Hari ini Nadia dan Bara ke rumah sakit, hanya berdua. Tidak ditemani beberapa asisten yang bertugas mengurus Nadia.
Bara ingin melakukannya sendiri. Bara dengan enteng membawa segala keperluan Nadia di dalam tas. Seperti seorang ayah yang akan mengantarkan anaknya untuk ke dokter.
“Bagaimana, Nadia? Apakah sudah siap?” tanya dokter Ryan menyambut mereka berdua.
Nadia sebenarnya tidak yakin dirinya akan bisa berjalan kembali. Kedua kakinya terasa mati rasa.
Melihat tidak ada kesungguhan di dalam manik mata Nadia. Dokter Ryan seakan sudah terlatih untuk menghadapi situasi ini.
“Nadia, yakinkan pada dirimu sendiri. Kamu bisa melakukannya.”
Bara menatap tajam keempat teman-temannya. Mereka menertawakannya tanpa henti, tidak menyadari dirinya ingin sekali mencabik-cabik wajah mereka."Hahah …. hahah … gue ngak nyangka sih, seorang Barata Mahendra, cowok yang terkenal dingin dan sangat tampan. Incaran para gadis, sekarang ditolak mentah-mentah sama junior kita hahah ….""Lo perlu kaca mungkin, Bar. Aura ketampanan lo pasti berkurang.""Eh! Tapi, junior yang menolak Bara tuh, gila cantik dan mulus banget. Mana manis lagi.""Diam kalian!" bentaknya membuat mereka semua bungkam. Bisa mati mereka melawan Bara yang temperamental itu."Dia nolak gue karena ngak mau pacaran."
Di ujung sana, Bara tengah duduk di atas kursi. Tepatnya di atas panggung sebari memegang gitar. Sedangkan Nadia bersama dengan kedua sahabat nya menemaninya di meja paling depan. Mereka berada di sebuah restoran milik keluarga Mahendra yang terlihat sangat ramai.Maya dan Lala tersenyum melihat Bara yang sangat romantis di atas sana. Mata Bara tidak terlepas dari Nadia sedari tadi. Mereka saling memandang begitu dalam. Menyalurkan segala kerinduan di lubuk hatinya.Kenapa takdir mereka begitu menyakitkan. Musibah selalu berdatangan tanpa henti. Namun Bara bersyukur masih diberikan kesempatan untuk merawat gadisnya. Mencium aroma tubuhnya dan memandangnya setiap hari."Selamat malam. Di sini saya akan menyampaikan sebuah lagu untuk perempuan yang paling berarti dalam hidup s
"Maaf, Sayang. Aku ngak bisa antar kamu. Celina lagi sakit." "Aku janji akan barubah dan jahuin Celina." "Maaf, Sayang. Aku salah." "Dia lagi sakit, Sayang." "Mama sudah ngak ada, Nadia. Ikhlaskan." "Ma! Nadia rindu masakan, Mama." "Ini bukan tempat kamu, Nak." "Mama dan kakek tidak akan basah karena hujan, Sayang." "Mereka bersama Tuhan!" "Ma, Nadia rindu."
“Tuan muda!” mereka segera menunduk dengan sangat sopan. Bara menatap mereka dengan wajah datar tanpa minat. “Nona Nadia tengah berada di dalam kamar mandi.” Bara menghela nafas pelan dan mengangguk. Tidak mungkin dirinya di sini. Bara kira, Nadia belum bangun dan masih menutup mata. Ternyata Nadia sedang bersiap-siap. “Saya tunggu 15 menit!” tegas Bara. Mereka bertiga langsung mengangguk. Setelahnya Bara keluar dari kamar Nadia. Ketiga gadis itu bernafas lega. Kedua temannya menatap tajam Yuriko. "Ini semua gara-gara dirimu, Yuriko. Hampir pekerjaan kita hilang begitu saja. Tuan muda bukan pria sembarangan. Jangan pernah mencari masal
Bara mengembangkan senyumannya setiap hari. Setelah Nadia menerima lamarannya. Bara semakin semangat bekerja dan juga mencari nafkah untuk calon istrinya nanti.“Ada apa denganmu, Bara?” tanya mamanya menatap aneh putranya itu. Rani jadi bergidik ngeri melihatnya, bagaimana tidak terlihat aneh. Bara tersenyum sepanjang hari tanpa henti. Memangnya wajah itu tidak ngilu apa?Bara mengunyah roti yang telah disediakan. Hari ini ia akan pergi ke kantor dan tidak akan menyusahkan papanya kembali.“Mama sudah tahu jawabannya.” Bara kembali tersenyum.“Iya-iya, masalah lamaran yang diterima itu, kan? Mama juga tidak sabar menantikan Nadia menjadi menantu Mama.”
Anna membawa kotak berukuran besar di tangannya ke dalam kamar Nadia. Gadis itu meletakkannya di atas ranjang dengan sangat hati-hati.Nadia menautkan alisnya, seakan bertanya kepada Anna. Dari siapa paket tersebut?“Nona Nadia, ini paket dari tuan muda.” Anna menyodorkan kartu ucapan kepada Nadia. Gadis itu melepaskan bukunya dan mengambilnya.Perlahan Nadia membukannya dan membaca isi dari kartu ucapan itu. Nadia menghela nafas lelah. Permintaan maaf dari Bara karena pagi ini tidak dapat berkunjung. Disebabkan Bara telah mulai sibuk bekerja.Nanti siang Bara akan berkunjung dan membawakannya makanan kesukaan Nadia.Nadia menatap Anna, me
Siang menjelang. Bara menempatkan janjinya akan datang hari ini. Benar dugaan Nadia, Bara dengan sangat lebay bin alay membawa dua kresek besar berisi makanan kesukaan Nadia."Banyak sekali." Kinara membantu Bara membawanya ke atas meja makan.Bara tersenyum dan mengangguk, "Iya, Nek. Bara mau Nadia gemuk seperti dulu."Nadia menatap Bara tajam, membuat Bara kelimpungan karena bisa bahaya kalau Nadia marah.Bara segera menghampiri Nadia yang terlihat merajuk dan kesal kepadanya."Sayang, bukan seperti itu maksudku."Nadia enggan sekedar menatapnya kembali.
Bara menautkan alisnya bingung ketika melihat raut wajah Nadia yang terlihat suram dan menahan emosi.Dress yang Nadia pakai juga warna coklat. Tidak warna biru muda yang ia pinta barusan.Bara berjongkok dan menangkup wajah Nadia dengan kedua tangan kekar pria itu."Kenapa, hem?" tanya Bara.Nadia menghela nafas pelan dan menggelengkan kepalanya."Ini kok warna dress kamu warnanya beda?" tanya Bara meneliti penampilan Nadia. Gadisnya juga tidak memakai make-up seperti biasanya.Karena melihat raut wajah Nadia yang terlihat berbeda. Akhirnya Bara memilih tidak ingin banyak bertanya.