Rendi baru saja hendak membelokkan motornya memasuki pekarangan rumah Reni, ketika sebuah mobil akan keluar. Segera pria itu mengerem motornya agar tidak sampai menabrak badan mobil. "Eh, Nak Rendi! Kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Lesmana setelah menurunkan kaca mobilnya. Rendi segera melepas helmnya dan turun. Lelaki itu mencium bahu tangan Lesmana. "Nggak apa-apa kok, Om. Ngeremnya tadi tepat waktu, nggak dadakan. Hehehe." Lesmana ikut tersenyum. "Ya sudah, saya mau keluar karena ada urusan sebentar. Kamu langsung masuk aja tunggu Reni di dalam ya!" "Siap!" serunya seraya melakukan sikap hormat. Rendi kembali ke motornya dan membawanya masuk. "Lah, Mas Rendi sudah datang! Nih, Mas! Ada pisang goreng tadi dibuatin sama si Mbok e!" pekik Mang Ujang. Rendi segera menghampiri pria yang mulai menua itu. "Enak nih, Mang! Anget anget!" Rendi mencomot satu buah pisang goreng. Lumayan untuk mengisi perutnya yang masih kosong hanya terisi segelas air galon saja
Arjuna pulang seperti orang linglung. Ia benar-benar merasa bersalah pada semua orang, terutama pada Reni. Bagaimana jika Reni sampai tau kejadian tadi malam? "Enggak! Reni nggak boleh tau. Kalau sampai Reni tau, bukan hanya pertunangan ini saja yang putus. Bisa-bisa leherku juga putus digorok sama dia!" gumam Arjuna seraya bergidik ngeri. Ia benar-benar tidak bisa membayangkan sesuatu yang buruk terjadi padanya ketika ia jujur pada Reni. "Aku harus baik-baikin Sandra. Agar, jangan sampe dia ngirim video itu ke Reni." gumam Arjuna lagi. Ia mengangguk pada dirinya sendiri untuk memastikan bahwa itu ide terbaik. Ia tidak menyangka, jika keinginannya untuk melepaskan beban pikiran sejenak dengan meminum alkohol. Malah berujung pada petaka selama ini. *** Reni tersenyum sepanjang hari ini. Semenjak berangkat tadi, ia sangat senang. Malam minggu kali ini galeri begitu ramai. Kedatangan banyak orang membuat energi Reni serasa terisi kembali. Pandangan Rendi tak p
Jam sudah bergerak menuju dini hari ketika Reni tiba di apartemennya. Kedua tangannya menenteng banyak sekali kantong kresek berisi makanan. Rendi mentraktirnya jajanan yang mereka temui di jalan. Semuanya dibeli, tanpa terkecuali. Tentu saja Reni senang bukan main. Setelah berhasil membuka pintu apartemennya dengan susah payah, Reni meletakkan semua jajanannya di meja. Meja itu jadi tak terlihat lagi bentuknya. "Ini kita bisa habisin nggak ya?" tanya Reni setelah melihat bahwa yang mereka beli terlalu banyak. "Ya dimakan aja dulu. Kalau emang nggak habis masih bisa dimakan besok pagi atau dibawa ke galeri. Pasti yang lainnya juga mau kok!" Saran Rendi sangat tepat. Akhirnya Reni duduk di bawah lesehan dan menikmati satu per satu makanannya. Untungnya tadi Rendi selalu memesan setengah porsi meskipun dimakan berdua. Kata Rendi, 'takut kalau tidak habis'. "Eh, ini crepesnya enak banget, Ren!" seru Reni kegirangan. Perempuan itu seperti baru pertama kali saja mem
Minggu pagi memang lebih nikmat jika digunakan untuk bersantai. Tak lain halnya dengan Arjuna. Lelaki itu sudah bangun sedari subuh. Sebenarnya ia hendak melanjutkan tidurnya, tetapi matanya sulit sekali terpejam. Akhirnya ia hanya merebahkan diri setelah selesai sarapan. Tok! Tok! Tok! Suara ketukan pintu membuat Arjuna meletakkan ponselnya. Ia segera bangkit dari tidurnya dan membuka pintu. "Ada apa, Ma?" tanyanya setelah pintu terbuka dan menampakkan Mamanya bersandar di daun pintu. "Kamu hari Minggu kok malah males-malesan sih, Jun!" Andini mengelus rambut Arjuna yang sudah semakin memanjang. Setelah membukakan pintu, Arjuna kembali merebahkan dirinya di kasur. "Ya nggak apa-apa, Ma. Mau ngerecharge energi soalnya akhir-akhir ini sering banget lembur! Jadinya capek banget!" Andini tersenyum. "Kamu tuh emang kebiasaan! Dibilangin jangan terlalu keras kalo kerja nggak pernah mau dengerin! Nanti kalau udah kecapekan baru tuh berhenti kerjanya!" Arjuna
Kali ini Reni dan Rendi tidak pulang dini hari. Tepat setelah selesai dari galeri, mereka mampir ke kedai yamin yang masih buka dan segera memesan makanan lalu makan. Mereka memilih segera pulang agar tidak terlalu malam karena besok, jam magang mereka dimulai pukul delapan. "Akhirnyaaaa!!" Rendi menghempaskan tubuhnya di sofa milik Reni. Hari ini ia benar-benar sibuk berkeliling galeri untuk menjadi guide berkali-kali. Sebenarnya ada teman yang lain yang bisa membantunya. Tetapi, para tamu malah memilih ditemani Rendi dengan alasan penampilan Rendi jauh lebih menjanjikan. "Mandi dulu gih!" seru Reni setelah ia menyalakan kran air panas di kamar mandi. "Langsung tidur aja, Ren!" tukas Rendi sembari memejamkan matanya. "Ih, jangan dibiasain nggak mandi deh! Kamu tuh seharian habis keliling galeri nggak berhenti-berhenti. Pasti keringetan! Belum lagi kena debu di jalan. Duh, udah deh buruan mandi. Tinggal mandi doang juga!" Rendi bangun dan langsung memeluk Reni.
Hari ini Reni libur magang. Semalam, ia sudah janjian dengan Arjuna akan bertemu. Reni akan menyusul Arjuna ke kantornya sembari menunggu lelaki itu menyelesaikan pekerjaannya. "Kamu nggak mau bawain Arjuna makanan, Ren?" tanya Mamanya saat mereka sarapan bersama. Reni meneguk air putihnya sampai tandas. "Kita rencananya pengen lunch di luar, Ma. Makanya aku nggak bawain Arjuna makan siang. Kan nanti jadinya malah piknik, bukan lunch di luar!" Lesmana tertawa mendengar penuturan putrinya tersebut. "Ya udah. Pokoknya kamu jangan pulang malem-malem. Meskipun besok magang siang, kamu harus banyak istirahat. Oke, sayang?" "Siap, Pak Bos!" Reni melakukan sikap hormat membuat Lesmana mengacak rambutnya. "Yah, Papa! Reni udah susah-susah ngaturnya malah diacak-acak!" gerutunya sebelum akhirnya ia menyudahi sarapan dan segera berangkat. *** Arjuna bersiul-siul sejak memasuki kantornya sampai selesai meeting intern dengan seluruh karyawannya. Hal ini tentu saja
Setelah membereskan beberapa pekerjaannya, akhirnya Arjuna mengajak Reni dari areal perkantorannya. Ketika baru keluar dari ruangan, sebisa mungkin Reni menahan tawa agar ia tak menyinggung perasaan Fina. "Saya mau keluar dulu ya, Fin! Nanti kalau ada yang cari suruh tunggu atau balik ke sini hari Senin." pesan Arjuna sembari merapikan jasnya. Fina mengangguk. "Baik, Pak!" tak lama kemudian ia menunduk, tak mau berkontak mata dengan Reni atau dia akan malu. Rinda yang melihat adegan saling berusaha menghindari kontak mata itu hanya mampu menahan bibirnya agar tidak kelepasan tertawa. Ia melihat bagaimana Reni membuang muka untuk menyembunyikan tawanya. Sementara Fina menunduk agar tidak merasa malu pada Reni. Baru setelah Arjuna dan Reni menghilang dari balik pintu lift, tawa Rinda pecah menggelegar. Bahkan membuat rekan-rekan kerjanya yang lain sampai melemparinya sampah kertas. "Puas banget lo kayaknya ngetawain gue!" desis Fina sembari melempar penghapus cuk
Hari ini, Reni sangat-sangat bahagia. Ia bisa menikmati waktu liburnya bersama dengan Arjuna, tunangannya. Meskipun kadang ia tak percaya bahwa ia sudah berstatus sebagai tunangan orang, tetapi ia tidak punya pilihan untuk mundur. Tinggal menjalani semuanya menurut garis takdir semesta. "Oh iya, proyek kamu yang di Semarang itu jadi dimulai kapan?" tanya Reni sembari memakan basrengnya yang mereka beli di street food tadi. Arjuna berjalan di depan Reni. Malam ini ia menuruti keinginan Reni untuk datang ke pasar malam yang kata Reni adalah night street food. Entahlah apa itu sebutannya, yang Arjuna lihat memang semua pedagangnya menjajakan makanan. "Ini kemarin aku baru aja meeting dan ternyata udah dapet kontraktor besar. Sepertinya dua atau tiga minggu lagi." Arjuna berhenti di ujung jalan. "Dan proyek ini aku sendiri yang menangani, kamu nggak lupa itu kan?" Dengan bibir monyong-monyong karena kepedesan, Reni mengangguk. "Kamu pasti lama di sana, kan?" "T