Sebelum menemui Kevin, Ramel terlebih dahulu mengantar Bella ke kediaman Wijaya. Wanita cantik itu sempat bertanya Ramel ingin bertemu dengan siapa, tetapi Ramel menjawabnya dengan berbohong."Bertemu dengan klien," jawab sembarang Ramel."Oh, kamu hati-hati ya?" Ramel sama sekali tidak menjawab, ia memutar tubuh lalu masuk ke dalam mobil. Tanpa ada kecupan di kening dan lambaian tangan, Ramel langsung meminta Lukas untuk menjalankan mobilnya.Setelah 35 menit akhirnya Ramel tiba di sebuah kafe tempatnya untuk bertemu dengan Kevin. Seorang waiters sudah menunggu di pintu utama, wanita itu menuntun Ramel ke sebuah ruangan VIP. Saat pintu terbuka mata Ramel seketika menyipit melihat wanita yang duduk di hadapan Kevin. Wanita itu tidak asing lagi di matanya bahkan sudah sangat dekat dengannya."Oma," panggil Ramel yang membuat keduanya menoleh ke pintu."Ramel, kamu sudah datang," sahut Tania sambil membalas jabat tangan Ramel."Silahkan duduk Tuan Ramel." Kevin mempersilahkan Ramel du
Ramel membuka pintu dengan kasar, berlari menuju balkon. Tanpa bicara ia langsung memeluk Bella dengan erat."Aku mencintaimu sayang, kamu lah separuh hidupku," ucap Ramel.Bella terkejut, didorongnya tubuh Ramel dengan lembut agar pelukannya terlepas."Mas kenapa?" tanya Bella dengan wajah bingung."Aku mencintaimu, aku tidak bisa hidup tanpamu." Ramel kembali memeluk Bella."Ada apa dengan Ramel? Dengan siapa dia bertemu? Kenapa jadi aneh seperti ini?" tanya dalam hati Bella sambil membalas pelukan suaminya."Aku tahu kamu melakukannya demi aku, tetapi bagiku kamulah yang paling berharga. Jadi aku mohon, jangan pernah berpikir bahwa harta adalah segalanya bagiku." Ramel kembali membuka mulut."Mas kenapa?" tanya Bella sambil melepaskan pelukannya.Ramel menarik tangan Bella dengan lembut, membawa wanita cantik itu masuk ke dalam kamar lalu mengajaknya duduk di sofa."Sayang," ucap Ramel sambil menggenggam kedua telapak tangan Bella dengan erat dan penuh perasaan, "Aku sudah tahu seg
Empat bulan telah berlalu, kini kandung Bella sudah memasuki 5 bulan. Selama 4 bulan ini Ramel benar-benar kewalahan menghadapi sikap Bella yang tak menentu. Terkadang wanita cantik itu membencinya, terkadang ia marah-marah tanpa sebab, terkadang pula ingin selalu dimanja."Mas, nanti pulangnya jam berapa?" tanya Bella sambil mengunyah sarapannya."Seperti biasa sayang," jawab Ramel dengan terpaksa.Tentu terpaksa, sebab pria tampan itu tidak suka berbicara saat makan. Tetapi selama 4 bulan ini ia berusaha menyukai ketidak suka itu, hanya untuk menjaga perasaan Bella. Jika tidak! Wanita hamil itu akan marah dan mogok makan, tentu hal itu membuat Ramel khawatir akan kesehatan anaknya yang masih di dalam perut Bella!"Jam berapa?" Bella kembali bertanya."Jam 5 sore sayang," jawab Ramel dengan lembut sambil tersenyum."Pulang lebih cepat ya? Soalnya aku mau makan rujak," ucap Bella."Nanti Mas minta Lukas untuk membelinya," ucap Ramel dengan serius."Oh yaudah, biar pak Lukas yang membe
Suara kicauan burung membuat suasana pagi semakin indah. Seperti biasa, setiap pagi Ramel selalu menemani Bella jalan-jalan di taman. Sepasang suami istri itu mengikuti anjuran dokter agar proses persalinan Bella nantinya semakin mudah. Sebab wanita cantik itu berencana untuk melahirkan normal."Mas, jalannya udah ya? Aku sudah lelah," keluh Bella."Ooo yaudah." Ramel menuntun Bella masuk ke dalam rumah.Bella melangkah menuju meja makan sedangkan Ramel bergegas ke kamar. Pria tampan itu harus segera membersihkan tubuhnya dan bersiap untuk berangkat ke kantor.Sebelum pergi, Ramel terlebih dahulu sarapan bersama istrinya. Walupun sebenarnya ia sudah terlambat ke kantor."Mas pergi dulu ya?" Ramel mengecup kenin dan bibir Bella sekilas."Hati-hati Mas," sambil melambaikan tangan ke arah mobil yang membawa Ramel.Butuh waktu 37 menit untuk Ramel tiba di perusahaan Pratama Grup. Ia baru saja menjatuhkan bokong di atas kursi kerjaannya, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu."Masuk,"
Ramel baru saja membuka pintu mobil, tetapi wanita itu tiba-tiba membuka pintu belakang dan langsung masuk."Tolong bantu aku Pak, tolong bantu aku," ucap wanita itu sambil menagis.Tentu Bella dan Ramel terkejut, "Kamu kenapa?" tanya Ramel."Aku mohon jalankan mobilnya, nanti aku jelaskan." Bibir wanita itu berbicara, tetapi matanya tertuju ke arah luar.Di sana terlihat dua orang pria sedang melangkah ke arah mobil Ramel."Ayo Pak, aku mohon," desak wanita itu."Ayo Mas," timpal Bella.Ramel menginjak gas mobil, melaju kencang meninggalkan tempat itu. Setelah berjarak 2 kilo meter Ramel menghentikan mobilnya di parkiran sebuah kafe. Ia menghidupkan lampu, memutar tubuh untuk melihat wanita yang duduk di bangku penumpang."Terima kasih ya Pak, Bu," ucap wanita itu disela-sela tangisan sambil tertunduk tampan melihat lawan bicaranya."Tunggu dulu." Ramel menghentikan wanita itu yang akan membuka pintu, "Apa kedua pria itu mengejar kamu?" lanjutnya bertanya.Wanita itu mengangguk, air
Satu bulan telah berlalu, hubungan Ramel dan Bella semakin romantis bahkan Ramel sering mengajak istri ke kantor."Mas, aku gak jadi ikut ya," ucap Bella yang duduk di kursi meja rias."Kenapa gak jadi sayang?" tanya Ramel, pria tampan itu sedang duduk di sofa sambil memainkan ponsel."Kepalaku tiba-tiba pusing Mas," keluh Bella sambil memijat keningnya.Ramel bangkit dari sofa, melangkah menghampiri istrinya, "Pusing lagi ya?" ucapnya sembari bertanya.Memang akhir-akhir ini wanita hamil itu sering pusing. Ramel sudah beberapa kali mengajaknya untuk periksa ke dokter, tetapi Bella selalu menolak. "Iya Mas," seiring bersama anggukan kepala.Ramel menuntun Bella bangkit dari kursi, lalu membawanya duduk di sisi ranjang."Kita periksa ke Dokter ya?" ajak Ramel dengan nada membujuk."Enggak usah Mas, ini pasti bawaan hamil." Lagi-lagi Bella menolak."Gak ada salahnya kita periksa sayang, mana tahu ada obatnya." Ramel berusaha membujuk Bella."Nanti aja Mas, sekarang aku mau istirahat,"
"Iya Pak, Nyonya Bella saat ini tidak bisa melihat." Dokter mengulang ucapannya."Lakukan apapun yang membuat istriku bisa melihat kembali," perintah Ramel."Untuk saat ini kita tidak bisa melakukan apapun Pak, karena Nyonya Bella sedang hamil. Kita harus menunggu sampai Nyonya melahirkan," ucap Dokter."Menunggu sampai melahirkan?" tanya Ramel dengan nada kesal, "Usia kandungan istriku baru 7 bulan, jadi harus menunggu 2 bulan lagi! Oh tidak, itu terlalu lama.""Iya Pak, kita harus menunggu 2 bulan lagi," sahut dokter dengan lembut."Aku tidak bisa, hari ini juga aku akan membawa Bella ke luar negeri." Ramel bangkit dari kursi."Tunggu dulu Pak," panggil Dokter.Ramel menghentikan langkahnya lalu memutar tubuh menghadap Dokter."Sebenarnya kita bisa melakukan operasi hari ini juga, tapi aku ragu Pak," lanjut Dokter."Ragu apa?" desak Ramel."Aku ragu, apa yang terjadi kepada Nyonya adalah bawaan hamil. Itu sebabnya kita harus menunggu sampai Nyonya melahirkan, jika memang karena baw
"Gak repot kok." Sinta menjatuhkan bokongnya di kursi yang terletak di hadapan Ramel."Oh iya Pak, ba....""Mas, kamu masih kerja." Tiba-tiba terdengar suara Bella dari pintu, yang membuat Sinta berhenti bicara."Iya sayang," sahut Ramel yang langsung bangkit dari kursinya, melangkah menghampiri Bella.Ia menuntun wanita hamil itu duduk ke sofa, "Sayang, tunggu di sini ya? Mas matikan laptop dulu," ucapnya."Tunggu Mas," panggil Bella yang membuat Ramel berhenti, "Tadi bukannya ada suara Sinta?" lanjutnya."I...i...iya Mbak, saya kemari untuk mengantar berkas," sahut Sinta terbata-bata sambil mengedipkan sebelah matanya kepada Ramel."Oh," jawab singkat Bella sambil tersenyum."Saya duluan ya Mbak." Sinta bangkit dari kursi, ia berusaha menyentuh punggung tangan Ramel yang terletak di atas meja, tetapi Ramel dengan sigap menariknya."Saya duluan Pak," lanjut Sinta yang langsung pergi."Kenapa sih, Bella selalu datang setiap aku berduaan dengan Ramel?" ucap dalam hati Sinta sambil menu