon. Ia beranjak turun dari kasur dan keluar dari kamar. Suasana rumah terasa sepi, tak ada tanda-tanda kalau Damian telah kembali.Apakah Bella hanya bermimpi? Atau suara yang terdengar berasal dari luar?Bella menuruni tangga dengan hati-hati dan menatap sekitar. Ia sengaja tidak mematikan lampu karena menunggu Damian pulang, tetapi ia malah ketiduran.Bella berhenti di anak tangga terakhir ketika suara langkah terdengar dari dapur. “Damian?” panggilnya sekali lagi. Masih tidak ada respon dan suara langkah itu ikut terhenti.Bella berdiri diam, mulai merasa waspada. Jika itu Damian, tidak mungkin dia mengabaikan panggilan Bella. Dan kenapa langkahnya terhenti saat
“Bagaimana keadaannya sekarang?”“Keadaannya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Tidak ada luka di tubuhnya, tapi dia mengalami syok berat. Itu sebabnya dia muntah terus-menerus. Untuk sementara, biarkan dia istirahat.”“Dia pasti terkejut dengan apa yang terjadi.”“Itu benar. Aku bahkan terguncang ketika kembali ke rumah dan keadaannya sangat kacau. Aku menyesal telah meninggalkan Bella sendirian.”Sayup-sayup, Bella bisa mendengar beberapa suara berbeda yang tengah berbicara. Itu adalah suara mertuanya, Damian, dan kalau tidak salah, Dokter Jeanna.Sebuah tangan sejuk menempel di dahinya. Bella membuka matanya yang terasa berat, pandangannya masih agak buram. Ia berkedip-kedip menyesuaikan pandangan dan mengernyit melihat pemandangan yang berbeda.Ini bukan kamarnya di Alderson, tetapi kamar Damian di Hinton.Bella menoleh dan mendapati wajah-wajah yang menatapnya dengan sedih. Damian mengusap kepalanya, lalu menunduk. “Bagaimana perasaanmu, Sayang? Apa kau masih merasa mual?”Be
Damian membuang napas gusar. Ia melirik jam di dinding, kemudian kembali menghela napas. Gundah. Damian merasa gelisah memikirkan apa yang tengah terjadi di Rainelle saat ini.Akankah Serpenquila berhasil?Ayahnya, Andrius, Massimo, dan empat anggota senior yang lain pergi ke Rainelle untuk menemui organisasi Paman Velvet. Anggota merekalah yang telah melakukan penyerangan pada Bella malam itu. Serpenquila ingin menuntut balas, tetapi sayang sekali, Damian tidak bisa ikut.Sekarang ketika Bella tertidur, ia merasa cemas memikirkan apa yang terjadi. Jika kesepakatan tidak mencapai titik temu, maka sudah pasti ada darah yang mengalir.Damian menebak opsi kedua yang akan terjadi, mengingat ini bukan masalah sepele. Menyerang seseorang yang bukan anggota organisasi adalah suatu kejahatan besar, melampaui aturan yang seharusnya dijunjung tinggi oleh setiap mafia.Yah, Damian tahu tidak semua mafioso mematuhinya, tetapi setidaknya Paman Velvet tahu resiko yang akan dia tanggung jika melampa
Semua pelayan kembali ke mansion sore ini. Martinez menginginkan sebuah perayaan kecil untuk keberhasilan mereka, jadi para pelayan kembali lebih awal. Terhitung sejak jam lima, mereka telah mondar-mandir membawa makanan, minuman, dan juga beberapa perlengkapan lain yang dibutuhkan. Cuaca cerah malam ini. Bintang-bintang menghiasi langit dan salju tidak turun, jadi acara makan-makan itu dilaksanakan di halaman depan mansion. Tepat pada pukul tujuh malam, para anggota senior telah duduk di depan meja panjang, berdampingan dengan Martinez dan Mirabesy. Damian dan Bella memilih tempat di kursi paling ujung. “Sial, kalkun ini sangat lezat,” sahut Bogdan saat mereka mulai menyantap makanan. Anggota lain kontan terkekeh mendengar komentarnya. Dari semua anggota senior yang cenderung tenang dan tidak banyak bicara, Bogdan-lah yang selalu mencairkan suasana dengan tingkahnya yang berbanding terbalik dengan image ‘pria terhormat’ untuk para mafia. “Yah kau tahu Tuan Martinez memilik
“Piceus!”Bella memekik dan berlari cepat melintasi tanah landai tatkala kuda hitam gagah itu terlihat dalam pandangannya.“Piceus! Ya Tuhan!”Kuda itu meringkik keras dan menendang-nendang tanah mendengar suara Bella.Bella tertawa, lalu mengulurkan tangannya, menyentuh lembut puncak kepala Piceus. Dia menjadi lebih tenang, kemudian mendenguskan napasnya ke telapak tangan Bella.“Dia baik-baik saja, Damian!” sahut Bella pada Damian yang menyusul di belakang.Damian terkekeh dan bergegas mendekat. “Aku tahu dia kuda yang cerdas,” ucapnya. Saat penyerangan itu terjadi, rupanya Piceus bersembunyi di belakang tumpukan jerami yang berada di ujung hutan.Damian sempat berpikir kalau Piceus kabur melewati dinding pembatas, sebab terkejut oleh suara tembakan yang menggelegar. Tetapi rupanya dia cukup cerdik dengan tidak menampakkan diri pada dua pria penyerang itu. Damian bersyukur Piceus bisa ditemukan kembali, tanpa lecet sedikit pun.Sore ini, Piceus dibawa ke kandangnya, bergabung dengan