Bella tiba dikediaman Wijaya tepat pukul 10 malam. Setelah menemui Hendrawan Bella tidak langsung kembali ke kediaman Wijaya, wanita cantik itu masih menemui sahabatnya Rara.Saat turun dari mobil, tiba-tiba mobil Ramel masuk dari gerbang. Bella sengaja mempercepat langkahnya agar tidak bertemu dengan pria tampan itu. Jujur saja, Bella sangat rindu ingin melihat dan duduk di samping suaminya.Tetapi rasa itu harus ia kubur dalam-dalam, karena beberapa hari lagi mereka akan resmi berpisah. "Par..." Pintu kamar Bella terbuka dengan kasar.Tentu membuat Bella yang sedang mengganti pakaian merasa terkejut, ia refleks memasangkan gaun piyama ke tubuhnya."Kamu dari mana Bella?" ucap Ramel dengan nada lantang, "Pulang larut malam seperti ini, apa kamu tidak menghargai aku?" lanjutnya sambil menghampiri Bella."Aku ingin bercerita." Bukannya menjawab pertanyaan Ramel, justru Bella membicarakan hal lain.Ramel tersenyum, "Apa kekasihmu itu mengajakmu menikah?" Nada itu seperti mencibir di t
Satu Minggu telah berlalu, selama ini Bella memilih menginap di Apartemen Tania. Ia kembali ke kediaman Wijaya hanya untuk untuk mandi dan mengganti pakaian. Dalam satu Minggu ini Bella menyibukkan diri dengan kembali kuliah.Sedangkan Ramel menyibukkan diri di kantor, ia tidak jarang melihat Bella ke kampus. Tetapi Ramel memarkirkan mobilnya sedikit jauh agar Bella tidak melihatnya."Kring....kring....kring..." Suara dering ponsel membangunkan Bella di pagi hari.Ia membuka mata dengan malas, sambil tangannya meraba meja kecil yang terletak di samping tempat tidur untuk meraih ponselnya."Iya," ucapnya setelah mengusap layar ponselnya."Apa saya bisa bicara dengan Nona Bella?" suara dari seberang sana."Iya, saya sendiri. Ini dengan siapa?" jawab Bella sembari balik bertanya."Saya pengacara yang akan mendampingi Nona Bella dalam proses perceraian dengan pak Ramel."Mata Bella terbuka sempurna, perasaan sampai saat ini ia belum menghubungi pengacara untuk mendampinginya."Saya tidak
"Ow...ini nikmat Bella."Sarah yang sedang melewati pintu kamar Bella seketika menghentikan langkahnya. Suara erangan itu mengundang rasa penasarannya, Sarah dengan lembut mendorong pintu yang tak tertutup rapat. Matanya terbelalak melihat sepasang mahluk Tuhan yang paling sempurna sedang bertempur di atas tempat tidur.Tanpa menutup pintunya kembali, Sarah bergegas menuruni tangga menuju dapur untuk menghampiri Bibi Inem."Bi," panggil Sarah dengan lantang.Bibi Mina yang sedang memotong sayur untuk persiapan makan malam, segera menghentikan gerakan tangannya."Iya Nyonya," sahut Bibi Mina sambil melangkah menghampiri Sarah yang berdiri di pintu dapur."Air mineral untuk tuan sudah diantar ke kamar?" tanya Sarah."Sudah Nyonya, tapi...." Bibi Inem menghentikan ucapnya, ia tiba-tiba mengigat kalau minuman itu telah diminum Bella."Tapi apa?" desak Sarah dengan wajah kesal."Di minum Nyonya Bella," jawabnya jujur, "Tunggu sebentar Nyonya, aku akan menggantinya. Tadi aku benar-benar lup
Saat kedua wanita cantik itu saling lempar sindiran, tiba-tiba Ramel muncul. Pria tampan itu mengenakkan pakai santai, celana pendek setinggi lutut dengan warna cream pekat dan kaus oblong berawal putih terang."Hem...." Ramel berdehem membuat Bella dan Sarah berhenti bicara."Kita berangkat sekarang?" tanya Bella sambil tersenyum manis.Sebenarnya ia sangat malu untuk menatap mata Ramel, tetapi Bella memberanikan diri karena ada Sarah di sana."Ayo," ajak Ramel dengan lembut."Sayang, mau ke mana?" tanya Sarah yang langsung bangkit dari tempatnya."Antar Bella ke apartemen," jawab Ramel."Aku ikut," pinta Sarah dengan wajah cemberut."Kamu tinggal aja ya? Soalnya Mbok Inem dan Bibi Mina ikut juga. Kalau mereka tidak ikut siapa yang akan mengangkat barang-barang Bella?" tolak Ramel dengan berbagai alasan."Kan, kita bisa pakai mobil yang lain!" protes Sarah yang berkeras untuk ikut."Kamu sedang hamil Sarah, tidak baik sering berkendara. Apa kamu tidak khawatir dengan kandunganmu?" Ra
Bella hanya diam, butiran bening yang terus saja mengalir dari sudut matanya."Apa kau tidak mendengarnya Bella?" tanya Ramel yang terus saja memacu pinggulnya."Katakan jika kamu tidak puas dengan milikku," lanjutnya."Cukup Ramel, cukup." Seiring bersama tangisan."Tidak, aku akan memuaskan kamu, sampai kamu tidak bisa melupakannya dan tak bergairah kepada pria lain," ucap Ramel.Ia terus saja memacu pinggulnya dengan kasar, hingga ujung benda tumpul itu menyemburkan cairan kental ke dalam perut Bella.Setelah itu Ramel membuka ikat tangan Bella, menutupkan selimut ke tubuh polos wanita cantik itu.Tania yang sedari tadi berdiri di balik pintu kamar, tidak berhenti meneteskan air mata. Sebenarnya ia sedih melihat Bella diperlakukan seperti itu, tetapi Tania tahu bahwa Ramel memiliki alasan untuk melakukannya.Waktu menunjukkan pukul 1 siang, Ramel dan Bella belum juga ke luar dari kamar. Sementara Tania sudah menyiapkan makan siang di atas meja."Bella, Ramel, makan siang sudah siap
"Oma, sebenarnya anak yang ada di dalam kandungan Sarah bukanlah milik Ramel." Akhirnya Bella membuka mulut, ia sudah tidak sanggup lagi menahannya sendiri."Apa?" Tania terkejut bukan main, "Kamu tahu dari mana?" lanjutnya."Aku tahu dari Kevin, karena Kevin lah ayah dari anak itu." Bella menceritakan semuanya kepada Tania, dari dia menemui Kevin lalu memberitahunya kepada Hendrawan ayah kandung Sarah."Terus, kenapa kamu diam dan malah meminta bercerai dari Ramel?" Tentu Tania bertanya demikian."Begini Oma." Bella menceritakan alasannya menggugat cerai dari Ramel.Tania tercengang, sungguh ia tidak menyangka Bella berani mengambil keputusan yang begitu besar demi pria yang ia cintai."Sayang." Tania meneteskan air mata, dipeluknya Bella dengan erat.Bella menghela napas kasar, "Tolong jangan ganggu aku." Akhirnya Bella membuka mulut, tetapi kedua matanya tetap terpejam."Baiklah," sahut Ramel tanpa membantah.Dikecupnya kening Bella, lalu bangkit dari sisi ranjang dan kembali meny
"Gak usah, biar Oma. Kamu serapan aja sanah," Tania kembali meraih piring dari tangan Bella."Oh iya, Ramel menitipkan sesuatu untukmu. Katanya untuk beberapa hari ini dia tidak bisa datang kemari," lanjut Tania."Hum, nanti aku melihatnya," jawab Bella.Ia melangkah menuju meja makan, di sana sudah tersedia dua menu sarapan yaitu nasi goreng ayam suwir dicampur sosis daging. Sedangkan yang satu lagi spaghetti, kesukaan Ramel."Ayo dimakan, kalau dilihatin terus kapan kenyangnya?" ucap Tania yang baru muncul dari dapur."Iya Oma, ini mau makan," sahut Bella sambil menyendok nasi goreng dalam ke piring.Setelah selesai rapat, Tania mengajak Bella ke ruang tamu. Ia memberikan sebuah map berwarna biru."Apa ini?" tanya Bella."Oma juga tidak tahu, Oma tidak berani membukanya," jawab Tania.Ia memang tidak tahu apa isi map itu, karena Tania tidak berani untuk membukanya. Ramel pun tidak mengatakan apa isi map itu saat memberikannya kepada Tania.Bella segera membuka map, ia mengerutkan
Halo Kakak semua, maaf di bab sebelumnya ada kesalahan. Saya juga ikut terkejut dan kecewa, kok bisa kacau seperti itu. Saya author meminta maaf, di bab ini kita kasih gratis tanpa koin ya Kakak! Jangan kecewa ya Kak, namanya manusia dan jaringan pasti tak selalu stabil. I love you Kakak.***************"Iya sayang, kamu hamil." Kali ini Tania yang membuka mulut. "Tidak, tidak, ini seharusnya tidak terjadi," ucap Bella dengan wajah yang semakin pucat, matanya membulat dengan tatapan kosong. "Apa yang kamu katakan Bella? Apa kamu tidak bahagia?" protes Ramel. "Aku tidak seharusnya hamil," ucap Bella dengan menatap kedua mata Ramel. "Kenapa Bella? Kenapa?" desak Ramel dengan raut wajah kecewa, "Seharunya kamu bersyukur, di luar sana banyak yang menginginkan anak tetapi Tuhan belum memberikannya," lanjut Ramel. Bella refleks melepaskan jarum infus dari punggung tangannya, bangkit dari tempat tidur lalu turun. "Bella," panggil Ramel sambil memeluk wanita cantik itu agar tidak pergi,