"Sarah hamil, aku sudah tahu," sahut Bella dengan wajah datar."Bukan itu, makanya dengar aku dulu." Rara sedikit kesel karena sahabatnya itu sok tahu."Jadi, tentang apa?" Bella pun jadi penasaran."Aneh gak sih, aku melihat Kevin ke luar dari Apartemen Sarah dua hari yang lalu. Aku sempat bertanya sama petugas kebersihan, katanya Kevin memang sering datang ke sana. Kadang datang tengah malam keluarnya besok pagi." Rara menceritakan apa yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri."Ah, masa sih?" tanya Bella yang kurang percaya."Aku gak bohong Bel, coba aku foto waktu itu! Biar ada bukti," sesal Rara yang lupa mengambil foto Kevin saat ke luar dari kamar apartemen Sarah."Oh iya, kamu kapan kembali dari Prancis?" tanya Bella."Dua hari yang lalu, aku tiba di bandara pukul 2 malam. Jadi temanku mengajakku untuk menginap di Apartemennya, nah di situlah tanpa sengaja aku melihat Kevin ke luar dari kamar Sarah." Rara menjelaskan kenapa ia bisa melihat Kevin."Jadi menurut kamu Ra?" tan
Perlahan Ramel melangkah maju sehingga Bella melangkah mundur, hingga keduanya terjatuh di atas tempat tidur. Percintaan itupun berubah menjadi panas, bahkan keduanya sudah polos tanpa sehelai benang.Sentuh lembut dari Ramel membuat Bella seketika melupakan masalahnya. Wanita cantik itu tidak berhenti mendesah saat Ramel menghujaminya."Oh...ssshhh...hum..." Desahan itu semakin menggema seiring dengan gerakan pinggul Ramel. Pria tampan itu semakin mempercepat gerakan pinggulnya maju mundur, sambil meremas kedua gunung kembar istrinya."Ow...Mas Ramel..." Desahan itu terdengar jelas di telinga Sarah yang sedang melewati pintu kamar Bella menuju kamarnya. Wanita bertubuh tinggi itu menghentikan langkahnya, untuk memperjelas pendengarannya."Sial," geram Sarah.Pintu kamar Bella yang tidak tertutup rapat membuat Sarah berniat untuk melihatnya. Seketika ia mengepalkan seluruh jari tangannya menjadi satu, Sarah benar-benar marah melihat Ramel dan Bella sedang melakukan hubungan suami
Satu Minggu telah berlalu, hubungan Ramel dan Bella masih dingin seperti es. Pria tampan itu sudah 2 malam tidur di kamar Sarah, walupun mereka di kamar yang sama Ramel tidak sedikitpun menyentuh Sarah. Pria tampan itu memilih tidur di sofa sedangkan Sarah di atas tempat tidur.Ramel tidur di sana bukan untuk berbuat adil antara kedua istrinya, tetapi karena beberapa hari ini Sarah sering mengeluh sakit di bagian perut. Hal itu membuat Bella meminta Ramel untuk menemaninya.Bella memang sangat membenci Sarah, tetapi tidak dengan janinnya. Wanita cantik itu tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada kandungan Sarah. "Tok....tok...tok..." Terdengar suara ketukan pintu."Masuk." Suara bariton Ramel dari dalam."Permisi Pak, ada tamu yang ingin bertemu dengan Bapak," ucap sang sekretaris."Suru dia masuk," perintah Ramel yang langsung dilaksanakan oleh sekretarisnya."Selamat siang Tuan Ramel."Sapaan itu membuat Ramel memutar mata, tadinya pria tampan itu sedang fokus menatap layar lap
Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit Sarah tidak berhenti mengoceh. Ia protes karena Ramel tidak pernah menyentuhnya, padahal mereka sudah satu Minggu menikah."Kekebalan tubuh anak kita akan lemah jika kamu tidak menyentuhku," gerutu Sarah."Kamu kan minum vitamin sama susu," ucap Ramel yang fokus menyetir mobil."Itu saja tidak cukup Ramel! Apa kamu tidak tahu, wanita hamil itu memiliki nafsu lebih tinggi." Tanpa malu Sarah bicara seperti itu."Jadi maksudmu?" tanya Ramel."Ya, kamu harus menyentuhku, setidaknya 3 atau 4 kali dalam satu Minggu," jawab Sarah."Untuk saat ini aku belum bisa, aku harus menjaga perasaan Bella." Tolak Ramel."Jadi kamu tidak menjaga perasaanku? Aku juga istrimu Ramel, seharusnya kamu lebih perhatian padaku karena aku sedang mengandung anakmu." Nada Sarah sedikit meninggi karena kesal.Untuk apa dia menikah dengan Ramel jika pria tampan itu tidak menyentuhnya dan tidak menganggapnya istri. Janin yang ada di dalam kandungannya saat ini tidak lah begitu
Tepat pukul 1 siang Bella sudah tiba di kafe begitu juga dengan Rara. Kedua sahabat itu tersenyum karena sebentar lagi rahasia Sarah akan terbongkar. Ramel akan mencampakkannya dari kediaman Wijaya."Hari ini aku akan menunjukkan kertas ini kepada Ramel," ucap Bella dengan penuh keyakinan."Jangan lupa, katakan tentang noda darah itu." Rara mengingatkan sahabatnya."Iya, aku tidak mungkin lupa," sahut Bella sambil tersenyum.Keduanya berbincang-bincang sambil menikmati cemilan dan minuman dingin."Kring....kring...kring..." Tiba-tiba terdengar suara dering ponsel.Mata Bella berputar, "Papah," ucapnya setelah melihat nama yang muncul di layar ponselnya."Iya Pah," ucap Bella setelah mengusap layar ponselnya."Bella, segeralah ke rumah sakit." Suara Bryan terdengar bergetar."Ada apa Pah? Apa yang terjadi?" Bella bertanya, tetapi sambungan teleponnya langsung terputus."Ada apa Bel? tanya Rara yang juga ikut panik."Aku tidak tahu Ra, papah hanya memintaku untuk segera ke rumah sakit,
Dua hari telah berlalu, saat ini Ramel sudah kembali ke kediaman Wijaya. Sebenarnya dokter belum mengizinkannya untuk pulang, tetapi Ramel memaksa dan meminta dokter untuk datang setiap hari memeriksanya.Saat ini Mansion megah itu sedang kedatangan tamu, orang tua Sarah dan klien Ramel yang lainnya datang untuk menjenguknya.Setelah beberapa menit berbincang-bincang dengan Ramel, satu persatu mulai meninggalkan kediaman Wijaya. Kini hanya tinggal Ramel dan Hendrawan di dalam kamar."Papah turut prihatin atas musibah ini." Kata-kata itu menghentikan langkah Bella untuk masuk ke dalam kamar. Wanita cantik itu berdiri di depan pintu untuk mendengar perbincangan antara suaminya dan Hendrawan."Papah benar-benar terkejut," lanjut Hendrawan."Aku masih bingung Pah, berlian tidak mungkin hangus terbakar, tetapi kenapa satupun tidak bisa ditemukan," sahut Bryan."Aku juga berpikir seperti itu, tapi kita tunggu saja informasi dari pihak kepolisian," ucap Hendrawan."Berlian terbakar?" tanya
Bibir pria tampan itu terasa kaku sehingga ia sulit untuk berbicara."Kenapa Kak?" desak Bella yang sudah tidak sabar lagi.Kevin menarik napas dalam-dalam, "Aku memiliki hubungan dengan Sarah, janin yang ada di dalam kandungannya adalah anakku."Bella menelan saliva dengan kasar, ia hanya bisa terdiam karena bingung harus bicara apa. Jujur saja Bella sangat kecewa kepada Kevin, ia tidak menyangka pria tampan itu tega berbuat sekeji itu. Padahal selama ini Bella sudah menganggapnya sebagai Kakak."Aku minta maaf Bella, semua itu aku lakukan hanya untuk mendapatkan cintamu. Sejak pertama kali bertemu denganmu, aku sudah jatuh hati." Kevin mengungkapkan perasaannya kepada Bella."Tapi bukan begini caranya Kak," protes Bella yang sudah berurai air mata."Iya, aku mengaku salah. Andaikan Ramel mencintaimu dengan tulus dan tidak menyiksamu! Mungkin aku tidak terpikir untuk merebut kamu darinya." Kevin memberitahu alasannya."Dia mencintaiku, dia menyayangiku. Hanya saja ada kesal paham di
"Ramel, foto itu tidak seperti yang kamu banyaknya," ucap Bella.Ramel tersenyum sinis, ia mencengkram kedua pipi Bella, "Tidak seperti yang aku bayangkan?" ucapnya mencibir."Kamu membohongiku untuk menemui Kevin. Kamu hebat Bella, aku tidak menyangka kamu serendah itu," lanjutnya sambil melepaskan cengkeramannya dengan kasar."Aku memang menemui Kevin, tapi itu semua demi kebaikan rumah tangga kita," ucap Bella."Demi kebaikan apa? Bisakah seorang suami menerima istrinya berduaan dan berpelukan dengan pria lain?" Ramel bicara dengan nada lantang."Makanya dengarkan aku dulu," protes Bella."Cukup, jangan membuatku semakin kesal. Pergilah dengan kekasihmu itu, aku ingin memperbaiki hubunganku dengan Sarah." Setelah mengatakan itu Ramel langsung masuk ke dalam kamar.Tubuh Bella terperosok jatuh ke lantai, ia sudah berusaha payah untuk mendapat bukti, tetapi semuanya sia-sia dan tak berarti. Hanya tinggal satu langkah lagi, semua sandiwara dan kebohongan Sarah akan berakhir.Namun us