Kalimat yang terlontar dari mulut sang ayah bak petir menyambar di siang bolong. Terkejut sudah pasti Aarav sampai menyemburkan teh yang belum sempat dia telan tersebut, dia terbatuk-batuk seketika. Mana dia menduga jika sang ayah menyebutkan nama bocah imut itu. Lelaki itu mengelap mulut basahnya dengan ujung jas warna putih yang dia kenakan. Dia terkekeh tanpa henti. Berpikir sebelumnya sang ayah akan menyebutkan nama dari sederet usaha wanita yang sukses atau setidaknya anak pejabat.
“Astaga, Ayah, berhenti main-main, jangan bercanda,” keluh Aarav.
“Aku tidak bercanda, menikahlah dengan Larisa, Edzarsd sedang mencari calon menantu. Aku rasa tidak ada wanita baik di luar sana kecuali dari keluarga yang sudah kita kenal baik seluk-beluknya,” terang Adelard.
“Aku sangat terkejut Ayah merekomendasikan si imutku,” cicit Delon, “untuk
Udara terasa dingin kala Aarav keluar dari mobil. Tatapannya menjurus ke arah rumah. Samar melihat sosok yang dikenal. Aarav di sambut Edzard yang sudah duduk di kursi teras bersama sang istri. Lelaki itu mempercepat langkahnya menghampiri. Tersenyum sumringah kemudian menyalami tamunya. Sudah ada teh dan camilan, ah, sang asisten rumah tangga mungkin yang menyiapkan untuk mereka. "Kenapa tidak menunggu di dalam?" tanya Aarav, "kalian sudah lama datang?" tanyanya lagi. "Kami lebih nyaman di sini," ujar Edzard. "Astaga, udara sudah mulai dingin," kata Aarav menepuk jidat. "Mari kita masuk," ajaknya. "Kami ingin cepat pulang saja, ngomong-ngomong di mana Larisa?" tanya Rere. "Dia di kamar tamu, apa tidak lebih baik kalian menginap saja, sudah terlalu malam saat ini," tawar Aarav.&n
Edzard menatap langit-langit ruangan. Lampu gantung berhias kristal bening menggantung di bagian tengah, menambah kesan megah ruangan. Di rumah mewah itu, Aarav sendiri, Edzard pun merasakan sepi dalam tatapan rekannya itu. Entah apa yang membuat Aarav tidak membuka pintu hatinya yang pasti lelaki itu melihat kesepian yang pernah dia lihat pada tatapan Kenzo dahulu. Edzard tidak ingin berspekulasi dengan pemikiran yang dia lihat dari satu sisi. "Doakan aku mendapatkan jodoh terbaik," jawab Aarav pada akhirnya setelah mendengar cerita Edzard. "Aku mendoakan yang terbaik untukmu, kawan," kata Edzard. "Sudah larut, silahkan beristirahat," ujar Aarav kemudian. "Terima kasih," ucap Edzard, "selamat istirahat," imbuhnya. Mereka berdua berlalu pergi, Edzard menyusul sang istri sedangkan Aarav masuk k
Terlihat Larisa menyentuh dada bidang Aarav, yah, gadis kecil itu duduk di atas tubuhnya, tatapan mata terlihat menawan. Ah, sungguh membuatnya terjerat. Ditambah bibir gadis itu menggigit bibir bawah, sungguh terlihat sexy. Keduanya terhanyut dalam sentuhan, tanpa kata hanya perbuatan yang menjadi tindakan melakukan hal lebih. Aarav tanpa ragu membaikkan tubuh kecil itu. Larisa tidak menolak, lelaki tersebut tersenyum smirk. Melumat bibir itu dengan gairah, tubuh bereaksi keras. Persetan dengan semua yang ada, Aarav seperti ketagihan menyentuh Larisa. Satu tarikan dress yang dikenakan gadis itu lepas, semudah itu. Tidak menunggu waktu lama, Aarav menyatukan milik keduanya. Aarav mengerang, perasan yang entahlah muncul seketika. Dia masih memejamkan mata, kilauan cahaya menyinari membuat Aarav terganggu. Netranya menyipit kemudian dia menengok ke sekeliling. Sepi, apa yang terjadi hanya mimpi, bu
Aarav sadar atas provokasi yang dilakukan sang ayah. Namun, apa daya tidak mungkin dia untuk kembali menarik kata. Apa yang sudah dia ucapkan akan dia lakukan. Siang ini Aarav mendapatkan undangan makan siang dari keluarga Kenzo. Bukan sekedar makan siang biasa namun, ada urusan pekerjaan dan dari yang asisten ayahnya katakan. Kenzo gendak menitipkan Rafael, untuk belajar berbisnis darinya. Tentu Aarav setuju, mengingat pemuda bengal itu sebenarnya seorang yang cerdas, begitu penuturan Edzard malam tadi. Bujangan itu masuk ke dalam rumah mewah bak istana milik Kenzo. Julian Grup merupakan perusahaan terbesar yang mencakup di beberapa bidang. Tidak hanya di dalam negeri, ada pun perusahaan lain di luar negeri yang masih aktif dikelola oleh sang ayah. Tidak ada yang diragukan dari kualitas kinerja Julian Grup. "Selamat datang," sapa Helene mengulas senyum. Wanita itu berdiri di depan pintu m
Keluarga adalah hal paling berarti bagi Kenzo, dia yang dulu kurang dapat perhatian dari sang ayah, lebih condong dekat dengan keluarga Edzard. Dia berharap kedua anaknya tidak berpikiran demikian. Dia dan Helene melimpahkan sejuta kasih sayang. Namun, nampaknya menjadi boomerang, putra pertamanya sangat malas, dan manja, kedua orang tua Kenzo, sangat memanjakan Rafael, cucu pertama, pemegang kekuasaan terbesar dalam keluarga, deskripsi itu mungkin benar adanya. Namun, sebelum semua menjadi terlambat, Kenzo berusaha mengubah pola hidup ambigu putranya. 'Jangan sampai dia brengsek seperti diriku dulu,' bisik Kenzo dalam benak. Lelaki itu menatap satu per satu orang di sana. Termasuk Aarav sang tamu juga Larisa yang katanya kabur dari rumah. Bagaimana gadis itu bisa kabur, Kenzo tidak ambil pusing. Saat pagi tadi Larisa datang dengan menangis meraung-raung. Entah apa yang sebenarny
Beberapa saat yang telah terlewat, di mana sebelum Larisa kabur dari rumah. Gadis itu baru saja turun dari kamar usai berganti pakaian. Semalam menginap di rumah Aarav, Larisa dibangunkan oleh sang ibu. Yah, mereka pulang usai sarapan bersama sang empunya rumah. Gadis itu sudah terlihat rapi menuruni anak tangga. Terdengar suara gelak tawa sang ayah di ruang tamu. Penasaran, dia melongok keluar, mengintip dari balik tembok.Terlihat, sang ayah duduk bersebrangan dengan seorang lelaki bertubuh gempal, botak dengan perut buncit. Larisa meringis melihatnya. Samar terdengar lelaki tersebut membicarakan tentang menikah lagi. Dari pembicaraan itu dia juga mendengar memiliki dua orang anak dari istri sebelumnya. Gadis itu hendak melangkah namun urung ketika mendengar lelaki tadi menanyakan dirinya. Baru Larisa sadar rencana sang ayah hendak m
Suara bising mobil di tengah kemacetan sungguh mengganggu indra pendengaran. Aarav mengemudikan mobilnya dengan pelan. Larisa duduk manis sembari tersenyum menatap layar ponsel. Seperti bocah gila yang jatuh cinta pada benda pipih itu. Terkadang tersenyum lalu menggigit bibir. Aarav melirik di saat bersamaan. 'Ah bibir yang menggoda,' pikir lelaki itu. Semejak dia melumat bibir larisa, Aarav semakin sering terbayang wajah dan bibir itu. "Apa yang membuatmu tersenyum-senyum, kau sedang berpacaran dengan seseorang?" tanya Aarav tanpa dosa setelah memukuli kekasih Risa. "Iya, namanya Emir," jawab gadis itu. "Om, kenapa Om belum menikah?" tanya Larisa. "Entahlah, mungkin karena belum menemukan yang pas," jawab Aarav. "Om kan ganteng, pasti banyak yang mengantri," ujar Larisa lagi. Aarav terkek
Menikah, dengan Om Aarav, astaga pemikiran konyol macam apa yang diutarakan bujangan tua itu. Rasanya aku ingin menjitak saja kepala itu, jika tidak sadar beliau orang dewasa yang harus aku hormati. Berulang kali napas ini kembang kempis secara teratur, mengontrol emosi jiwa yang menyerang bak bom atom meletus. Tidakkah dia paham aku ingin menikah dengan pangeran tampanku, Emir. Meski bukan sekarang, karena Emir juga ingin masuk ke perusahaan ayahnya dahulu. Toh kami masih kuliah, perjalanan masih panjang, sepanjang rel kereta api yang tak putus-putus saling menyambung.Tidak pernah tercatat di kamus Larisa Edzard menikah muda, apa lagi dengan Om om, astaga, sungguh terlalu. Aku memutar bola mata lalu menoleh ke arah lelaki yang baru saja hendak meminangku, aku paham benar dia tidak mungkin menawarkan diri menikah atas dasar mencintai.